Uang...dibutuhkan tapi juga disembunyikan. Bukan maksud karena pelit atau kikir, melainkan karena uang terkait dengan kemampuan dan kemakmuran seseorang. Dengan uang pula seseorang bisa merasa insecure dengan kondisinya. Maka itulah uang menjadi sosok yang tabu dan kerap ditutupi kondisi sesungguhnya oleh seseorang.
Sayangnya ini juga membuat kita sebagai orangtua merasa tabu membicarakan uang pada anak. Masih banyak mitos yang tertanam di kepala kita bahwa anak tak perlu tahu masalah finansial dan lebih baik fokus saja pada pendidikannya.
Padahal sejatinya ini keliru....
Disampaikan oleh psikolog klinis dewasa, Tara de Thouars, bahwa pendidikan finanasial penting diajarkan oleh keluarga sedari dini pada anak. Sebab keluarga adalah sumber utama dalam memberikan arahan dan pengetahuan.
"Kalau bukan dari keluarga, dari siapa lagi anak akan belajar? Perlu diingat bahwa anak, khususnya remaja, bisa terpengaruh besar dari lingkungan dan teman. Apabila dia terpengaruh dan menyerap pengetahuan finansial dari lingkungan yang konsumtif, maka dia bisa stres menghadapi uang," kata Tara dalam media klinik '#BicaraUang' bersama Bank Permata di World Trade Center II, Jakarta Selatan, Selasa (19/9).
Ditambahkan Tara bahwa ada beberapa hal yang membuat orangtua merasa tak perlu berbagi pengetahuan finansial pada anaknya. Pertama, karena takut dibandingkan dengan orangtua lain. "Padahal rasa takut itu datang dari dalam diri orangtua sendiri yang merasa insecure dengan kondisi finansialnya," ujar Tara yang praktek di Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta Selatan itu.
Berikutnya adalah orangtua ingin terlihat mampu di mata anak-anaknya. Terakhir adalah karena pengetahuan uang tidak dianggap sebagai sesuatu yang penting dibicarakan.
"Bicarakan dalam bentuk diskusi, misalkan ajak bertukar pikiran dan dimulai dengan apa yang orangtua rasakan baru kemudian tanyakan pendapatnya. Contoh,'Mama lihat ada pengeluaran lebih untuk jajan kamu bulan ini, coba deh kamu lihat apa yang bisa dikurang dari ini, baiknya bagaimana'. Dengan begini anak diajak berdiskusi dengan cara demokratis," ujar Tara.
"Apabila anak diajak bicara dengan cara otoriter, dia hanya akan mengiyakan atau diam saja tapi tak ada satu pun perkataan kita yang masuk ke dalam kepalanya."
Menurut Ivy Widjaja, Head of Customer Segmentation & Marketing PermataBank, cara bicarakan uang pada anak tak perlu sekaku itu. Bisa diselipkan dengan cara permainan yang membuat kita sebagai orangtua nyaman dan si anak pun paham sesuai dengan daya tangkap usianya.
"Bimbing mereka dan berikan masukan, bukan mengarahkan dan menggurui. Sebab jika orangtua menggurui maka anak akan lebih suka bertanya pada temannya," ujar Ivy yang memiliki dua anak di usia remaja.
Libatkan juga semua anggota keluarga dalam diskusi manajemen keuangan, pengambilan keputusan, dan aktivitas yang sesuai usianya. "Jika ada lebih dari satu anak maka bersikaplah adil agar tidak menciptakan kecemburuan," saran Ivy lagi.
Gerakan #BICARAUANG sendiri digagas PermataBank bertekad untuk mendobrak mispersepsi tentang uang yang ada di masyarakat demi memberikan pemahaman holistik seputar keuangan bagi keluarga Indonesia. Untuk memudahkan pemahamannya dilahirkan pula sembilan serial E- guidebook yang dirancang untuk berbagai situasi keuangan yang mungkin terjadi di keluarga Indonesia.
E-guidebook ini dapat diunduh secara gratis di www.bicarauang.com. Program e-guidebook ini membahas mengenai prinsip dasar sistem keuangan serta tips dan worksheet yang dirancang khusus untuk dikerjakan secara individual ataupun bersamapasangan dan keluarga.
Financial literacy yang diharapkan dapat dikembangkan adalah seperti menentukan nilai penting (value), makna (purpose), tujuan (goal), sikap
(attitude), dan perilaku pengguna uang (financial behavior), membuat keputusan, dan membuat perencanaan keuangan.