Di zaman maju seperti ini, masih ada saja yang menganggap perempuan tidak seharusnya sekolah tinggi. Namun Sahabat Vemale yang satu ini berhasil membuktikan bahwa pilihannya tepat. Kisah nyata ini adalah salah satu cerita yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis: My Life, My Choice.
***
Saya terlahir di sebuah desa kecil. Saat memutuskan untuk memilih menjadi wanita karir, saya tidak sepenuhnya mendapat tanggapan yang positif dari lingkungan sekitar. Bahkan saat saya memilih melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi, banyak cuitan-cuitan tidak sedap yang sering terlempar ke telinga keluarga saya. “Buat apa sih anak perempuan disekolahin tinggi-tinggi? Nanti juga pasti jadi istri orang dan ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga. Mending uangnya buat sewa tanah”.
Apapun kata orang, saya bulatkan tekad untuk tetap kuliah. Keadaan ekonomi keluarga yang tidak terlalu baik, biaya kuliah serta biaya hidup di kota yang serba mahal membuat saya lebih bertanggung jawab akan kuliah tersebut. Banyak penyesuaian yang harus saya lakukan. Saat teman-teman yang lain traveling, nonton, nongkrong-nongkrong di cafe, saya cuma bisa belajar, belajar, belajar. Karena saya memang harus menahan diri, saya sampai dijuluki “anak cupu aneh”, itu saya anggap lelucon saja. Yaa mau bagaimana lagi, bisa bayar uang kuliah dan tempat kos saja sudah alhamdulillah sekali.
Selain belajar, kesempatan kompetisi sering saya ikuti dan mengambil pengalaman magang kerja di tiap libur kuliah. Semua selalu saya manfaatkan dengan baik. Sampai akhirnya saya bisa mendapat gelar sarjana hanya dalam waktu 3,5 tahun kuliah dan IPK cumlaude.. alhamdulillah. Tanpa disangka juga, ternyata hasil ringkasan dari skripsi saya lolos kompetisi karya ilmiah, saya bisa menikmati perjalanan ke luar kota. Biaya akomodasi bisa diajukan ke kampus termasuk tiket pesawat dan biaya hotel. Anggap saja itu traveling gratis. Sungguh akhir kuliah yang sangat menyenangkan.
Saya Belum Merasakan Jatuh Cinta Karena Fokus Membahagiakan Orang Tua
Karena fokus kuliah dan semangat ingin membahagiakan orang tua dengan hasil kerja sendiri membuat saya tidak pernah mengenal pacaran. Jujur, saya belum pernah merasakan jatuh cinta, itulah yang saya rasakan sampai saat ini. Tapi itu memang keputusan saya karena saya pikir hal itu itu bisa menghambat cita-cita saya saja. Cukup berteman dan menjalin hubungan persahabatan itu lebih nyaman. Saya yakin Tuhan pasti sudah menyiapkan jodoh terbaik di waktu yang tepat nanti.
Masa kuliah akhirnya berhasil terlewati. Kini saya bekerja di salah satu perusahaan manufaktur. Memang sih bukan perusahaan besar dan bergengsi, tapi saya senang bisa bekerja di bidang yang saya minati, malah di sini saya banyak mendapat ilmu baru dari para senior.
Tapi nih ya.. meskipun saya sudah bekerja, masih ada saja yang nyeloteh “Halah sekolah tinggi-tinggi toh kerjanya juga di pabrik dan gajinya juga sama kayak anak saya yang nggak sekolah,”. Yaaa.. namanya juga masih freshgraduate. Tidak apa-apa, saya sudah terbiasa, sebab kalau nurutin omongan orang memang tidak pernah ada benarnya. Untung saja saya tidak diberi bakat memaki balik omongan orang, jadi ya cukup kasih senyuman manis dan biarlah waktu yang membuktikan.
Kita tidak tahu ke depannya akan seperti apa, makanya selalu libatkan Tuhan dalam semua keputusan-keputusan yang kita ambil.
(vem/yel)