Ada pepatah bilang bahwa buku ialah jendela dunia. Namun sayang, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Data UNESCO tahun 2012, menemukan dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang membaca. Hasil data tersebut, hanya setingkat di atas Botswana, Afrika.
Bahkan, data baru di tahun 2016, menurut Mist Littered National In the World yang dilakukan Central Connecticut State University, minat baca orang Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara.
Padahal, menurut Kepala Perpustakaan Republik Indonesia, Muh Syarif Bando, membaca dapat mendukung kemajuan perekonomian. Sebab perpustakaan memiliki peran strategis antara lain mendukung pendidikan hingga pemberdayaan untuk kemajuan sosial dan ekonomi. Apalagi saat ini, teknologi maju begitu pesat, yang mempermudah kita untuk membaca di mana pun dan kapan pun.
"Perpustakaan berteknologi dapat mengedukasi masyarakat, yang dapat mengubah perubahan sosial ke arah positif dan membuka lapangan kerja," ujarnya saat ditemui dalam acara #SeribuCeritaPerpuSeru, di Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Banyak yang berfikir, budaya baca yang tidak relevan seperti 12 jam membaca. Menurut, Syarif membaca bukan sekedar berapa lama kita membaca namun apa yang bisa kita terima dan rasakan dari membaca melalui aplikasi atau advokasi teknologi perpustakaan.
"Masyarakat memang harus diubah pola pikirnya. Seperti petani, agar lebih kreatif. Seperti buah kelapa dikirim ke Thailand, tapi kita malah beli santan asal sana, padahal harga cukup mahal," tambahnya.
Menurut syarif, banyak orang yang harus mengerti pula tentang pemahaman literasi. Seperti, ditanamkan minat baca, belajar menulis dari pra taman kanak-kanak hingga Sekolah Dasar, mulai mengenal sebab-akibat dari Sekolah Menengah Pertama. Nah literasi baru bisa dipahami saat Sekolah Menengah Atas, yang mampu mempresentasikan ide dan gagasan. Ketika level Mahasiswa, sejauh mana dapat menciptakan barang dan jasa sesuai dari yang mereka pelajari.
Syarif pun menambahkan, kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ini turut berdampak pada modernisasi perpustakaan dengan layanan digital agar dapat memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Oleh sebab itu, program PerpuSeru yang digagas Coca-Cola Foundation Indonesia dengan dukungan Bill & Melinda Gates Foundation, memiliki program yang dapat mengembangkan perpustakaan umum menjadi pusat belajar masyarakat yang memberikan pelayanan berbasis teknologi informasi.
PerpuSeru yang kini telah berada di 586 Perpustakaan Desa dan 104 perpustakaan Kabupaten di 18 propinsi ini telah memberikan dampak sosial pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Titie Sadarini, Chief Executive Coca-Cola Foundation Indonesia, mengatakan bahwa dampak nyata dari program ini adalah dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, diantaranya mendapatkan pekerjaan, peningkatan pendapatan, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan prestasi pendidikan, meningkatkan pengetahuan kesehatan, sebagai media aktualisasi diri, terciptanya peer support group di antara masyarakat, menyalurkan hobi, serta pengembangan usaha di masyarakat.
"Melihat dampak yang terjadi di atas, pengembangan perpustakaan berbasis informasi teknologi menjadi sangat penting diperluas untuk memberikan dampak yang lebih masif bagi masyarakat," ujarnya.
PerpuSeru pun akan menggelar acara road show “Seribu Cerita PerpuSeru” agar lebih banyak masyarakat yang terinspirasi oleh kisah-kisah sukses yang telah dihasilkan oleh PerpuSeru di 7 kota untuk berbagi cerita inspiratifnya dan memberikan pembekalan agar masyarakat yang hadir di PerpuSeru mendapat motivasi untuk datang dan belajar ke perpustakaan untuk meningkatkan kualitas hidup hingga lingkungannya.
(vem/asp/apl)