Perceraian bukanlah sebuah keputusan sepasang suami istri yang semudah memilih lokasi di mana rumah tempat tinggal yang akan dihuni atau sekedar perihal penentuan lokasi wisata liburan keluarga tahun ini akan dilaksanakan. Melainkan sebuah pilihan sulit dan rumit yang terpaksa ditempuh oleh mereka berdua di dalam kehidupan perkawinan. Sebuah pilihan yang berdampak besar bagi jalan kehidupan sebuah keluarga di masa-masa sesudahnya.
Hampir tidak ada seorang pun dalam hidup ini yang menginginkan perceraian terjadi dalam hidupnya. Siapa sih yang rela perkawinan yang dibinanya bertahun-tahun dengan beragam keinginan dan harapan, akhirnya harus kandas di tengah jalan? Namun ada kalanya seseorang harus menghadapi kenyataan pahit bahwa biduk rumah tangganya memang harus kandas dan tak mencapai tujuan yang sebelumnya dicita-citakan.
Bisa jadi karena munculnya perbedaan prinsip dan pandangan antara sepasang suami istri yang tajam dan tak bisa lagi dipersatukan, atau karena masalah finansial yang seringkali menimbulkan konflik yang berulang dalam keseharian, atau justru disebabkan oleh hadirnya orang ketiga yang memecah perhatian salah satu pihak dalam rumah tangga yang kemudian melakukan pengkhianatan atas janji-janji perkawinan tentang kesetiaan, kejujuran dan keterbukaan terhadap pasangan yang seharusnya selalu diutamakan.
Walau apapun penyebabnya, cerai sendiri sampai detik ini masih dinilai sebagai salah satu pilihan yang terburuk dalam menyelesaikan konflik dalam rumah tangga. Semua agama tidak menganjurkan dan bahkan ada yang melarang dilakukannya perceraian antara suami istri. Dan masyarakat pun juga masih memandang perceraian melalui kacamata stigma negatif, yang mendudukkan pelaku perceraian sebagai 'orang yang gagal' dalam membina perkawinan. Hingga terciptalah istilah 'broken home' atau keluarga yang berantakan.
Oleh sebab itulah, sepasang suami istri yang bercerai, anak dan keturunannya, berikut keluarga terdekatnya, terkadang harus terpaksa menerima 'cap buruk' yang melekat terus bersama mereka di sepanjang hidupnya. Sebentuk dampak perceraian, yang pada beberapa kasus, menimbulkan tekanan batin, kelainan psikologis bahkan gangguan jiwa yang akan 180 derajat mengubah kehidupan mereka selanjutnya.
Namun ternyata, dengan segala dampak buruknya, perceraian ternyata masih saja menjadi solusi pilihan. Karena pada kenyataannya, di Indonesia selalu terjadi peningkatan angka perceraian per tahun yang signifikan dan merata di seluruh penjuru negeri. Dan pada kesimpulannya, ternyata walau dengan sangat terpaksa, perceraian akhirnya memang harus ditempuh juga. Lalu adakah cara untuk memastikan diri sebelum memilih perceraian sebagai solusi yang dipilih dan jalan yang harus ditempuh untuk menyelesaikan konflik rumah tangga?
Berikut tips MANTAP dari SPINMOTION untuk mereka yang berada dalam dilema karena menghadapi kemungkinan perceraian harus terjadi dalam perkawinan mereka;
M - Making Sure (Meyakinkan Diri)
Yakinkah ladies bahwa tidak ada lagi harapan, tiada lagi hal yang baik untuk dipertahankan dalam perkawinan dengan pasangan? Bagaimana dengan cinta yang sejak di awal menjadi bekal utama untuk berumah tangga? Bagaimana dengan janji-janji perkawinan yang telah diniatkan di depan kitab suci dan di hadapan Tuhan? Bagaimana kehidupan dan masa depan setelah perceraian ini? Bagaimana dengan nasib anak-anak kamu? Semua pertanyaan – pertanyaan ini harus dijawab secara pasti agar yakin dengan pilihan untuk bercerai dengan pasangan. Jika ragu–ragu, tanyakan kembali berulang–ulang hingga didapatkan jawaban, sambil tak lupa untuk berintrospeksi, siapa tahu permasalahan intinya justru ada pada diri sendiri.
A - Ask Your Children (Ajak Bicara Anak-anak)
Anak–anak. Mereka sejatinya adalah pihak yang paling berhak untuk menentukan masa depan mereka sendiri. Masa depan yang tentu terkait dengan setiap keputusan yang akan mempengaruhi kondisi keluarga secara keseluruhan. Keluarga yang semestinya akan selalu menjadi tempat dan tujuan mereka untuk berlindung dan menentramkan diri. Apakah mereka sependapat dengan keputusan kamu dalam bercerai dengan pasangan? Apakah 'demi anak' sudah tak lagi menjadi pertimbangan utama yang bisa mengurungkan niat bercerai yang kamu miliki? Apakah perceraian akan menjadi jalan terbaik bagi mereka juga nantinya? Untuk anak–anak yang telah bisa menyampaikan pendapatnya, sebaiknya dengarkan ‘suara’ mereka. Jika anak–anak masih kecil bahkan sangat belia dan belum mengerti apapun tentang perceraian, cobalah berempati terhadap mereka atau berkacalah pada pengalaman orang lain yang sama tentang anak–anak mereka yang akan menjadi anak ‘broken home’ setelah perceraian terjadi antara kamu dengan pasangan.
