Kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Ayah Aku Rindu ini menghadirkan luka. Meski begitu, ia memilih untuk bertahan dan menjaga perasaannya.
***
Papa...
Tak akan cukup lembaran-lembaran ini jika aku menorehkannya dengan tinta, bagaimana bahagianya masa kecilku. Aku masih mengingat setiap detilnya. Aku masih mengingat wanginya tubuhmu. Aku masih mengingat gerak tubuh dan suaramu. Aku masih mengingat sejuknya dan hangatnya udara kala bersamamu.
Ada beberapa kata yang bisa menggambarkan rasaku saat itu, saat bersamamu. Aman, damai, bahagia, berani, percaya, dan masih banyak kosakata lain yang tersisa dan tak mampu aku mengungkapkannya. Saat Papa ada di dekatku, aku tak berani berbuat salah untuk mengecewakanmu. Rasa bangga dan besar hati tak dapatku hindari ketika ia terselip di benakku, saat mendengar puja-pujimu.
Namun, secepat kilat semua rasa itu seperti terkutuk untuk jiwaku. Hilang terenggut begitu saja tanpa aku mampu menahannya. Terjadi saat bahtera yang kau bangun dengan Mama porak poranda. Aku tak mengerti apa yang aku rasakan saat itu. Terlebih lagi tiba-tiba hadir seseorang yang baru yang mendampingi hidupmu. Hatiku tersayat saat tahu bahwa ia seusia denganku.
Itulah kehilangan. Aku kehilangan semua rasa. Aman, damai, bahagia, berani, percaya, dan kosakata lainnya. Jangan pernah tanya seperti apa air mata untuk ini, karena aku tak pernah meneteskan air mata. Amarah pun sama. Aku tetap punya stok senyum untuk diberikan kepada Papa. Dari mana itu berasal? Entah... kadang aku merasa itu berasal dari kepalsuan diriku. Atau mungkin dari pelarianku. Atau dari tak peduliku. Atau dari amarahku. Entahlah...
Lagi-lagi aku tak mengerti yang aku rasakan. Aku kehilangan bingkai dirimu yang begitu indah tentang sosok ayah. Lambat laun ia merambat pada penilaianku tentang sosok seorang pria. Yang jelas, aku seperti berjalan terombang-ambing mencari arah. Kemudian makin membingungkan ketika aku bertemu pria demi pria dalam hidupku yang mengaku pembawa cinta sejati, ternyata hanya cinta tak pasti.
Bersyukur akhirnya aku berani menjalani bahtera rumah tangga dengan pria yang berani pula memintaku padamu. Pria yang datang dengan balutan iman, ingin menyempurnakan setengah agamanya denganku. Perlahan-lahan aku menemukan jawaban dari ketidakpahamanku. Namun rasa itu, rasa saat berada bersamamu, kini semua tak lagi pernah sama.
Papa...
Saat aku menyadari kau tak pernah pergi membawa cintamu yang pernah kau hujani padaku, saat itu pulalah aku begitu merindukan Papa. Namun, ada dia yang selalu mengiringimu, sosok ibu yang bukan mama untukku. Perempuan yang usianya bagai sebuah cermin yang retak buatku. Perih ini tak pernah pergi, amarah itu masih mampu mendidihkan kalbu, merobek-robek segalanya, meronta-ronta ke segala penjurunya, membanjiri seluruh raga dengan air mata nestapa. Sebuah kata tanya yang tak pernah mau kutanyakan dan tak pernah pula aku ingin jawaban, "Kenapa dia, Pa?"
Aku menarik napas panjang, kembali menahan air mata saat menuliskan kata demi kata pada tulisan ini.
Saat kau mengetuk pintu rumahku, segelas teh hangat dengan rasa manis-manis jambu kesukaanmu akan selalu terhidang penuh cinta, walau ia tak mampu menjadi obat rinduku. Aku sangat sadar dan merasakan, cintamu tak pernah berubah. Semua tergambar dalam kerutan kulit wajahmu, putih rambutmu, dan suara lembutmu saat berbicara dengan putra putri kecilku.
Papa, ketahuilah seberapapun besarnya rasa kecewaku, tak pernah kuizinkan kedurhakaan hadir pada jasad dan ruhku, walau hanya setitik debu yang ingin melintas dalam benakku. Aku masih selalu merindukanmu. Tak bisa aku gambarkan seperti apa rasanya, rasa rindu yang melekat pada luka yang tak pernah kering.
Ketahuilah, rinduku padamu selalu beriringan dengan doa berbalut tawakal yang tak henti aku melatihnya. Jika di dunia ini hati kita tak lagi seutuhnya bisa terpaut, aku memohon agar kelak Tuhan akan menyatukannya.
Di suatu saat nanti...
Di tempat yang abadi...
Di sisiNya.
Aamiin Yaa Rabb.
- Semoga Masih Ada Kesempatan untuk Membahagiakan Ayah yang Kini Jauh di Mata
- Ayah Aku Merindukanmu, Ternyata Menanggung Semua Sendirian Itu Menyakitkan
- Saat Ayah Memilih Wanita Lain, Kuingat Malam Itu Ibu Bilang Ingin Mati
- Sudah 15 Tahun Kita Berpisah, Apakah Ayah Sehat-Sehat Saja?
- Kata-Kata Ini Seharusnya Kuungkapkan Saat Ayah Masih Hidup
(vem/nda)