Saat seorang wanita mengalami kekerasan, baik dalam rumah tangga atau di masa pacaran, tidak hanya fisik yang terluka, tetapi juga hati dan jiwanya. Dalam kondisi ini, wanita sering menyalahkan diri sendiri dan mengalami trauma panjang. Namun, salah seorang sahabat kami mampu berjuang untuk memaafkan diri sendiri dan terus melanjutkan hidup setelah mengalami getir saat pacaran. Kisah ini menjadi salah satu bagian dari Lomba Menulis Kisah Ramadan 2017.
***
Bukan hal yang mudah untuk memaafkan diri sendiri, tidak semudah orang-orang mengatakan atau membalikkan telapak tangan. Tidak semudah kata-kata yang diucapkan. Sampai sekarang rasa bersalah yang besar itu masih ada, tapi tuhan sangat indah menjagaku. Aku sangat bisa merasakan kasih sayangnya tiap jam, menit, bahkan detik. Mungkin dengan cara itu aku larut dalam kasih sayang Tuhan dan mengambil kesimpulan “Penciptamu saja masih memaafkanmu, masa kamu tidak?”
Aku Bahkan Tak Ingat Kapan Pertama Kali Kekerasan Itu Terjadi
Bertahun-tahun aku bersama dengan orang yang katanya menyayangi ku. Akupun sangat menyayanginya saat itu dan terbutakan oleh cinta. Sebut saja namanya Chandra. Ah, kisah ini memang sedih untuk diingat. Tapi dengan mengingat ini, setidaknya aku bersyukur, aku masih menjadi perempuan yang kuat.
Aku dan Chandra sudah lama menjalin kisah dengan putus sambung beberapa kali. Aku sudah tidak ingat lagi bagaimana pertama kali dia melakukan kekerasan fisik kepadaku. Yang jelas saat itu yang aku ingat adalah dia membanting hp ku di saat aku menelpon sahabat untuk berdiskusi tugas kuliah. Setelah itu dia menjambak rambutku hingga leherku sangat sakit. Bertahun-tahun aku hidup dalam ketakutan, tak ada seorangpun yang tahu akan hal ini. Entah keberanian mana yang membuatku mampu menuliskan ini.
Suatu hari dia mampir ke kosku, dia marah karena aku lama membukakan pintu pagar. Dia tampak marah sekali, dan kami ribut. Dia membanting gelas yang ada di atas meja, dan menampar wajahku. Kepalaku langsung sakit, karena sudah dua hari aku memang kurang sehat. Tak puas dengan yang sudah dilakukannya, dia mengambil air kemasan galon dan menumpahkannya di ruang tamu setelah itu pergi begitu saja.
Kuputuskan Pergi, Tapi Dia Tetap Menghantui Hidupku
Tak terima dengan sikapnya, aku memutuskan hubungan dan dia tentu saja tidak terima. Aku tidak ingin lagi bertemu dengannya. Apa yang dia lakukan? Dia menungguku di depan tempat kosku berjam-jam. Aku tidak ingin bertemu dengannya dan tidak ingin keributan hadir di tempat kos ini. Klakson dari mobilnya terdengar terus-terusan dari pukul 21.00 wib hingga pukul 00.00 dini hari. Klakson tanpa henti itu membuat beberapa teman kosku ketakutan.
Beberapa bulan setelah itu aku pindah kosan, ke dekat kantorku, lebih luas kamarnya, lebih nyaman, dan lebih aman, karena ada ART yang menjaga. Di suatu hari Minggu, di saat aku ingin keluar makan siang, aku terkejut melihat sesosok yang aku kenal di depan pagar. Hahh dia lagi? Dari mana dia tau bahwa aku tinggal di sini? Dengan reflek aku tutup pintu pagar, tapi ternyata tenagaku yang pagi itu belum sarapan tidak kuat untuk saling dorong-dorongan pintu pagar dengannya. Aku kalah kuat, yang ada aku terdorong hingga jatuh terduduk.
Aku sangat marah “Kenapa masih saja menggangguku” kesalku yang sudah tak tertahankan. “Kenapa pindah nggak bilang-bilang, aku mencarimu kemana-mana” ujarnya. “Aku tidak ingin lagi bertemu denganmu, kamu sangat jahat” kataku. “Aku sering mengikutimu diam-diam sepulang kantor” ujarnya. “Apa? Mengikutiku? Aku rasa aku sedang berhadapan dengan seorang psikopat” teriakku. “Masih kurang menggangguku? Masih kurang terlatih tanganmu untuk ringan?” ujarku yang sudah menangis parau.
Aku menangis karena tak ingin disakiti lagi baik fisik maupun psikis, cukup sudah bertahun-tahun tangannya yang ringan mendarat kasar di pipiku. Sudah bertahun-tahun pula kata-kata kasarnya menusuk kalbu. Kejadian-kejadian di atas hanyalah segelintir kisah pahit dan sakitku. Yang tidak kuceritakan lebih dari itu.
Aku ingin pergi saat itu, pergi jauh agar dia tidak lagi menggangguku. Aku takut ditanya Allah di akhirat kenapa membiarkan orang lain mendzalimi dirimu terus-terusan? Aku takut ditanya Allah di Padang Mahsyar kenapa tidak menjaga dirimu dengan sebaik-baiknya?
Akhirnya aku bisa hidup tenang di sebuah tempat terpencil untuk melanjutkan hidup lebih baik, berkarir lebih cemerlang dan mencari cinta yang baru. Aku pergi dari kota yang selama ini aku hidup untuk belajar, berkarir dan pernah menemukan cinta.
Terakhir kudengar mantan pacarku terpaksa menikah dengan wanita yang telah dihamilinya. Kasih sayang Allah saat itu terasa begitu nyata karena dia melindungiku.
“Jika Penciptamu saja masih memaafkanmu, masa kamu tidak?” ujarku sambil melipat sajadah dan menyeka airmata di pipi.(vem/yel)