Cerita Sedih Pekerja Perempuan, di Pabrik Busana Ivanka Trump

Fimela diperbarui 14 Jun 2017, 12:20 WIB

Siapa yang tak kenal dengan Ivanka Trump, ia adalah anak perempuan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Sebagai pebisnis wanita, Ivanka menggeluti beberapa bidang, termasuk dunia fashion. Ia memiliki label fashion yang dinamakan sesuai namanya ‘Ivanka Trump’. Dan ternyata, pabrik busana mewah itu ada di Subang, Jawa Barat, Indonesia.

Sebuah media asing, The Guardian, melakukan sebuah investigasi dan berhasil mewawancarai beberapa pekerja di sana. Mengutip dari berita tersebut, Vemale.com merangkum beberapa hal.

Alia adalah salah satu pekerja yang berhasil di wawancara oleh The Guardian. Ia dan Ahmad suaminya, bekerja di PT. BUMA, pabrik busana yang memproduksi label Ivanka Trump. Bertahun-tahun Alia dan suami bekerja di pabrik tersebut, ia hanya mampu tinggal di kontrakan sederhana, dan sangat kecil. Alia bahkan terpaksa menitipkan anaknya di kampung bersama orang tuanya karena tempat tinggalnya saat ini tak cukup jika ditinggali bersama anak-anaknya. Ia hanya bisa mengunjungi buah hatinya sekali dalam sebulan, dengan catatan, ia dan suami mampu membeli bensin untuk motor mereka. Apalagi jarak tempat tinggal dan kampung Alila sangat jauh, butuh berjam-jam untuk sampai.

Alila dan suami mendapat gaji di batas terendah UMR Subang, yaitu Rp2,3 juta. Jangankan bermimpi untuk memiliki rumah sendiri, Alila mengaku, untuk hidup sehari-hari saja kadang tak cukup. Apalagi harga susu formula semakin lama semakin mahal. Ia terpaksa memberikan susu formula karena tak tinggal bersama anaknya.

Ironis ketika membaca bagaimana Ivanka menulis dalam bukunya “Women Who Work”, dimana di sana ia menyarankan para wanita untuk memiliki work,life, balanced. Alila pun sempat tertawa ketika membahas buku Ivanka. baginya, ia sudah sangat bersyukur bisa bertemu anaknya satu bulan sekali.

Kisah sedih tak hanya dialami Alila. Pekerja lain bernama Sita, 23 tahun mengaku sudah tak tahan bekerja di PT Buma. Pasalnya, ia dipaksa bekerja lembur tanpa bayaran. Praktik ini menurut keterangan beberapa bekerja, sangatlah lumrah. PT Buma sengaja mengatur target yang sangat tinggi (dan tidak masuk akal) untuk memaksa para karyawannya bekerja di luar jam kerja tanpa bayaran, sebagai hukumannya.

“Mereka (manajemen) makin pintar, kartu akses kita tetap di-tap jam 16.00, sehingga tak ada bukti,” ujar Wildan salah satu pekerja. Yang tak kalah menyesakkan, PT.Buma seringkali melakukan PHK menjelang Ramadan, agar tak perlu membayarkan THR karyawan. Mereka akan mulai melakukan rekruitmen lagi setelah libur Lebaran.

Selain gaji yang sangat kecil, pekerja pabrik juga seringkali mendapatkan kekerasan verbal. “Nama-nama binatang, Bodoh, Monyet,” menurut Otang, karyawan lain, adalah kata-kata yang sering diuapkan manajemen kepada pekerjanya.

Menurut Organisasi Buruh International, upah buruh garment di Indonesia termasuk yang paling kecil. Memang kebutuhan rakyat terhadap lapangan pekerjaan sangatlah tinggi di sini.

“Dengan masalah kemiskinan di sini (indonesia), praktik-praktik ini menjadi legal, namun bukan berarti ini bermoral,” ujar Aktivis buruh asal Amerika yang sudah bertahun-tahun di Indonesia ‘Jim Keady.

Semoga saja nasib pekerja pabrik ini segera mendapat perhatian ya, Ladies.

(vem/kee/ivy)