Ladies, kaget ngga sih dengar kabar perceraian antara pelawak Aming dengan istrinya, Evelyn Nada Anjani? Pasangan ini sempat bikin heboh sembilan bulan lalu ketika menikah secara sederhana di Gegerkalong, Bandung, Jawa Barat, pada Juni 2016 lalu. Pernikahan itu mereka langsungkan di tengah badai kontroversi yang menyebut bahwa itu adalah pernikahan sejenis.
Tudingan itu dianggap "wajar" karena memang tampilan Evelyn yang tomboi dan mirip lelaki. Sebaliknya, Aming adalah sosok laki-laki yang sering berperan sebagai perempuan. Terlepas dari semua tuduhan itu, keduanya menjalani dunia pernikahan yang mesra, penuh kasih, dan tak sungkan membagikannya di media sosial.
Tiba-tiba saja di awal Maret ini terkuaklah keretakan di antara keduanya. Tak main-main, Aming langsung melakukan Talak Satu pada Evelyn. Dilansir dari Kapanlagi.com, Aming melalui pengacaranya mengatakan sumber perceraian adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Namun demikian, hal tersebut dibantah Evelyn juga melalui kuasa hukumnya.
"Diungkapkan ada KDRT, Evelyn merasa yang mana? Kok dia dituduh begini. Aib kok dibuka kalau itu memang terjadi, ya sedihlah dia. Kasihan," ungkap Henry Indraguna pengacara Evelyn ditemui di kantornya, Bellezza Office Tower, Jakarta Selatan, Jumat malam (3/3).
Dari kasus ini, mungkin sebagian Ladies bertanya,"Kok cuma gitu aja cerai?". Well, Ladies, KDRT bukan hanya perkara 'begitu aja'. Kekerasan mencerminkan rasa tidak hormat pasangan pada kamu. KDRT juga menunjukkan bahwa dia mengatasnamakan kekerasan demi menanamkan egonya padamu. Itu juga menandakan bahwa dia lebih berkuasa pada kamu dan bukannya memandang kamu sebagai partner sejajar dalam pernikahan yang saling asah, asih, dan asuh.
KDRT sendiri bisa terdiri dari beberapa bentuk; fisik, seksual, psikologi, emosi, dan ekonomi. Dikakatakan psikolog dan pakar hubungan, Lisa Firestone, mereka yang menjadi korban KDRT akan memupuk sifat takut dan percaya dengan semua kritik buruk yang dilayangkan untuknya. Semakin mereka mendengarkan ucapan buruk ini, mereka semakin yakin bahwa mereka memang seburuk itu.
"'Suara-suara' macam ini adalah proses menghancurkan pikiran di mana seseorang mengatakan perkara buruk, hal negatif, soal dirinya sendiri dan soal pasangannya," kata Fireston seperti dilansir dari Huffingtonpost.
Sayangnya banyak korban KDRT yang masih bertahan dengan pasangan yang melakukan kekerasan padanya. Dilansir dari About Abuse Survey di AS, disebutkan bahwa 74 persen perempuan akan bertahan dengan pasangannya karena alasan ekonomi. Dan, seiring dengan menurunnya keadaan ekonomi, 58 persen kekerasan jadi lebih fatal dibanding sebelumnya.
Korban KDRT tidak melulu perempuan, laki-laki pun bisa menjadi korbannya. Riset menunjukkan ada 15 persen pria yang menjadi korban KDRT dari pasangannya. Namun demikian, efeknya sama hebatnya karena membuat seseorang merasa tidak bernilai dan sakit secara emosional.
See Ladies, sebegitu hebatnya KDRT dalam pernikahan sehingga membuat seseorang menderita secara psikis dan emosional. Pernikahan itu rumahnya kasih sayang dan bukannya kekerasan. Suami dan istri wajib menghormati satu sama lain, menjunjung rasa saling menghargai, dan menggunakan komunikasi untuk mengatasi semua perbedaan. Kekerasan bukan jawaban, itu hanya bentuk emosi yang menyeramkan.
(vem/zzu)