Batik, kain ikat, dan tenun memang menjadi ciri khas fashion item Indonesia. Corak dan warnanya yang khas membuat kita bangga menggunakannya.
Namun demikian, pemikiran ini musti sedikit disesuaikan ketika seseorang berniat memasarkan fashion Indonesia ke ranah dunia. Pasalnya, tak semua warga global menyukai corak dan warna yang agak gelap --seperti batik pada umumnya. Maka itulah Nonita Respati, pemilik rumah fashion, Purana, mencoba menyesuaikannya dengan selera masyarakat global. Di mana warna dan desainnya beradaptasi dengan sesuatu yang lebih modern dan simpel.
"Kami ingin memiliki produk yang tidak hanya sekadar fashion product dari Indonesia. Tapi juga fashion yang bisa berkompetisi pasar internasional," ujar Nonita ketika berbincang dalam acara 'Bank Commonwealth dan Austrade Dukung Pengusaha Perempuan Tembus Pasar Internasional' di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Senin (11/12).
"Kami terus bekerja sama dengan para seniman kain untuk bisa maju bersama. Kami juga berusaha agar kain Indonesia terlihat lebih modern karena tidak semua budaya bisa menerima warna dan pola (kain Indonesia) klasik. Maka itu dibuat lebih modern dan simpel," tambah Nonita yang pernah diundang ke LA Fashion Week 2017 itu.
Keinginan untuk menembus dunia internasional juga dikatakan Liza Yahya --pemilik rumah mode Kanzi Collection. Dikatakan Liza bahwa ia memulai gebrakan bersama kain ikat dan tenun di Jakarta Fashion Week 2017 dan ingin berangkat ke ranah fashion internasional.
"Orang zaman dulu menggunakan kain ikat untuk menandakan kekuasaan. Dan dulu banyak orang yang datang ke Indonesia untuk melihatnya. Sayang sekali jika saya, wanita Indonesia, tidak mengangkat heritage itu sendiri," kata Liza dalam perbincangan yang sama.
Untuk bisa go international, Liza mengaku butuh banyak bimbingan. Sebab, ilmu marketing yang diketahuinya dari sang ibu ternyata masih jauh dari apa yang dibutuhkan di kelas dunia. "Tadinya saya merasa cukup dengan pengalaman dari orangtua, tapi seiring berjalannya waktu, saya belajar banyak hal soal finansial," tambahnya.
Bimbingan finansial untuk mencapai go international didapat Nonita dan Liza melalui program Women Investment Series (WISE)- Women in Global Business Indonesia (WIGBI) dari Bank Commonwealth. Dalam program yang berbentuk mentoring ini, Nonita dan Liza dibantu dalam pengetahuan financial audit dan report, marketing audit, business plan, branding protection, networking, dan capacity building.
Di akhir program yang berjalan selama sembilan bulan itu, keduanya kini memiliki kemampuan serta rujukan untuk mengembangkan bisnisnya sebagai brand internasional.
"Salah satu yang terpenting buat kami adalah memberikan edukasi keuangan untuk perempuan Indonesia. Kami di bagian SME juga merasa terpanggil untuk memajukan usaha perempuan agar keterampilan mereka di bidangnya semakin berkembang," ujar Ida Apulia Simatupang selaku Director of SME Banking Bank Commonwealth Indonesia.
Nonita dan Liza sendiri mendapat kesempatan ini setelah mendaftarkan diri pasca Jakarta Fashion Week 2017. Saat itu, keduanya dianggap memenuhi kriteria, antara lain memiliki usaha minimal empat tahun dengan omzet Rp1 miliar. "Kami membantu mempersiapkan agar bisnis mereka lebih besar lagi dan go international," tambah Ida.
Sangat inspiratif ya Ladies. Dengan semangat awal memajukan kain Indonesia, Nonita dan Liza akhirnya membuktikan bahwa fashion Tanah Air juga bisa berjaya di kelas dunia. Sukses terus ya Sis....
(vem/zzu)