Fatwa Media Sosial MUI: Sudah 'Halalkah' Postinganmu?

Fimela diperbarui 06 Jun 2017, 13:00 WIB

Media sosial sudah menjadi salah satu bagian utama dalam hidup manusia modern. Segala aktivitas yang dulu dilakukan secara offline, kini bisa dilakukan di media sosial. Misalnya bersilaturahmi degan kawan lama, mengobrol hingga berbelanja. Namun akhir-akhir ini, media sosial juga menjadi tempat sebagian orang untuk menyebarkan kebencian dan bergunjing. Melihat fenomena ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merasa perlu mengeluarkan fatwa soal hidup bermedia sosial untuk para umat muslim di Indonesia.

Adapun fatwa yang dikeluarkan MUI adalah sebagai berikut:

 

1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.

2. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.

3. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.

4. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.

5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

"Ini fatwa menurut kami penting. Berangkat dari kami para ulama melihat perkembangan konten medsos tidak hanya positif tapi ada juga negatif. Medsos ini istilah Al Qur'an-nya ada manfaat dan dosanya," ungkap Ketua MUI Maaruf Amin saat acara konferensi pers di Jakarta, Senin (5/6), seperti dikutip Vemale.com dari merdeka.com.

Lebih lanjut Maaruf Amin menjelaskan bahwa ini adalah langkah awal. Pihak MUI akan mulai berkomunikasi dengan Kemkominfo mengenai penerapan fatwa ini di lapangan.

"Bagi saya, sesungguhnya tak ada hal yang baru yang dikeluarkan oleh MUI. Sewaktu kita mendaftar akun media sosial, kita sudah menyetujui peraturan yang dibuat oleh platform media sosial tersebut. Pasal dilarang menyebarkan hoax (ghibah, fitnah, naminah), hate speech (menyebarkan kebencian, bullying, memojokkan ras dan etnis tertentu) dan penyebaran pornografi sudah terpampang di sana. Namun tentu agar peraturan tersebut benar-benar ditegakkan, para pengguna bisa melaporkan akun-akun yang melakukan pelanggaran, agar kemudian ditindaklanjuti,"

Kembali ke MUI, masih belum jelas bagaimana sistem yang akan mereka terapkan agar fatwa ini berjalan. Apalagi jika ditelaah lagi, fatwa nomor lima terasa sangat ‘longgar’ dan sangat tergantung dari siapa yang melihat peraturan tersebut.

"Bagaimanapun, bagi saya, dengan atau tanpa fatwa, kita sudah harus membatasi diri dalam bermedia sosial. Walau di dunia maya, bukan berarti kita harus menjadi orang yang tidak santun. Mental pengecut yang hanya berani berkoar-koar di dunia maya sudah harus dihilangkan, karena dunia maya sudah sama dengan dunia nyata. Apa yang kita lakukan di dunia maya, juga harus kita pertanggungjawabkan di dunia nyata."

Dengan atau tanpa fatwa MUI, sebenarnya kita tetap tidak boleh melakukan fitnah, menyebarkan kebencian dan permusuhan di dunia maya, layaknya kita hidup di dunia nyata. Tak susah sebenarnya, selama kita tahu caranya hidup di dunia sebagai makhluk sosial, sebagai manusia yang berdampingan dengan manusia lain, maka niscaya kita akan terhindar dari melakukan kebodohan-kebodohan di sosial media. Oleh karena itu, jangan lupa caranya untuk menjadi manusia agar postingan sosial mediamu tak dinilai haram.

Keep spreading the love, Ladies.

(vem/kee/ivy)