Sudah sejak masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ninneta tahu ada yang tidak beres dengan kesehatan dirinya. Kesadaran yang terasa wajar mengingat riwayat kanker sangat kental dalam sejarah keluarga Ninneta. Ia sering mengalami mimisan tanpa sebab dan sempat mengira dirinya mengalami leukimia.
Pemeriksaan awal menyebut bahwa ia belum sampai di level leukimia. "Ternyata pemeriksaan menyebut aku masih 'satu langkah di belakang' leukimia," cerita Ninneta ketika bersua dengan kru vemale.com di bilangan Senayan, Jakarta.
Namun, masuk tahun 2002, perempuan bernama asli Jeanette Jacobus ini kembali menyadari bahwa tubuhnya kembali bereaksi terhadap zat asing ketika ASI yang diberikan pada anak sulungnya tidak lancar. Kecurigaan berlanjut saat di tahun 2004 pola menstruasinya datang tidak teratur.
"Karena Mamaku kanker, semua tanteku juga kanker, jadi aku sadar. Pikiran awalku adalah aku kena kanker serviks, tapi pas diperiksa ternyata aman. Ketika cek ke payudara barulah terlihat ada benjolan," kenangnya saat divonis kanker di usia 21 tahun.
Tak disangka oleh Ninneta bahwa reaksi awal dari dokter yang memeriksanya adalah masektomi payudara --pengangkatan payudara. Saran ini langsung ditolak mentah-mentah oleh Ninneta yang punya mimpi masih memiliki organ tubuh penting itu saat dia wafat nanti.
"Nooo...let me die with this (memegang payudara). Di saat usia segitu perempuan tengah memiliki payudara yang indah, masak saya sumpel kaus kaki," Ninneta berseloroh.
Akhirnya ia mencari second opinion di beberapa tempat. Hingga bertemu dengan satu dokter yang menanggapi dengan rileks penyakit mematikan itu dan hanya memintanya untuk melakukan kemoterapi.
Sejak itu, perempuan kelahiran 8 Juni 1983 ini rajin melawan kanker yang bersemayam di tubuhnya dengan kemoterapi. Tak kurang dari 49 kali ia melakukan kemoterapi dengan diselingi sugesti positif pada diri sendiri. Ninneta yang juga kehilangan ibu kandungnya karena kanker, menolak menyerah di haribaan penyakit mematikan itu.
"Dokter yang pertama kali menyatakan vonis kanker bilang kalau aku dipersilakan jika ingin menangis. Tapi aku bilang 'Orang mau sembuh kok disuruh nangis?'. Setelah kemo pertama malah saya nggak ngerasa apa-apa. Bisa jadi karena aku sudah terbiasa melihat keluarga yang terkena kanker," cerita perempuan yang kini aktif menjadi make up artist itu.
"Saya baru drop di kemo keempat karena saya nggak boleh melakukan kegiatan fisik apa pun. Itu yang lebih sedih karena ngga bisa ngapa-ngapain di rumah."
Meski demikian, Ninneta menjalanin kemoterapi-kemoterapi selanjutnya dengan mental baja. Dia menolak mengasihani diri sendiri dan melawan semua dampak kemoterapi pada tubuh. Sebagai contoh jika biasanya kemoterapi membuat nafsu makan seseorang jatuh, tidak demikian dengannya. Ia akan langsung merencanakan makan besar dengan menu-menu yang menggelitik lidah.
Ia juga tidak diperlakukan layaknya pesakitan oleh anggota keluarga. Ia malah diperlakukan seperti orang normal dengan aktivitas yang seumum mungkin. Inilah yang akhirnya membuat dia kuat menghadapi 49 kali kemoterapi sejak tahun 2004 hingga Juni 2017.
"Saya bisa 49 kemo karena metastasenya (penyebaran) dari payudara ke tengkorak tulang belakang, lalu ke tulang belakang, lalu ke kelenjar getah bening," paparnya mengenai kanker yang kini mengalami stagnasi itu.
Soal kekuatan mental yang dirasakan Ninneta, dia hanya punya satu idealisme menarik. "Di dunia ini kita punya thousand million things and cancer is just one bad thing. Tuhan memberi kita jutaan hal baik, masak cuma karena one bad thing kita melupakan semua berkah yang kita miliki?"
Ninneta kini aktif sebagai juru bicara Pink Shimmerinc ---sebuah komunitas support grup penyandang kanker payudara. Ia menjadi contoh penyintas kanker dengan pemikiran positif yang luar biasa. Terbukti dengan pemikiran macam ini ditambah dengan mental baja, ia bisa melalui derita fisik dan mental.
Perjuangannya tidak sendiri karena diperkirakan pada 2025, jumlah orang meninggal dunia akibat kanker meningkat menjadi 11,5 juta bila tidak dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian yang efektif. Yuk, dukung pejuang-pejuang kanker seperti Ninneta dan mulai sekarang jangan sungkan untuk memeriksakan diri. Think Pink, Act Pink!
(vem/zzu)