Mempersiapkan Pernikahan dalam 2 Bulan, Ini yang Terjadi Kemudian

Fimela diperbarui 28 Jul 2017, 13:00 WIB

Mempersiapkan pernikahan hanya dalam waktu dua bulan? Wah, pastinya bakal stres ya karena banyak hal yang harus diurus. Seperti pengalaman sahabat Vemale dalam tulisan yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Here Comes the Bridezilla ini. Ia menceritakan betapa stresnya menyiapkan semua. Dan sang ibu pun juga ikut merasakan stres yang sama.

***

Terima kasih Vemale, yang sudah memberikan saya kesempatan untuk berbagi cerita tentang suka duka mempersiapkan pernikahan. Semoga cerita saya ini bisa memberikan inspirasi  dan motivasi kepada calon pengantin wanita yang sedang mempersiapkan pernikahan, juga untuk para istri yang ingin bernostalgia mengingat kenangan – kenangan pada saat menuju ke pelaminan.

Saya cuma punya waktu sekitar dua bulan untuk mempersiapkan pernikahan. Karena acara lamaran dilaksanakan di awal bulan Januari 2017 dan penentuan tanggal pernikahan adalah di tanggal 12 Maret 2017. Saya pikir dua bulan adalah waktu yang cukup untuk mempersiapkan sebuah acara pernikahan, tapi ternyata tidak. Mulai dari harus mengurus dokumen di KUA, melakukan foto prewedding, dan lain-lain. Apalagi pada saat itu saya benar-benar belum memutuskan vendor mana yang akan saya pilih untuk berpartisipasi dalam acara pernikahan saya nanti. Yang paling pusing adalah saya dan mama saya. Dari pihak suami sama sekali tidak bisa membantu karena mereka berasal dan tinggal di luar kota, sementara pesta pernikahan akan digelar di kota tempat saya tinggal yang juga merupakan kota kelahiran saya. Jadilah 100% persiapan acara dilakukan oleh pihak perempuan.

Sebagai langkah awal, saya mulai cari-cari referensi vendor. Berbagai referensi saya dapat dari media sosial seperti Instagram dan lain-lain juga dari informasi teman-teman. Akan tetapi ternyata kita butuh “feeling” atau intuisi sendiri yang kuat dalam memilih vendor yang tepat dan sayangnya dalam hal ini, “feeling” saya kebanyakan salah. Hehe.



Dimulai dari memilih perias. Awalnya saya dan mama sepakat untuk memilih perias yang katanya terbaik di kota saya. Reputasinya juga bagus, dari info teman–teman dan social media. Akan tetapi ketika kami melakukan meeting pertama kali, kami tidak mendapatkan kesan yang baik. Si owner yang langsung turun tangan melayani kami tapi juga sibuk dengan pekerjaannya yang lain. Mungkin memang sedang menangani banyak job, akan tetapi apa salahnya juga untuk fokus sebentar dengan kami karena kami adalah calon pelanggan yang akan membayar mahal dan butuh servis yang memuaskan. Dari situ akhirnya kami memilih perias terbaik yang kedua saja, yang ternyata lebih bisa fokus dengan kami di meeting pertama dan menjawab berbagai pertanyaan kami dengan jelas dan memuaskan.

Setelah sudah memutuskan pilihan untuk perias, selanjutnya saya harus memutuskan pemilihan tempat acara.  Saya memilih untuk mengadakan resepsi di sebuah hotel dibanding di gedung.  Jadilah saya mengirim email ke beberapa hotel yang ada di kota saya untuk mencari tahu penawaran paket wedding yang terbaik. Setelah rembukan dengan keluarga akhirnya saya memutuskan untuk memilih hotel “GTM”, sebut saja begitu. Karena biaya yang harus dikeluarkan untuk menikah di hotel cukup fantastis, jadi saya berharap pihak hotel bisa memberikan kepuasan kepada kami. Tapi ternyata, hasilnya jauh dari harapan saya.

