Empat Tahun Bersama, Mereka yang Selalu Ada di Saat Titik Terendah

Fimela diperbarui 26 Okt 2017, 19:30 WIB

Kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Kocok-Kocok Ceria ini menggambarkan ikatan persahabatan yang begitu hangat dan erat. Sungguh beruntung bila kita bisa memiliki sosok sahabat terbaik dalam hidup kita.

***

Empat tahun lalu aku dipertemukan dengan mereka. Tujuh orang perempuan dengan latar belakang suku, agama, dan ras yang berbeda denganku. Hanya satu yang sama saat itu. Kami semua merupakan mahasiswa yang berada dalam jurusan yang sama. Kami, yang awalnya tidak mengenal satu sama lain, dan entah bagaimana awalnya, menjadi dekat. Hingga akhirnya kami menggabungkan diri dalam suatu kelompok yang kami beri nama Juvenile.

Nama Juvenile ini sendiri merupakan usulan salah satu teman saat kami ingin membentuk group chat. Dan karena tidak ada usulan nama yang lain, akhirnya nama inilah yang kami pakai hingga sekarang.

Yang Membuat Aku Menyukai Mereka adalah…
Mereka tidak memandangku sebagai orang yang pendiam dan pintar seperti yang selalu orang lain lakukan. Di mata mereka, aku banyak bicara dan konyol. Lucu memang kenapa aku tidak suka dengan penilaian orang lain terhadapku, apalagi dengan cap “pintar” yang mereka berikan. Tapi sejak kecil kebanyakan orang-orang yang tahu aku “pintar” akan datang mendekat saat mereka butuh. Setelah itu? Mereka akan hilang entah kemana. Itulah kenapa aku paling hanya punya satu atau dua teman dekat saat sekolah. Dan saat memiliki tujuh orang teman seperti Juvenile, aku merasa sangat beruntung.

Kelebihan lain dari Juvenile adalah mereka memiliki selera humor yang bagus dan tidak bisa berhenti bicara. Sering sekali saat kami berkumpul, orang-orang di sekitar akan memandangi kami karena suara tertawa atau suara berbicara kami yang lantang. Tapi bukannya berhenti karena malu, kami malah akan lanjut tertawa atau berbicara lagi.


    
Juvenile lebih suka tampil dengan makeup natural. Mereka juga lebih suka jajan di kantin fakultas sebelah ketimbang nongkrong di tempat hits dan Instagramable seperti yang kebanyakan anak-anak seusia kami lakukan. Persamaan-persamaan inilah yang membuat kami menjadi begitu dekat. Saking dekatnya, setiap saat, dan hampir di setiap mata kuliah, kami akan selalu duduk berdekatan. Jika ada tugas kelompok, kami akan memilih untuk satu kelompok. Tapi di luar urusan kuliah pun kami tetap dekat. Saat libur semester panjang, kami akan menyempatkan untuk sesekali berkumpul. Kami juga selalu memberikan surprise, walaupun hanya kecil-kecilan, ke teman yang berulang tahun.
    
Momen Paling Berkesan Saat Bersama Mereka
Waktu itu, saat aku berada di tahun ketiga perkuliahan, aku datang ke rumah sakit karena merasa ada sesuatu hal yang berbeda di mataku. Saat diperiksa, dokter bilang kalau aku memiliki tumor palpebra (tumor kelopak mata). Dokter menyarankan untuk segera dioperasi, untuk mencegah hal yang tidak-tidak. Namun karena aku harus mengikuti ujian akhir semester (UAS) mulai minggu depan, aku meminta agar operasiku ditunda hingga saat ujianku selesai.

Aku sempat tertekan dengan situasi ini. Tapi aku hanya menyimpan masalahku sendiri. Toh buat apa orang lain tau masalah ini? Tidak ada untungnya juga untuk mereka. Namun sepintar apapun aku menyimpan masalah ini, ada beberapa teman dari Juvenile yang tetap menyadari ada yang berbeda dari perubahan sikapku. Mereka menanyakan kenapa aku lebih banyak diam. Dan aku hanya akan menjawab, “Lagi menghafal materi buat ujian nanti.”

Dua minggu berlalu hingga akhirnya UAS selesai. Hari operasiku pun semakin mendekat. Beberapa hari sebelum operasi Ayahku pulang ke kampung halaman karena mendapat kabar nenekku sedang sakit keras. Ibuku juga tidak mungkin bisa seharian menemaniku di rumah sakit karena harus mengurusi urusan rumah. Akhirnya, dengan sangat terpaksa, dua hari sebelum operasi, aku mengabari teman-teman Juvenile kalau aku akan dioperasi agar ada yang menemaniku di rumah sakit.

