Dua Minggu Jelang Pernikahan, Calon Suamiku Malah Mengawini Gadis Lain

Fimela diperbarui 22 Agu 2017, 14:30 WIB

Jangan dibaca kalau kamu mudah terharu dan menitikkan air mata. Kisah salah satu sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Stop Tanya Kapan ini benar-benar menyesakkan dada. Bagaimana bisa, pria yang tadinya berjanji akan menikahi malah mengawini gadis lain.

***

Hai,

Namaku Yena, anak kedua dari lima bersaudara. Aku memiliki tiga adik perempuan yang semuanya sudah berumah tangga, dan satu kakak laki-laki yang juga sudah berkeluarga. Setiap harinya aku sibuk dengan aktivitas mendesain serta menjahit baju pesanan konsumen di tempat usaha yang kubuka sendiri. Setiap hari ada lebih dari lima orderan baju yang masuk.

Waktu santaiku bersama keluarga nyaris terenggut setiap waktu, maklum saja aku tidak memperkerjakan staf. Sebab beberapa waktu lalu aku pernah dikhianati oleh pegawaiku sendiri. Ia melarikan uang hasil orderan baju di tokoku. Dan saat ini rasa trauma itu masih membekas di hatiku.

Berbicara masalah umur, sudah barang tentu usiaku tak lagi muda. Kini aku menginjak kepala tiga, tepatnya 33 tahun. Begitu layak untuk berumah tangga bukan? Jika aku sudah menikah, mungkin anakku sudah duduk di sekolah dasar. Tapi beginilah realitanya, hingga saat ini Allah belum juga mengirimkan seseorang yang telah Ia janjikan. Sesekali aku berkontemplasi dan berkata pada diriku sendiri, apakah memang aku tak memiliki jodoh di dunia ini? Apakah tak ada nama seseorang yang tertulis di Lauhul Mahfudh untuk menjadi teman hidupku?

Lagi dan lagi aku suudzon kepada Tuhanku. Acapkali aku menyemangati diri sendiri, bahwa suatu saat nanti akan ada yang datang meminangku, tapi tidak jarang juga aku down begitu saja dengan pertanyaan "kapan". Pertanyaan yang kerap memanas di telingaku dan merintikkan air mataku.

Pernah suatu ketika, aku kedatangan seorang konsumen untuk menjahit baju kantoran, ia banyak berbicara denganku di luar pembahasan baju yang ia pesan. Dia bertanya mulai dari perjalananku membuka usaha sendiri sampai keluargaku, tiba-tiba ia bertanya, "Mbak, anak Mbak sudah kelas berapa?" Pertanyaan yang begitu sederhana, tapi membuat aku begitu terpuruk, tapi kujawab sambil tersenyum, "Saya belum menikah, Mbak."

Wanita itu meminta maaf atas pertanyaannya, aku memang sudah menebak ia akan bertanya perihal statusku. Karena ia pasti tak menyangka, melihat aku yang begitu giat mencari nafkah hingga tak semenit pun aku punya waktu istirahat, tetapi ternyata aku masih single. Wanita itu pun segera mencari tema lain untuk tidak semakin merusak suasana, hingga pada akhirnya ia pamit pulang. Ia berkata akan kembali datang mengambil orderannya sepekan lagi.

Seminggu kemudian, wanita itupun datang kembali dengan seorang laki-laki berbadan kekar, tinggi dan memiliki kulit kuning langsat. Aku menyangka laki-laki tampan itu adalah suaminya, sebab sebelumnya ia pernah mengatakan ia sudah berkeluarga namun belum dikaruniai anak. Tapi usut punya usut ternyata itu adalah kakak laki-lakinya, yang sengaja ia ajak untuk ia perkenalkan padaku.
“Mbak, ini kakakku, kenalin.”