Dalam mempersiapkan pernikahan, memilih vendor saja rasanya sudah bikin pusing tujuh keliling. Dan ditambah lagi dengan konflik-konflik dengan keluarga yang tidak disangka-sangka ikut memberatkan pikiran. Katanya, memang orang yang mau menikah akan diuji kesabarannya dan saya sudah membuktikannya sendiri.



Saya sering bertengkar sama mama kadang hanya karena masalah kecil (mungkin karena kami berdua sudah sama-sama stres). Kemudian ada konflik dari sepupu yang kecewa karena batal jadi pagar ayu setelah ada pertimbangan tertentu, yang bikin hubungan saya dan keluarga besar jadi tegang, belum lagi saya yang sering mengeluh dengan suami saya karena saya sangat lelah harus mempersiapkan semuanya sendiri tanpa dia. Karena waktu itu suami saya kerja di lokasi pertambangan dan baru bisa pulang H-2 sebelum akad nikah. Dan membuat saya juga kadang bertengkar dengan suami (yang waktu itu masih jadi calon suami). Pokoknya banyak hal-hal yang kita tidak menduga akan jadi masalah, ternyata bisa jadi cobaan bagi calon pengantin menjelang pernikahan.

Secara keseluruhan, saya cukup kecewa dengan acara pernikahan saya. Meskipun banyak yang bilang kalau resepsi saya berjalan sukses, tapi mereka tidak tahu apa yang ada di dalamnya. Vendor-vendor pernikahan saya melakukan kesalahan yang fatal di hari pernikahan saya. Contohnya perias yang datang terlambat dua jam dari jadwal yang membuat acara akad jadi terlambat dimulai dan resepsi juga jadi terlambat. Bisa dibayangkan betapa stresnya saya pada waktu itu sebagai calon pengantin yang beberapa saat lagi akan melangsungkan akad yang harusnya dilalui oleh si calon pengantin dengan pikiran yang tenang dan syahdu tapi malah dibuat was-was dan stres.



Bagi para calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan, saran saya banyak-banyaklah cari informasi tentang vendor pernikahan yang akan kalian pilih. Perias, catering dan tempat acara adalah beberapa vendor utama yang harus benar-benar bisa meyakinkan kita untuk membuat acara pernikahan berjalan lancar. Mungkin kesalahan-kesalahan yang saya buat dalam memilih vendor juga karena sudah dikejar oleh waktu.

Dua bulan untuk mempersiapkan acara pernikahan ternyata kurang lama. Ada baiknya juga rajin datang ke acara wedding expo untuk menambah referensi tentang vendor pernikahan. Selain itu, jangan lupa banyak-banyak ibadah dan meningkatkan kesabaran, karena pada saat menjelang pernikahan calon pengantin akan mendapat banyak ujian. Di saat ada waktu luang, sangat bagus kalau bisa me-time sendirian atau bersama-sama dengan bridemaids dengan melakukan perawatan di spa atau salon langganan. Atau lakukanlah bersama dengan ibu, karena biasanya ibu adalah orang yang lebih stres dalam mempersiapkan pernikahan anaknya dibanding calon pengantinnya sendiri.



Sekiranya itu sebagian dari pengalaman saya dalam mempersiapkan acara pernikahan. Seandainya waktu bisa kembali diulang, saya ingin mengadakan resepsi pernikahan lagi dengan memilih vendor yang berbeda dan dengan persiapan yang lebih matang. Memang dalam mempersiapkan pernikahan bagi saya bukanlah hal yang menyenangkan yang saya rasakan waktu itu. Tapi saya menganggap mungkin semakin berat yang kita lalui untuk menuju pernikahan, semakin kita bisa lebih menghargai pernikahan yang akan kita jalani. Hikmah itulah yang bisa saya ambil dan akan selalu saya ingat selamanya.



(vem/nda)