Setelah Gagal Menikah, Allah SWT Memberiku Kesempatan Merawat Ibu

Fimela diperbarui 29 Mei 2017, 15:01 WIB

Kehilangan orang yang dicintai dengan penyesalan mendalam bisa mengubah hidup seseorang. Kisah ini dikirim oleh sahabat Vemale bernama K. R. sebagai bagian dari Lomba Menulis: Kisah Ramadan 2017.

*** 

1 Ramadan 1438, aku dan dia punya mimpi manis tentang puasa tahun ini. Desember 2016 harusnya saya menikah dengan seorang pemuda dari Borneo, lelaki baik yang suka menggambar. Tetapi takdir Allah rupanya berbeda dengan impian kami, sebulan silam ia menghembuskan napasnya setelah hampir setahun berjuang melawan kanker hati stadium akhir. Andai saja kanker itu tak terjadi dan usianya tidak terhenti di usia 29 tahun, saat ini kami pasti sudah melewatkan sahur pertama bersama-sama.

Penyesalan Yang Menghancurkan Hatiku

Satu hal yang saya sesalkan adalah beberapa hari sebelum ia meninggal, fokus saya terbagi. Bukan hal aneh jika ia sudah tak bisa lagi membalas pesan yang saya kirimkan, mengingat kondisinya yang sudah tak memungkinkan. Saya sadar betul akan hal itu, dan hati saya juga terasa perih karena sulit sekali bagi kami untuk kembali seperti dulu.

Untuk mengobati diri saya sendiri, saya mencari kesibukan tambahan, saya bekerja keras dan melupakan rasa pedih untuk sesaat. Hanya saja sekitar tiga hari sebelum ia meninggal, saya hanya beberapa kali menghubungi untuk bertanya kondisinya dan bercerita tentang berbagai kejadian yang saya alami. Sambil berharap keajaiban datang, ia sadar dan membalas pesan yang saya kirimkan.

Iya, kabar tentangnya memang datang, tetapi bukan kabar yang membuat saya menangis bahagia, melainkan kabar yang membuat saya menangis dengan hati hancur berantakan. Ia meninggal, tepat di jam dimana saya kirimkan pesan semalam sebelum kabar itu datang.

 

Saya merasa sangat bersalah, saya merasa sudah mencurangi dia karena terlalu asyik bekerja sampai-sampai melupakan dia sementara waktu. Ah, saya merasa jadi sosok paling buruk, saya sangat mencintai dia tapi bisa-bisanya tiga hari itu hanya mengirim sedikit perhatian saja untuknya.

Saya kekasih yang sangat jahat, bukan?

Saya menangis, sesekali mengutuk diri saya sendiri. Tak cukup rasa sakit yang saya rasakan, ditambah penyesalan yang menyesakkan dada membuat saya ingin mati saja.

Seakan tak cukup, saya pun mendapat kabar bahwa ibu menderita tumor payudara. Lunglai seluruh badan, baru saja saya kehilangan lelaki yang saya cintai akibat penyakit yang mematikan, sekarang ibu saya pun didagnosa terkena penyakit yang sama mematikannya? Apakah saya akan kehilangan sosok berharga dalam hidup saya dengan cara begini lagi?

Dalam Sujudku, Aku Menangis

Untuk beberapa saat saya hanya bisa diam, air mata menetes dan rasa takut menyelimuti hati. Saya tak mau kehilangan lagi, saya tak mau hidup dibayangi rasa sesal lagi, saya ingin menebus rasa bersalah saya dan kembali hidup sebagai sosok saya yang baru.

Dalam sujud di sepertiga malam saya meluapkan semuanya, saya menyadari betul apa yang saya lakukan setelah wafatnya calon suami adalah hal yang salah. Mengutuk diri sendiri, menyesali kematian, menangis berlebihan, semuanya kesalahan. Tak ada yang berubah dengan menyalahkan diri sendiri. Justru seharusnya semua berita sedih ini dijadikan jalan untuk mengubah diri menjadi sosok yang lebih baik lagi.

Allah menegur saya dengan kabar menyakitkan tentang ibu, sudah berapa lama saya abai pada beliau? Asyik dengan diri sendiri dan kehidupan saya, lupa dalam waktu yang lama pada beliau yang sudah mengurus dan mengasihi saya sampai saat ini. Saya sama sekali tidak menyadari sakit yang beliau rasakan, saya anak yang durhaka.

Nyaris saya kembali menyalahkan diri sendiri, tapi tidak lagi. Saya harus berubah, saya harus bangkit dan menjalani hidup kedua kali dengan lebih baik lagi. Allah inginkan saya merawat ibu dengan sepenuh hati, seperti yang beliau lakukan di masa lampau. Allah inginkan saya menebus kelalaian saya pada beliau, pada calon suami saya, dan kelalaian lainnya yang telah saya lakukan di masa lalu dengan merawat ibu dengan hati yang ikhlas.

Ini Kesempatan Besar Dari Allah SWT Untuk Saya

Sekarang saya paham, di balik kegagalan saya untuk menikah dan berumah tangga, Allah memberikan saya kesempatan sekali lagi untuk berbakti kepada ibu, kepada wanita yang sudah bertaruh nyawa melahirkan saya, merelakan semua waktu luangnya untuk mengurus dan mendidik saya. Ini adalah kesempatan saya menjadi anak solehah seperti dambaan ibunda.

Saya ikhlas, dan saya bahagia ternyata Allah begitu peduli dengan saya, hamba-Nya yang banyak dosa ini.

Insyaallah, saya percayakan semua pada Allah. Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Allah akan sembuhkan ibu saya seperti sediakala, Allah akan kembalikan senyuman dengan hati yang lapang bahagia di bibir saya. Allah adalah sebagaimana prasangka makhluknya, berprasangka baik kepada-Nya dan Ia akan berikan yang terbaik untuk kita.

(vem/yel)