Aku berjabat tangan dengan laki-laki berlesung pipi itu. Aku perkirakan umurnya kisaran 35 atau 36, tapi ternyata tebakanku salah. Ia berusia 40 tahun, hanya saja wajahnya terlihat lebih muda dari usianya karena menurut penuturannya saat kami berbicang-bincang ia rajin merawat tubuhnya dengan berolahraga rutin. Dan ternyata yang membuat aku sedikit syok adalah kenyataan bahwa setahun yang lalu ia ditinggal pergi oleh istrinya yang sudah dinikahinya selama 9 tahun. Namun, ketika aku bertanya “mengapa” ia menjawab samar-samar, sehingga aku tak bisa mengambil kesimpulan dari jawaban yang ia berikan.



Singkat cerita, ia kerap menghubungiku via What's App, ia juga mengatakan serius ingin membuka lembaran baru denganku. Aku begitu girang dan bergegas mengatakan kepada orang tuaku bahwa ia akan segera datang ke rumah untuk memintaku. Setiap hari aku nyaris mabuk asmara karena bahagia yang bertubi-tubi. Maklum saja, ini kali pertama ada seseorang yang dekat denganku lalu langsung mengutarakan keseriusannya denganku.

Tibalah saatnya ia datang ke rumah dan berbincang dengan orang tuaku, dan mereka sudah tepat menentukan pernikahan kami, yaitu dua bulan lagi agar tidak terkesan mendadak. Lagipula kami harus menyiapkan segala kebutuhan di hari H nanti.

Sebulan kemudian, ia sudah jarang menghubungiku. Aku tetap berpikir positif, mungkin dia tengah sibuk dengan urusan kantornya. Aku tetap sabar menunggu setiap balasan What's App darinya, walaupun terkadang pesanku tidak ia baca berhari-hari lamanya walau ia terlihat sedang online. Aku tetap beranggapan positif agar hubungan kami tetap baik-baik saja. Dua minggu menjelang pernikahan, aku mendengar kabar dari adiknya, bahwa ia sudah menikah dengan seorang gadis asal Sunda yang baru saja lulus sarjana.



Sedangkan semua kerabat sudah mengetahui informasi pernikahan kami. Orang tuaku sangat kecewa akan sikap laki-laki tak bertanggung jawab itu, ia pergi meninggalkanku tanpa ada pesan satu kata pun. Untuk menutupi rasa malu, orang tuaku menjelaskan kepada tetangga dan saudaraku bahwa pernikahan kami diundur beberapa bulan lagi, yang mana orang tuaku tidak mengatakan bulan dan tanggal yang jelas kepada mereka, berdalih karena si calon laki-laki sedang menyelesaikan proyek di luar kota.

Aku sangat tertekan dengan kondisi ini dan melihat kekecewaan orang tuaku, hingga saat ini sudah tiga bulan lamanya aku diputuskan begitu saja. Sementara setiap berjumpa dengan tetangga dan saudaraku, mereka kerap bertanya kapan pernikahan kami dilaksanakan. Tanpa mereka tahu bahwa hubungan kami sudah kandas.



Setiap mendengar kata kapan, hatiku seperti disayat pisau tajam, trauma yang amat mendalam yang tak pernah kulupakan dalam hidup. Hingga tiba masanya aku tak mau berpura-pura lagi di hadapan banyak orang tentang hubunganku dengan si pengecut itu, ketika saban hari teman SMA-ku Vira bertanya, “Yen, Kapan tanggal akadnya?”

Dengan spontanitas aku menjawab bahwa aku sedang proses bertanya kepada Allah tentang tanggal yang tepat untuk pernikahanku, Vira tampak kebingungan atas jawabanku. Lalu aku menjelaskan semua tentang hubunganku yang terhenti tanpa ada alasan.

"Doain aja, supaya Allah segera mempertemukanku dengan seseorang yang terbaik menurut-Nya," ujarku sambil tersenyum getir.

Hingga akhirnya Vira paham akan kondisiku yang begitu tawakal. Hingga selang seminggu, beredarlah kabar di lingkungan rumahku perihal pernikahanku yang gagal. Dan pada akhirnya mereka juga tak terdengar lagi menanyakan kapan akad nikahku berlangsung. Aku rasa mereka begitu paham kondisiku.

 



(vem/nda)