Natal yang Kelabu dan Rasa Takut Kehilangan Mama

Fimela diperbarui 23 Des 2017, 13:00 WIB

Kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Surat untuk Ibu ini jadi pengingat kita betapa kita akan baru menyadari betapa istimewanya seorang ibu saat kita merasa hampir kehilangannya.

***

Tak terasa akhir dari tahun 2017 sudah datang, sampailah kita di bulan Desember.  

Sehari-hari aku bekerja dan waktuku tidak begitu banyak. Ketika aku libur, pekerjaan rumahku sudah menumpuk dan aku sudah sangat lelah. Belum lagi anak-anak yang memerlukanku, mereka bercanda dulu denganku sebelum tidur. Teringat kembali sebuah kenangan tentang Mama yang kusayangi. Izinkan aku kali ini berbagi cerita tentangnya.

Pada Natal Tahun lalu tepatnya Desember 2016, kami berkumpul dan sudah menyiapkan bermacam macam kado natal untuk kami tukar. Kami empat bersaudara, pertama kakak perempuan, kedua kakak laki-laki, aku, dan adik laki-laki. Aku dan kakakku sudah menikah dan aku dikaruniai dua anak perempuan, yang pertama usianya 4 tahun dan yang kedua 1 tahun. Kakakku mempunyai anak kembar, 2 perempuan juga. Sedangkan abang dan adikku masih single.



Pada saat itu kurang lebih pukul 12.30 WIB, mama dan abangku pulang dari gereja setelah mengikuti Ibadah Perayaan Natal, tiba tiba Mama pingsan, hingga akhirnya kami semua panik. Sangat tak karuan, tak tahu harus bagaimana karena Mama belum pernah begini dan akhirnya kami langsung membawa Mama ke rumah sakit untuk ditangani lebih jelas lagi oleh para dokter.

Pada saat itu aku yang mengantar Mama dengan taksi dan pipiku penuh dengan air mata, karena di pikiranku, “Papa sudah tak ada, dan aku tak rela Mama pergi juga.” Sudah 18 tahun Mama membesarkan kami dengan tangannya sendiri tanpa ada saudara yang membantu. Saudara semua hanya bisa menghakimi dan merendahkan dan menjelekkan saja, tapi Mama adalah janda yang hebat yang berjuang untuk kami semua baik dalam suka dan duka. Pada saat itu bapak sopir taksi pun sampai menguatkan aku, “Sabar dek nanti Mamanya juga sembuh, banyak berdoa." Tak lama kemudian, keluargaku menyusul datang ke rumah sakit.

Sesampai di RS, Mama segera ditangani di UGD namun pada saat itu hari Natal jadi banyak dokter yang tidak ada. Hari Natal yang bahagia itupun menjadi kesedihan di dalam keluarga besarku. Kami semua menangis dan tak ada yang bergembira, tak ada yang tersenyum hanya tangisan yang menemani kami, kado Natal pun tak jadi kami tukar, semua menjadi kacau. Ditambah lagi dengan tidak sadarnya Mama pada saat itu.  

Sampai dengan tanggal 26 Desember 2016 pukul 02.00 WIB kesadaran Mama mulai menurun dan tambah menurun. Saat itu adikku yang menjaga dan perawat jaga bilang Mama harus dimasukkan ke dalam Ruang ICU. Kami kembali panik, kami semua menginap di rumah Mama pada saat itu. Akhirnya kami memutuskan ke rumah sakit untuk melihat perkembangan Mama.



Berkumpullah kami di rumah sakit dan pada saat itu dokter juga belum ada. Belum ada dokter yang memegang Mama, Mama hanya diberi infus dan masih belum sadar. Kami berdoa sambil menangis tak karuan, “Tuhan tolong sembuhkan Mama. Masih banyak kebahagiaan yang belum kami berikan kepada Mama. Mama sudah capek dan lelah mengurus kami dan kami ingin Mama sembuh dan biarkan kami membahagiakan Mama. Please Tuhan, sembuhkan Mama. Tolong Tuhan, dengarkan doa kami.”

Sudah dua hari Mama di rumah sakit, hingga akhirnya ada dokter yang datang dan mengecek Mama. Mama diperiksa, diambil darah dan sungguh kagetnya kami, Mama terkena diabetes dan kadar gulanya sangat tinggi sampai 500, pantas saja sampai pingsan. Akhirnya dokter memberi Mama obat dan perawatan sampai Mama pulih perlahan demi perlahan dan akhirnya Mama sadar. Ketika terbangun dari tempat tidurnya, dia menangis dan bilang, “Mengapa hari Natal kita di sini? Ayo pulang, Mama sudah masak yang enak."

Mama bilang, “Mama sudah merepotkan kalian. Ayo pulang.” Mendengar itu kami semua menangis dan sangat senangnya hati kami terutama hatiku.

Tidak Mama, kami senang Mama sadar. Kami senang Mama sehat.

Tepat pada tanggal 31 Desember 2016 Mama dibolehkan pulang ke rumah setelah kurang lebih sudah 5 hari dirawat di rumah sakit. Dokter bilang, “Tidak mau kan merayakan tahun baru di rumah sakit?” Kami sungguh bersukacita karena kami dapat berkumpul kembali dan tidak di rumah sakit. Mama bercerita Mama sungguh takut ketika dia tidak sadar karena Mama belum melihat kebahagiaan seperti abang yang belum menikah dan adik yang tahun depan baru akan wisuda. Mama bilang Mama melihat aku menangis ketika Mama tidak sadar waktu dibawa ke rumah sakit.



Pada akhirnya kado yang sudah kami buat untuk Natal kami gunakan untuk tutup tahun 2016, setidaknya berguna untuk kami pakai. Dan semua sungguh berbahagia. Kebahagian muncul kembali di saat Mama kami sudah sadar dan sehat, Mama sangat berarti dalam hidup kami. Tak terbayangkan olehku kalau pada saat itu Mamaku tak ada, aku pasti masih menangis dan menyesal sangat karena sibuknya diriku akan pekerjaan dan keluarga kecilku.

Sekarang apabila aku kangen, aku mengunjungi Mamaku segera dan tak peduli itu hari apa, pukul berapa, karena aku takut menyesal, takut tak melihatnya lagi. Namun kita harus sadar bahwa kita semua akan kembali pada Yang Kuasa. Hanya tinggal menunggu waktu Tuhan akan tetap memanggil kita semua.    





(vem/nda)