Kanker serviks memang paling menakutkan bagi wanita, sebab data menunjukkan penyakit kanker serviks terbanyak nomor 2 bagi wanita setelah kanker Payudara. Melalui skrining, penyakit mematikan ini ditemukan pada 1 dari 1.000 wanita.
Insiden terjangkitnya penyakit kanker serviks diperkirakan terjadi pada perempuan sebanyak 38.000/tahun, dengan angka kematian sekitar 80% (30.400/tahun). Bahkan sudah sekitar 70% – 82,3% para penderitanya datang dengan kondisi stadium lanjut. Rata-rata setelah 2 tahun, yang bertahan hidup tinggal 6% (data RSCM).
Apa Penyebab Kanker Serviks?
Penyebab utamanya sudah diketahui yakni infeksi HPV (Human Papilloma Virus). Vaksin HPV sudah tersedia, sehingga kanker serviks bisa dicegah hampir 100%. Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG(K), Ketua HOGI menjelaska dari >100 tipe HPV, hanya sekitar 20 serotipe yang bisa menyebabkan kanker (tipe onkogenik).
Di Indonesia, tipe onkogenik yang paling banyak yakni serotipe 16, 18 dan 52. Selain kanker serviks, HPV juga bisa menyebabkan kanker lain, antara lain kanker mulut, nasofarink, vagina, penis dan anus. “Pencegahan kanker serviks ada yang primer dan sekunder. Pencegahan primer dengan vaksin, dan sekunder dengan skrining,” ujarnya saat ditemui di Jakarta.
Sayangnya, cakupan skrining di Indonesia masih sangat rendah, dengan IVA (inspeksi asam visual asetat) 3,5%, dan pap smear 7,7%. “Karenanya kita perlu meloncat ke program vaksinasi. Kalau infeksi HPV bisa dicegah, kanker serviks bisa dicegah,” tegasnya.
Pernikahan dini pun menjadi salah satu penyebab kanker serviks tertinggi. Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2010, pernikahan
Pentingnya Pemberian Vaksinasi atau Pencegahan Kanker Sejak Dini
Vaksinasi atau pencegahan penting dilakukan sejak dini. Hal tersebut membuat anak terlindungi sebelum dia aktif secara seksual. Selain itu, vaksinasi di usia muda menunjukkan efikasi yang lebih baik.
Data di Swedia menunjukkan, bila vaksinasi diberikan di usia 75%. Dan, pada usia 9-13 tahun. Vaksin cukup diberikan dalam dua dosis (2x suntikan). Sedangkan di usia 14-45 tahun diberikan dalam 3 dosis. Vaksin HPV berasal dari cangkang virus, bukan virus yang dilemahkan, sehingga tidak mungkin menyebabkan viremia (infeksi virus).
Ada kabar menyebutkan bahwa vaksin HPV kuadrivalen (mengandung 4 serotipe virus) sudah tidak dipakai lagi di Amerika Serikat (AS). Bukan karena vaksin tersebut berbahaya, melainkan karena di AS, sudah dipakai vaksin baru yang mengandung 9 serotipe. Program vaksinasi menggunakan vaksin kuadrivalen. Vaksin tersebut melindungi dari kanker serviks sampai 70%.
Bagaimana Keamanan dari Pemberian Vaksinasi Sejak Dini?
Untuk urusan keamanan kamu tak perlu khawatir sebab telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Pada program vaksinasi di Jakarta tahun lalu, tidak ada keluhan efek samping, kecuali bengkak/nyeri di lokasi suntikan. Di seluruh dunia pun tidak ditemukan efek samping yang serius.
Dibandingkan skrining, vaksin jauh lebih efektif. Bila ditemukan lesi pra kanker saat skrining, perlu dilakukan terapi, dan akan ada morbiditas yang terjadi. Bila lesi pra kanker sudah grade 3, rahim harus diangkat, sehingga perempuan tersebut tidak bisa punya anak lagi. Sedangkan dengan vaksin, dengan 2-3 suntikan sudah mendapat proteksi hingga 15 tahun.
Hal tersebut diperkuat oleh Dr. Widiastuti – Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang memaparkan program vaksinasi di Jakarta awalnya diinisiasi oleh Pemprov DKI Jakarta, karena dinilai sangat efektif dan bisa memangkas biaya pengobatan kanker serviks. Pemprov DKI sudah menganggarkan dana APBD untuk pembelian vaksin.
“Pada 2015, kami laporkan ke Kementerian Kesehatan. Ternyata gayung bersambut, pihak Kemenkes sudah merencanakan untuk mulai program nasional,” ujar dr. Widi. Pembelian vaksin akhirnya disokong oleh Kemenkes, dan vaksinasi HPV dimasukkan ke program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah).
Kapan Vaksinasi Dini Diberikan?
Vaksin HPV diberikan dua kali. Dosis pertama saat anak kelas 5 SD, dan dosis berikutnya di kelas 6. “Respon masyarakat sangat baik. Cakupan vaksinasi mencapai 92%, meski baru pertama kali dimulai,” ucapnya. Memang, sebagian orangtua masih ragu, khawatir akan keamanan vaksin, apalagi belum lama ini merebak kasus vaksin palsu. Yang pasti, vaksin yang diberikan gratis bukanlah vaksin yang jelek. “Gratis untuk warga, tapi dibeli oleh anggaran dari Kemenkes,” imbuhnya.
Vaksin tersebut pun menurut Dr. Prima Yosephine selaku Kasubdit Imunisasi Kementrian Kesehatan hak anak dan menjadi kewajiban bagi orangtua untuk memberikan imunisasi kepada anak.
Imunisasi memiliki landasan hukum yang kuat, diatur dalam UUD 1945 maupun UU perlindungan anak. Posisi vaksinasi HPV dalam program imunisasi nasional masih dalam demonstrasi, belum masuk program nasional. Dari sudut program, harus ada gambaran apakah vaksin baru bisa diimplementasi, sebelumnya harus diujicobakan dulu.
“Bukan uji coba keamanan vaksin, melainkan etik, apakah bisa jalan dengan program. Kita pilih provinsi yang performanya baik dan cukup kuat anggaran operasionalnya, sehingga kita pilih DKI. Apalagi DKI sudah punya rencana,” tutur dr. Prima.
Efektivitas skrining berbeda dengan vaksinasi. “Skrining dilakukan pada perempuan yang sudah menikah, di mana sudah ada risiko, sehingga agak terlambat. Sedangkan vaksinasi kita berikan sedini mungkin sebelum ada paparan virus, jadi kita sudah menang selangkah,” tutup dr. Prima.
- Vaksin HPV Cara Paling Efektif Mencegah Kanker Serviks
- Kenali Tanda-Tanda Kanker Serviks, Penting Diketahui Para Wanita
- Vaksin HPV Bikin Penuaan Dini Adalah HOAX (+Penjelasan Dokter)
- Waspada Ladies, Inilah 5 Ciri Kanker Serviks Namun Jarang Disadari
- Kenapa Kita Harus Melakukan Pemeriksaan Pap's Smear Secara Rutin? Ini Dia Manfaatnya
(vem/asp/mim)