Judul: Paris Letters (Surat dari Paris)
Penulis: Janice MacLeod
Alih bahasa: Linda Boentaram
Editor: Rini Nurul Badariah
Ilustrasi sampul: Janice MacLeod
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Berapa banyak uang yang kaubutuhkan untuk berhenti kerja?
Dalam kondisi lelah lahir batin, Janice mengajukan pertanyaan itu kepada dirinya sendiri sembari mencoret-coret gambar di notesnya. Ternyata jawaban pertanyaan itu tidak seheboh yang semula diduganya. Dengan sedikit hitung-hitungan dan keteguhan hati yang besar, Janice mulai hidup berhemat dan menabung untuk membiayai dua tahun hidup penuh kebebasan di Eropa.
Beberapa hari setelah menginjakkan kaki di Paris, Janice bertemu dengan Christophe, tukang daging tampan yang bekerja di dekat tempat tinggalnya—pria pujaan yang tak bisa berbahasa Inggris. Dengan campuran bahasa isyarat dan Franglais, kisah asmara mereka pun bersemi. Tak lama, Janice menyadari bahwa dia tidak akan bisa kembali ke kerja kantoran. Maka dia menyemai harapannya pada tiga hal yang dia cintai—kata-kata, lukisan, dan Christophe—demi mewujudkan akhir kisah cinta yang bahagia di Paris.
***
Janice MacLeod, usianya 34 tahun dan sudah punya pekerjaan dengan penghasilan yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Tapi dia merasa ada sesuatu yang salah dalam hidupnya. Ada rasa tidak puas, di samping kenyataan dirinya tidak punya pacar dan kesepian. Dia merasa harus berubah.
Bertahun-tahun bekerja di biro iklan, Janice sampai pada satu titik kehidupan yang membuatnya bertanya-tanya, "Mimpi siapa yang kujalani? Karena ini jelas bukan mimpiku." Janice merasa ketika bekerja, dirinya seperti pilot otomatis. Tak ada lagi gairah yang ia rasakan. Akhirnya dengan sejumlah pertimbangan ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Tapi sebelum berhenti, ia berusaha mengumpulkan uang dan bekal yang cukup yang bisa digunakannya untuk membiayai hidupnya selama dua tahun tanpa bekerja.
Ia mengatakan Tuhan sudah punya rencana, tapi kalau aku mengira menginginkan apa yang selama ini kuinginkan, bisa berabe. Ia menyuruhku percaya, memandang keadaan saat ini baik untukku. Ia menyuruhku mensyukuri hal-hal yang kumiliki maupun tidak. Jika aku tak memilikinya, berarti aku tak memerlukannya.
(hlm. 49)
Ketika akhirnya meninggalkan Los Angeles dan mulai melakukan perjalanan keliling Eropa, hatinya tertambat pada kota Paris. Di kota ini, ia menjumpai pria yang telah mencuri perhatiannya, Christophe. Sayangnya, karena keterbatasan bahasa, Janice tak fasih bahasa Prancis dan Christophe belum lancar bahasa Inggris, awal perkenalan mereka jadi agak terhambat.
Seiring perjalanan waktu, bahasa yang berbeda bukan lagi hambatan, Janice dan Christophe menjalin hubungan. Hari-hari mereka dihabiskan dengan melakukan banyak hal romantis. Mereka juga melakukan perjalanan menjelajah berbagai tempat menarik di Paris.
Namun, suatu hari Janice meninggalkan Paris. Sedih pastinya. Tapi ada perasaan berbeda yang dirasakan oleh Janice. Sementara itu Christophe tetap kukuh pada pilihannya untuk menunggu Janice kembali. Apakah mereka akan bersatu? Dan apakah Janice akhirnya bisa menemukan kehidupan dan kebahagiaan yang diinginkannya?
Dalam perjalanan, kebiasaan buruk yang suka bersedih menjadi kebiasaan baik bergembira. Sesederhana itukah jawabannya?
(hlm. 132)
Novel ini ditulis berdasarkan pengalaman nyata penulisnya, Janice MacLeod. Jadi, sangat terasa sekali emosi dan perasaan yang disampaikan Janice pada untaian kata-katanya. Apalagi membaca buku hariannya dan surat-surat yang ia kirimkan dari Paris untuk Aine, kita merasa seolah jadi bagian penting dari kehidupan Janice.
Banyak hal menarik yang diceritakan Janice di novel ini. Seperti sebuah tempat yang menurutnya jauh lebih indah dari Menara Eiffel, kontemplasi di Jembatan Venesia, menikmati lukisan Monalisa dengan sudut pandang berbeda (lebih tepatnya soal senyumannya yang begitu misterius), menebak kehidupan cinta seseorang dari caranya makan gelato, soal tokoh penting yang mempengaruhi perjalanannya seperti Percy Kelly dan Hemingway, hingga ia akhirnya menemukan "pekerjaan barunya" membuat surat lukisan "Paris Letters".
Yang tak kalah romantis adalah soal hubungan Janice dengan Christophe. Berasal dari latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda, memang ada kendala tersendiri. Tapi mereka menemukan caranya sendiri untuk menjalin hubungan yang bahagia. Lalu ada juga soal misteri luka yang terlihat sangat parah di tubuh Christophe. Janice sempat merasa ada sesuatu yang tidak beres, dan sebuah kebenaran baru terungkap beberapa saat kemudian.
Banyak pesan moral dan pelajaran yang begitu berharga yang bisa ditemukan di novel ini. Soal putus asa, menyerah pada kehidupan, hingga berusaha untuk menemukan makna hidup yang baru dan menemukan orang-orang istimewa. Setelah selesai membaca novel Paris Letters ini pun ada sebuah rasa bahagia dan kelegaan yang terasa berbeda dari biasanya. It's indeed a beautiful novel to read.
- Review: Novel Neverwhere (Kota Antah Berantah) - Neil Gaiman
- Review: Cinta yang Marah - Kumpulan Puisi M. Aan Mansyur
- Review: #KartiniMasaKini Kumpulan Kutipan dan Catatan Inspiratif
- Review: Minder... Done That! It's Ok Nggak Pede - Nadia Mulya dkk
- [Vemale's Review] Buku ''Rahasia DNA'' Karya Kazuo Murakami
(vem/nda)