Awalnya mereka mengira aku hanya bercanda jika akan dioperasi. Namun yang tidak aku sangka, setelah aku menjelaskan semuanya, mereka memberikan support  penuh kepadaku. Mereka tidak henti-hentinya mengirimkan pesan sehingga aku sama sekali tidak merasa bosan selama diopname. Mereka juga mengirimkan doa kepadaku sebelum operasi dimulai. Dan tidak lama setelah aku keluar dari ruang operasi, mereka datang menjengukku.

Yang membuat momen ini menjadi berkesan adalah di dalam situasi ini, mereka tidak melihatku seperti orang yang harus dikasihani. Walaupun kondisiku cukup menyedihkan waktu itu. Mereka tetap sama. Tetap konyol seperti biasanya. Mereka bahkan seharian penuh menemaniku di rumah sakit. Sampai-sampai suster harus mengusir mereka dari kamarku karena mereka sudah melewati berjam-jam batas jam kunjung.

Hanya Juvenile yang benar-benar peduli denganku. Bahkan di saat teman-teman yang lain juga mengetahui kalau aku baru saja dioperasi, tidak ada yang menanyakan kabarku sedikitpun. Saat yang lain datang dan pergi, hanya Juvenile Law yang selalu ada. Bahkan di saat aku berada dalam titik terendahku.



Apakah Kami Pernah Bertengkar?
Tentu! Kami sering bertengkar untuk hal-hal sepele. Misalnya masalah pelajaran, cowok, atau sikap dari anggota lain yang kadang annoying.  Tapi kami tidak pernah bertengkar hebat, karena saat aku merasa kesal dengan yang lain, aku akan memendamnya dalam hati. Begitu juga dengan yang lain. Atau jika tahu ada yang sedang marahan, salah satu dari kami akan berusaha untuk mendamaikan.

Tidak selamanya juga kami menjadi berjauhan karena sedang bertengkar. Kadang juga karena kesibukan masing-masing dan jarang bertemu karena berbeda di kelas yang berbeda membuat jarak di antara kami. Kalau boleh, ada satu lagi cerita yang ingin aku bagikan.

Di semester terakhir kami kuliah, salah satu teman kami mendapatkan musibah. Ekonomi keluarganya sedang tidak baik. Padahal tinggal beberapa hari lagi batas pembayaran uang kuliah. Jika terlambat satu hari saja, konsekuensinya dia akan di drop out dari kampus.

Sebagai orang yang terdekat dan satu-satunya orang yang tau permasalahan ini, aku juga sempat stres dibuatnya. Hanya satu semester lagi dan kami akan tamat. Masa iya temanku harus drop out hanya karena tidak bisa membayar uang kuliah? Akhirnya setelah lama berpikir, aku berinisiatif untuk menceritakannya ke teman-teman yang lain. Aku berharap dengan menceritakannya, mereka bisa membantu untuk meringankan biaya kuliah temanku ini. Tapi jujur ada sedikit rasa takut di hatiku saat itu. Bagaimana aku harus mengatakannya? Mengingat kami berapa bulan belakangan ini juga jarang berkomunikasi. Semuanya sibuk dengan teman baru masing-masing karena kami semua berada di kelas yang berbeda. Masak giliran lagi susah aku langsung menghubungi mereka sih? Pikirku saat itu.

Tapi karena tidak ada pilihan yang lain, akhirnya aku memberitahukannya juga ke mereka. Di luar ekspektasiku, mereka semua menyetujui ideku untuk patungan agar bisa membantu teman kami membayar biaya kuliah.

Sebagai orang yang mengkordinir uang dari teman-temanku ini, aku cukup terharu melihat ketulusan hati mereka. Melihat mereka memberikan beberapa lembar uang puluhan ribu, membuat aku sadar betapa tulusnya persahabatan kami ini. Mungkin memang uang yang kami kumpulkan tidak bisa menutupi barang setengah dari biaya kuliah temanku. Tapi aku tahu, bahwa sumbangan yang mereka berikan adalah yang terbaik yang mereka bisa berikan. Mereka memberikan seluruhnya yang mereka punya untuk teman kami yang sedang kesulitan. Walaupun bukan aku yang di situasi sulit saat itu, tapi aku benar-benar tersentuh dan berterima kasih dengan kebaikan hati mereka.





 

(vem/nda)