Berkali-kali Membuat Keputusan Buruk, Sekarang Aku Mantap Memilih

Fimela diperbarui 10 Apr 2017, 18:05 WIB

 

***

“You’re surrounded by an option. you choose, believe, and be responsible about it.“

Aku percaya bahwa hidup adalah sebuah pilihan. Kita dikelilingi oleh berbagai kesempatan untuk melakukan apa yang benar-benar kita inginkan, tapi rupanya tidak semua kesempatan itu seperti jalan tol yang lurus-lurus aja dan imbasnya kita jadi lupa untuk mengejar apa yang benar-benar kita mau.

Hai, namaku Khairina, usiaku 24 tahun dan saat ini sedang dihadapkan pada sebuah realita kehidupan atas pilihan yang telah kuambil.

Sejak kecil, aku tidak memiliki kekuatan untuk membuat keputusanku sendiri terutama dalam pendidikan. Aku anak terakhir dari 2 bersaudara. Kakak-ku perempuan dengan beda usia 4 tahun. Berbeda dengan aku, ia sudah mengetahui pilihannya sejak duduk di bangku SMP. Mamahku adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Hampir semua keputusan yang kuambil adalah hasil dari olah pikir beliau. Jadi pada intinya, keputusanku adalah keputusan mamah. Pilihanku adalah pilihan mamah.

Sejak duduk di bangku SMA, aku merasakan ketertarikan dengan dunia sastra. Aku banyak memikirkan bidang tersebut dan berusaha meyakinkan diriku bahwa hal itulah yang kuinginkan. Namun orang tuaku tidak sepenuhnya setuju atas pilihan yang kuambil. Mereka berusaha memberikan pandangan lain kepadaku untuk mencari jurusan yang nantinya akan lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Aku goyah, dan tidak memiliki alasan kuat untuk mempertahankannya.

Pada akhirnya aku diterima di Universitas Indonesia dengan pendidikan diploma. Aku tidak menyesal mengambil diploma karena jurusanku menyenangkan and I'm proud being a yellow jacket, who doesn’t anyway? Yap begitulah, Universitas Indonesia adalah impian mamahku. So I took it, my choice was her choice. Aku mendapat gelar cumlaude untuk pendidikan diploma-ku dan hanya berselang 2 bulan setelah lulus, aku mendapatkan pekerjaan. Mungkin bukan pekerjaan impianku, tapi setidaknya bisa aku manfaatkan sebagai pengalaman pertama untuk menghasilkan uang sendiri. Hasil dari pekerjaan itu, aku sisihkan untuk membiayai kuliah S1. Meskipun berat untuk kuliah sambil kerja dan harus membiayai sendiri, tapi aku menjalaninya dengan santai. Tidak butuh waktu lama untuk aku menyelesaikan gelar sarjanaku karena kuliah ini hanya meneruskan dari diploma yang telah kujalani.

Cobaan Tuhan agar aku beranjak dewasa

Belum setahun aku bekerja, Tuhan punya rencana lain atas hidupku. Mamahku meninggal hanya berselang 5 hari setelah ulang tahunku. Aku tersesat dan pekerjaanku tidak memberikan feedback yang baik untukku. Akhirnya aku memilih untuk keluar dari pekerjaanku dan mencoba mencari peruntungan di bidang yang kutekuni selama kuliah. Hal itu berlangsung selama 1 tahun hingga aku menemukan pekerjaan di sebuah perusahaan perbankan yang besar. Kupikir pekerjaan ini adalah pilihan terakhirku untuk meniti karir tapi ternyata pekerjaan itu juga tidak berjalan dengan baik. Rasanya semua keputusan yang aku ambil selalu berakhir dengan tidak baik. Setiap pagi aku selalu mengeluh dan merasa tidak bahagia dengan diriku sendiri. Aku sadar harus melakukan sesuatu dan mulai melakukan hal-hal yang mungkin sudah aku lewati selama ini.

Sadar akan keinginan sendiri

Usiaku sebentar lagi akan menginjak 25 tahun. Usia yang seharusnya sudah matang dalam urusan pekerjaan maupun pasangan. Banyak yang bilang batas usia perempuan untuk menikah adalah 25 tahun, seharusnya saat ini aku sedang mempersiapkan pernikahan atau bahkan baiknya sudah menikah. Tapi hidupku tidak semulus itu.

Aku terjebak dengan kegiatan membosankan yang tidak kunikmati sama sekali. Aku merasa harus melakukan sesuatu dulu dengan hidupku sebelum memutuskan untuk menikah. Aku sangat suka membaca dan menulis, mungkin hal yang aku lewatkan adalah tidak mengejar apa yang benar-benar aku suka. Menjalani hari dengan pekerjaan yang tidak menyenangkan itu bisa meningkatkan tingkat stress ke level yang lebih tinggi.

Berani memilih dan bertanggung jawab

Banyak berpikir, akhirnya aku mantap memilih untuk keluar dari pekerjaanku dan mencoba mengasah kemampuan dalam menulis. Risiko dari pilihanku ini sangat besar, terutama dalam financial. Aku tidak menutupi ketakutan itu. Aku mencoba mencari sudut pandang lain dari pilihanku ini. Mungkin ada alasan dari berbagai hal yang terjadi di hidupku. Setelah mamah ga ada, aku harus berani untuk memutuskan sendiri apa yang baik untukku. Memang tidak mudah karena aku harus melalui berbagai macam hal yang tidak menyenangkan sampai aku sadar dengan keinginanku sendiri. Tapi pada intinya, aku yang mengendalikan jalan hidupku (dengan bimbingan Tuhan YME tentunya) dan selamanya pilihan itu akan selalu ada. Bagaimana caranya aku dapat memanfaatkan kesempatan itu dengan baik dan tidak menyia-nyiakan apa yang aku punya.

People make mistake. People make a bad choice.

That’s life. Deal with it, keep your head’s up, and be strong.

Thank you, semoga bisa memberikan sudut pandang lain dalam hidup.

(vem/yel)