Video singkat yang berisi pemukulan gadis muda, Shafa Aliya, terhadap artis Jeniffer Dunn ternyata berbuntut panjang. Shafa yang melakukan ini karena kesal atas perselingkuhan Jennifer dengan ayah kandungnya, malah balas dipukul oleh sang ayah, Faisal Haris.
Video yang berisi suara pemukulan itu pun juga sudah viral pada Senin (20/11). Tidak ada aksi pemukulan yang terekam di dalam video tersebut namun berisi suara perdebatan antara Shafa dengan Faisal dan berujung pada pemukulan Shafa. Dalam sebuah wawancara di TV swasta, Faisal mengaku bahwa ia memang melakukan pemukulan itu.
"Saya akui saya memukul. Kenapa saya memukul? Karena anak saya membentak dan memaki saya. Saya ingatkan jangan lakukan itu pada saya. Saya Ayah kamu, tolong ya saya ingatkan kamu," ujar Faisal.
"Saya punya hak mendidik anak saya. Itu kewajiban saya mendidik anak saya, anak saya (masih) 14 tahun," tegasnya.
Atas perlakuan pemukulan ini, Elizabeth Santosa dari Komnas Anak menyatakan bahwa kunci masalah ada di orangtua. Shafa sebagai anak bisa melakukan pemukulan tersebut karena kesal atas kelakuan ayahnya yang memiliki wanita simpanan lain. Sedangkan dari sisi pernikahan, sang ayah masih terikat secara negara dan agama dengan ibu Shafa. Inilah yang bisa memicu kekesalan sehingga berujung pada pemukulan pada sang wanita lain.
(Baca: Suami Direbut Jennifer Dunn, Ini Curhat Pilu Sang Istri Sah)
"Pihak bapak harus menyelesaikan baik-baik permasalahan ini dengan si anak. Jelaskan bahwa iya dirinya bersalah karena punya orang lain. Tapi si bapak juga harus menyelesaikan urusannya dengan pihak ibu dengan bercerai," ujar Miss Lizzie, sapaan akrab Elizabeth saat berbincang dengan kru vemale.com.
"Pihak ibu pun harus menjelaskan dengan sebaik mungkin soal perceraian keduanya. Ini kuncinya di orangtua yang mesti memberi penjelasan," tambah Miss Lizzie yang juga seorang psikolog itu.
Dampak dari putusnya komunikasi orangtua pada anak inilah yang akhirnya berujung pada Shafa yang memviralkan pelabrakan pada Jennifer dan pemukulan ke dirinya. "Viral adalah bentuk putus asa si anak untuk membawa kembali ayah kepada ibunya," ujar Miss Lizzie.
Namun demikian, Miss Lizzie menilai bahwa pemukulan yang dilakukan sang ayah bisa dimasukkan ke ranah hukum karena sudah masuk tindak kekerasan. Anak yang menjadi korban bisa meminta pendampingan pada pihak keluarga yang berusia di atas 18 tahun untuk menyampaikan laporan. Tujuan pelaporan bisa ke kepolisian atau pun ke Komnas Anak.
Nantinya pihak kepolisian atau pun Komnas Anak akan melakukan verifikasi dua pihak. Termasuk mencari keterangan dari sisi orangtua yang melakukan pemukulan. "Pemukulan ini ada beberapa jenis, ada yang karena anaknya bandel atau pun nyolot. Orangtua akan merasa bahwa pemukulan adalah bentuk pendidikan pada anak," kata Miss Lizzie.
"Tapi Komnas tidak memiliki kekuatan hukum, yang bisa kami lakukan adalah mediasi atau pun berupa teguran," tambahnya.
Sebagai solusi, Miss Lizzie menyarankan adanya komunikasi di dalam keluarga Shafa dan kedua orangtuanya. Harus ada momen perbincangan mendalam soal ketidakcocokan lagi di antara kedua orangtuanya sehingga si anak bisa memahami --sesakit apapun hasilnya.
Meski hasil perbincangan itu berakhir pada perceraian, setidaknya ada 'closing' di antara pihak ibu dan bapak sehingga si anak paham bahwa mereka memang tidak bisa disatukan kembali.
"Pahamilah untuk bertindak sebelum berpikir karena ada berbagai aspek yang terlibat. Saat ada anggota keluarga kita yang viral dan dipermalukan maka kita juga akan dikaitkan dengan orang tersebut. Ada banyak jalan lain selain kekerasan," tutup Miss Lizzie.
(vem/zzu)