Setiap Wanita Punya Hak Atas Tubuhnya Sendiri, Bukankah Begitu?

Fimela diperbarui 09 Sep 2017, 09:30 WIB

Kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba My Body My Pride ini menyuarakan soal bagaimana setiap wanita sesungguhnya punya hak atas tubuhnya sendiri. Setelah membaca ini, kamu akan menemukan sebuah pandangan baru soal berusaha untuk tetap menjadi diri sendiri di tengah banyak gunjingan dan cibiran.

***

Aku seorang perempuan yang tinggal dan besar di salah satu desa. Mungkin peradaban sudah mulai menggerogoti desaku namun tidak menyentuh pada pola pikir sebagian besar masyarakatnya. Acapkali kutemukan, atau bahkan kujumpai bagaimana masyarakat memandang seseorang hanya dengan fisiknya semata. Kemudian serta merta menggunjingkan perbedaannya dan mengeluarkan stigma negatif.

Aku tumbuh menjadi perempuan yang berbeda dari gadis-gadis di desaku, bersyukur karena orang tuaku memiliki pemikiran terbuka dan tidak terpatok pada satu titik mengenai fisik semata. Tubuhku adalah hakku, namun sering kali kudengar guyonan atau bahkan sindiran tajam dari orang-orang di sekelilingku. Bahkan dari orang-orang yang mengaku pemikirannya tersentuh oleh peradaban.

Aku berbeda, menjadi diriku sendiri tanpa harus terpasung oleh standar orang lain. Aku mengubah warna rambutku bukan karena aku tidak mensyukuri nikmat-Nya. Aku merawat kuku bukan untuk menunjukkan bahwa aku perempuan malas. Aku memakai denim, memakai celana bukan karena aku melawan kodratku sebagai perempuan. Aku memiliki lebih dari satu tindikan pada lubang telinga bukan berarti untuk menunjukkan pada dunia aku adalah perempuan urakan. Aku hanya menjadi aku, dan menjalani hidup sebagaimana jalan yang kuinginkan.



Tubuhku adalah hakku sendiri. Aku berhak mengecat rambutku tanpa harus dipandang rendahan. Aku berhak memakai celana pendek tanpa harus diingatkan mengenai fisikku yang tidak cantik. Aku berhak atas apa yang kulakukan pada tubuhku, selama itu tidak melanggar norma dan ajaran agama yang kuanut.

Namun kadang kala, nada sinis yang kudengar atau bahkan perkataan tajam secara terang-terangan acap kali membuatku minder, atau bahkan terlalu takut untuk menemui lingkunganku sendiri. Kadang aku masih tidak mengerti, bagaimana mendobrak wawasan masyarakat yang terpasung pada standar baik yang mengikat. Bagaimana mengubah pola pikir mengenai fisik yang masih menjadi titik ukur kepribadian seseorang.

Aku hanya berpikir bahwa setiap orang berhak atas tubuhnya sendiri tanpa perlu diberikan perkataan sinis yang mengekang. Aku berharap, bahwa harusnya dengan peradaban yang semakin maju, masyarakat juga memiliki pola pikir yang semakin maju. Bahwa setiap orang khususnya wanita berhak atas tubuhnya sendiri, bukankah begitu, ladies?




(vem/nda)
What's On Fimela