Perjuangan Menuju Indonesia yang Penuh Toleransi

Fimela diperbarui 20 Nov 2017, 18:00 WIB

Dari lahir hingga sekarang berumur 30 tahun lebih, saya hidup di Jakarta. Kota yang sudah biasa menerima keberagaman. Tapi Jakarta akhir-akhir ini beda. Tak sedikit orang yang mulai mempermasalahkan agama dan suku. Di socmed pun banyak status-status yang tidak sensitif dan menyinggung berbagai agama, suku dan ras. Dari mulai soal politik, hingga dunia hiburan, semua dikaitkan dengan agama. Seolah toleransi mulai memudar di kota Jakarta, yang seharusnya menjadi contoh buat daerah lainnya.

Saya yakin, keresahan akan toleransi ini dirasakan juga oleh banyak orang. Beruntung saya dikenalkan kepada sebuah yayasan yang bernama Sabang Merauke. Nama Sabang Merauke sendiri adalah sebuah singkatan dari “Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali”.

“Kami akan mengirim 1000 anak bangsa yang terbiasa tinggal di keluarga homogen. Kami minta mereka tinggal di keluarga yang memiliki suku, dan agama yang tidak sama. Kami berharap saat program selesai, mereka bisa menciptakan riak-riak damai dan toleransi di ujung-ujung Indonesia,” Demikian ujar Mieske Demitria Wahyu, co-founder Sabang Merauke di acara Beauty in Diversity bersama The Bodyshop Indonesia beberapa waktu lalu.

Di acara tersebut saya diberi kesempatan melihat video seorang anak asal Sumatera Barat, yang mengikuti program yayasan ini, dan tinggal di Jakarta, di keluarga Tionghoa, yang memiliki agama yang berbeda dengannya. Anak tersebut tinggal bersama hostnya selama satu bulan (selama liburan sekolah).

Di video tersebut terlihat bahwa, kepercayaan antara si anak dan keluarga host tak terjalin dengan mudah. Masalah kepercayaan adalah sumbernya. Beberapa hari pertama, si anak bahkan menolak memakan apapun yang disajikan oleh keluarga host. Namun seiring berjalannya waktu, semua itu berubah. Mereka lebih mengenal budaya dan agama satu sama lain dan kemudian menjadi saling menghormati.

Kisah lain juga diceritakan langsung oleh Daniel, seorang host yang beragama Nasrani, yang menerima anak berasal dari Padang bernama Rafi. “Bukan hanya Rafi yang belajar bertoleransi dengan kami, tapi kami sekeluarga juga menjadi lebih mengerti dan berempati satu sama lain,” Ujar Daniel.

Ingin ikut turut serta menjaga toleransi, The Bodyshop Indonesia mengambil tema “Beauty in Diversity” untuk program sosial akhir tahunnya. “Kami merasa, perkembangan dunia digital malah tidak searah dengan semangat toleransi. Untuk itu kami juga ingin ikut menyebarkan pesan keberagaman,” demikian ujar Aryo Widiwardhono, CEO The Bodyshop Indonesia.

Kamu, para penggemar produk The Bodyshop juga bisa ikut serta membantu Sabang Merauke menjalankan programnya dengan ikut menyumbangkan sebagian penghasilan di gerai-gerai The Bodyshop seluruh Indonesia. Semoga semangat toleransi kembali merebak di Ibu Pertiwi.

(vem/kee/ivy)