N - Negotiate and Renegotiate with Your Spouse (Negosiasi dan Renegosiasi dengan Pasangan)
Dengan pasangan kamu, bicaralah, diskusikan, bicaralah lagi, diskusikan berkali-kali tentang solusi yang akan diambil bersama-sama. Dengan atau tanpa mediasi, bicarakan dan diskusikanlah segala kemungkinan, semua jalan, berbagai solusi antara kalian berdua dengan kepala dingin sebelum mengambil keputusan finalnya. Tawar menawar bisa dilakukan untuk mencari kesepahaman dan keseimbangan lagi di antara kalian berdua. Singkirkan ego, kesampingkan ambisi pribadi dan kedepankan kepentingan bersama, terutama kepentingan anak-anak yang tak berdosa dan tak mengerti apa-apa. Jangan gampang lelah dan mudah menyerah untuk berkomunikasi dengan pasangan, walau kondisi hati telah terluka sedemikian dalamnya atau dalam kekecewaan yang teramat sangat terhadap pasangan serta atas kondisi yang tengah berlangsung dalam rumah tangga.
T - Think and Rethink (Telaah dan Teliti Kembali)
Berikan waktu cukup bahkan lebih pada diri sendiri dan pasangan untuk berpikir, menelaah dan mengkaji segala hal dan peristiwa yang telah dan tengah terjadi. Terkadang, menjauh dan menyendiri untuk beberapa waktu juga sangat berguna untuk menghadirkan suasana yang kondusif untuk berpikir dengan baik. Sisipkan doa dan memohonlah petunjuk-Nya, karena doa adalah satu–satunya jalan saat seluruh harapan serasa telah musnah dan seolah tiada sesuatupun yang bisa dilakukan lagi. Namun jangan berlama -lama, karena permasalahan pun akan terus berkembang dengan berjalannya waktu dan jika berlarut–larut justru akan semakin sulit untuk menguraikan dan mencari solusinya.
A - Ask for Helps and Advices (Andalkan Pertolongan dan Nasihat)
Jika perlu berkonsultasilah kepada ahli atau profesional yang kompeten serta kredibel dalam penanganan masalah perkawinan dan urusan rumah tangga. Mereka adalah para psikolog, konselor perkawinan, penasihat keluarga, ahli agama, atau bisa juga para orang tua masing-masing pihak yang dipandang memiliki pengalaman, pengetahuan dan kebesaran jiwa. Jangan mudah bercerita kepada setiap orang yang ditemui, karena belum tentu setiap orang akan memahami masalah kamu dan mampu memberikan saran dan nasihat yang tepat dan bijaksana serta penilaian yang obyektif dan tepat. Intinya, curhat kepada orang lain sih boleh, tapi sembarangan cerita? Jangan!
P - Preparation and Precaution (Persiapan dan Antisipasi)
Jika memang akhirnya keputusan final dalam konflik yang terjadi dalam rumah tangga itu adalah perceraian, maka persiapkanlah segala sesuatunya dengan sebaik mungkin. Termasuk langkah untuk berjaga-jaga dalam mengantisipasi apabila rencana tidak berjalan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, berikut janji–janji yang mengiringi. Karena tak jarang juga terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak menyangkut hak dan kewajiban masing–masing pihak yang diatur oleh hukum dalam setiap kasus perceraian. Persiapan tidak hanya meliputi persiapan fisik dan psikis, namun juga persiapan waktu dan uang. Karena tak jarang sidang perceraian akan berlangsung sedemikian rupa dan berjalan secara berlarut–larut manakala tidak ditemukan kesepakatan antara kedua belah pihak atas satu atau beberapa hal yang menjadi permasalahan.
Siapkan dokumen–dokumen penting berikut salinannya yang berkaitan dengan administrasi kependudukan, dokumen perbankan serta surat–surat berharga aset milik bersama, karena perceraian juga akan mengatur masalah pembagian kekayaan yang dimiliki secara bersama oleh sepasang suami istri. Beberapa langkah cadangan berkaitan dengan hal–hal ini juga harus disiapkan, karena tidak menutup kemungkinan setiap pihak akan berubah sikap dan pandangan selama menjalani sidang –sidang perceraian. Menghadirkan pengacara khusus perceraian juga merupakan langkah tepat, jika dikhawatirkan akan muncul permasalahan hukum lain yang pelik dalam proses perceraian yang akan dijalani.
Demikianlah tips MANTAP untuk kamu yang sedang berkonflik dalam rumah tangga dan tengah mempertimbangkan perceraian sebagai salah satu solusinya. Namun perlu diingat bahwa apa yang disampaikan di atas tidaklah mudah untuk dijalankan begitu saja semudah menuliskannya, karena setiap permasalahan keluarga baik penyebab maupun yang terlibat di dalamnya akan selalu berbeda, demikian juga akibat yang ditimbulkannya. SPINMOTION sebagai komunitas single parents dengan sebagian besar anggotanya adalah ‘alumni’ dari perceraian, lebih menganjurkan untuk sebisa mungkin mempertahankan perkawinan dan rumah tangga yang dipunyai. Namun jika perceraian harus ditempuh, SPINMOTION menghimbau semuanya untuk tetap menjadi para orang tua yang baik bagi anak–anak yang terlanjur dimiliki.
Do NOT divorce, or be good single parents!
- Yang Bercerai Tak Perlu Dihakimi, Sebab Tiap Pasangan Punya Masalah Sendiri
- Hai Para Lelaki, Jadikanlah Keluargamu seperti layaknya Kuil Agra
- REBORN : Inilah Langkah Buat Single Parents Menuju Perkawinan Selanjutnya
- SPINMOTION: Komunitas Single Parents Indonesia yang Berkembang karena Media
- 'Empal Solo' yang Membuat Single Parents Berbagi dalam Kepedulian