Salah satu sahabat Vemale.com bercerita bahwa dia memiliki pilihan yang berbeda dengan keluarganya untuk urusan pendidikan. Tak mudah.. namun hasilnya membuat bangga. Kisah nyata ini bagian dari Lomba Menulis: My Life, My Choice.
***
Aloha! perkenalkan, nama gue Shela tapi biasa dipanggil Chila. Gue anak pertama dari 2 bersaudara. Adik gue laki-laki, berbeda 6 tahun dari gue. Usia gue sekarang 22 tahun.
Gue asli orang Betawi. Kalian tahu kan bagaimana pandangan orang Betawi pada umumnya untuk masalah pendidikan? Ya, bener banget (walaupun tidak semua ya, girls), namun kebanyakan keluarga Betawi kurang menganggap pendidikan itu penting. Yang gue maksud pendidikan di sini adalah pendidikan jenjang universitas yaa..
Dari pengalamanku sendiri yang memang dibesarkan di keluarga Betawi, mayoritas keluargaku beranggapan pendidikan sampai SMA itu sudah cukup. Apalagi untuk para wanitanya, mayoritas setelah lulus SMA, para gadis dari keluarga Betawi lebih memilih (atau dituntut) untuk segera menikah.
Selain hal-hal terkait pendidikan, suku Betawi terkenal dengan kepemilikan tanah dan kontrakannya, begitu pun keluarga gue. Kadang gue berpikir, apa karena mereka sudah puas dengan adanya warisan tersebut, makanya mereka tidak memikirkan jenjang pendidikan ke yang lebih tinggi. Padahal menurut gue, di zaman yang makin modern ini, pendidikan itu penting dan sangat penting. Bukan supaya terlihat keren tapi lebih ke bagaimana membuat cara pandang kita yang semakin luas untuk hal apapun.
Gue Putuskan Untuk Kuliah Dengan Segala Risiko
Ketika gue lulus SMK, gue mendapat sedikit kritikan dari orang sekitar karena pilihan gue. Kalian tahu pasti kan? Yups bener banget. Gue dapet kritikan karena gue lebih memilih melanjutkan pendidikan gue di salah satu universitas daripada mencari pasangan hidup dan fokus kerja. Gue memiliki cara berpikir yang berbeda, gue selalu suka mempelajari hal-hal yang baru sehingga gue tahu dunia ini sangat luas dan kaya dengan segala macam ilmu pengetahuannya. Menurut gue, dengan gue melanjutkan kuliah, gue akan mendapatkan banyak ilmu di sana dan gue juga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan bekal pendidikan itu.
Keluarga inti menyuruh gue untuk mencari pekerjaan namun gue tetep dengan keputusan untuk kuliah. Dengan berbagai cara gue memberikan penjelasan kepada keluarga inti mengenai keputusan yang gue ambil. Untuk kritikan dari keluarga besar gue atau orang di sekitar lingkungan gue, gue nggak terlalu ambil pusing, yang penting orang tua sudah gue kasih penjelasan.
Berhubung melanjutkan pendidikan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka gue memutuskan untuk mencari pekerjaan agar bisa membiayai kuliah gue sendiri. Ya maklum, karena itu pilihan gue sendiri jadi gue harus lebih berjuang untuk mewujudkan apa yang sudah gue pilih. Setelah gue dapat kerjaan, gue langsung daftar kuliah, untungnya ada kampus yang buka pendaftaran di semester genap jadi gue bisa langsung kuliah.
Kuliah, Kerja, Skripsi, dan Pertanyaan 'Kapan Kawin?'
Kerja sambil kuliah itu adalah hal yang nggak gampang, girls. Kita harus bisa berbagi waktu untuk ngerjain tugas kampus manual atau melalui internet, belajar untuk UTS dan UAS dan juga harus tetap fokus dengan pekerjaan di kantor. Harus bisa manage uangnya juga, untuk bayar kuliah dan untuk kehidupan di kantor. Kalau lagi full schedule, Senin sampai Jumat kerja dan Sabtu Minggu kuliah. Capek? Banget banget pastinya, namun karena itu pilihan gue, gue menikmati semuanya.
Puncak tersulit dari kuliah itu ya skripsi. Yang hanya fokus di kuliah saja mengerjakan skripsi banyak yang tumbang di tengah jalan karena memang sulit dan butuh tekad kuat. Kebayang dong kalau kerja sambil buat skripsi hahaha... rasanya nggak bisa diungkapkan deh. Pulang kerja harus bimbingan dan revisi.. revisi.. revisi.. revisi.. revisi..!
Belum lagi tantangan lain. Di saat gue lagi sibuk kerja dan skripsi, banyak dari teman-teman gue yang sudah menikah, bahkan udah punya anak. Setiap kondangan atau ngumpul keluarga atau ada acara besar seperti Idul fitri, pasti deh harus tutup kuping dan pasang senyuman manis sambil menahan perih di hati. Di antara kalian juga pasti pernah merasakan hal seperti itu kan? :'(
Pada Akhirnya Orang Tua Gue Bangga Gue Lulus S1 Cum Laude
Sampai akhirnya gue wisuda dan pada saat itu keluarga gue bangga dengan apa yang sudah gue pilih. Sejarah baru di keluarga gue untuk menjadi seorang sarjana dan ditambah lagi gue seorang wanita. Bangga karena gue sudah menjadi sarjana, bangga karena gue cum laude, dan bangga karena gue kuliah dengan biaya gue sendiri.
Kalau kamu tahu film Si Doel Anak Betawi, ya seperti itulah gue, bedanya gue wanita. Ketika gue wisuda, semua keluarga gue dengan sangat amat antusias ingin menyaksikan langsung kelulusan tersebut. Bahagia rasanya bisa membuat orang-orang yang tadinya menyepelekan gue jadi berbanding terbalik.
Sekarang gue bekerja di perusahaan Eropa. Gue nggak pernah berpikir dan punya niat untuk jadi inspirasi orang lain, gue cuma berpikir bagaimana caranya gue bisa mewujudkan apa yang menjadi impian gue.
Nah, sekarang gue lagi ada di posisi seperti 4 tahun lalu, gue ingin melanjutkan S2 namun sekarang keluarga inti gue yang kurang setuju. Mungkin karena usia gue yang mereka pikir sudah cukup untuk berkeluarga. Berhubung untuk lanjut S2 biayanya itu lumayan menguras isi dompet, jadi gue menanggapi orang tua gue dengan senyuman manis penuh arti lagi deh.
Berhubung belum ada pasangan juga, ya gue nabung ya nabung aja. Kalau tabungannya sudah cukup buat S2 ya lanjut kuliah lagi deh. Jadi nggak ada salahnya dong kalau menunggu jodoh sambil ngelanjutin S2 hahaha..
Thank you buat yang sudah membaca, semoga bisa diambil positifnya yaa..
Always do what you want to do.
Salam Senyuman Manis Penuh Arti
dari Anak Betawi
(vem/yel)