Hubungan antara ibu dan anak perempuannya seringkali naik turun. Kadang sebal, kecewa tapi selalu ada ruang cinta untuk ibu. Surat cinta ini adalah salah satu surat yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Surat Cinta Vemale.com.
***
Bun, kalau nggak ada kesempatan menulis surat cinta, mungkin aku nggak akan pernah menyampaikan semua ini ke bunda. Aku anakmu yang kaku dalam kata-kata, I don’t believe in words anyway. Melalui surat ini aku akan menuliskan hal-hal yang selama ini aku pendam, sesuatu tentang kita dan memori sekian tahun ke belakang.
23 tahun aku hidup, kita sepertinya tidak punya hubungan seperti ibu-anak di tv-tv atau novel-novel atau apalah itu yang bakal booming menjelang hari ibu. Bukan berarti nggak ada peluk, cium, nggak sedingin itu juga, tapi ya tetap, rasa canggung itu ada. Bahkan jujur, kadang aku nggak nyaman ngobrol berdua sama bunda.
Mungkin aku terlalu kekanak-kanakan kalau merasa ada perlakuan beda yang bunda beri antara aku dan adik. Aku perhatikan, cara bunda tersenyum ke dia, lebih tulus, mata bunda nggak bisa bohong. “Pas Frida lahir rasanya seneng, trus waktu Frans muncul, ya lebih seneng gitu, lengkap, beda rasannya”, begitu kan yang bunda bilang ke orang-orang.
Apa karena aku anak perempuan, bun?
Bunda dari sebelum menikah inginnya punya anak cowok kan? Wajar bunda menuntut aku untuk bisa jadi contoh, jadi tameng untuk adik karena memang aku anak pertama kalian. Tapi, bun, kalau boleh aku ngomong jujur, aku nggak pernah bisa memilih untuk jadi urutan ke berapa dan jenis kelamin apa aku ketika keluar dari rahim bunda. Aku tahu nggak ada ibu “normal” yang benci sama anaknya, tapi aku tahu istilah “anak favorit” masih berlaku di kebanyakan orang tua (walaupun mereka nggak mau jujur soal itu) dan sepertinya aku tidak masuk dalam daftar kelompok anak-anak beruntung itu.
Bun, kalau mau jujur-jujuran lagi nih, aku suka sebel sama bunda. Kenapa bunda suka badmood? Setiap bunda begitu, suasana rumah jadi nggak enak. Tapi lucu juga sih kalau bunda sudah mulai keluar plin-plannya. Ingat tidak bunda kejadian ini “Nanti kita ke sana ya pas besok libur, cuci mata,” tetapi besoknya “Lagi seru pula India ini, minggu depannya lah pergi kita ya,”. Itu namanya php, bun, aku kan jadi kecewa.
Di luar itu semua, seiring bertambah usia, satu sifat yang aku sadari bunda turunkan ke aku adalah sifat kaku itu. Dengan gengsi yang entah segede apa, mana pernah kan aku bilang langsung aku sayang sama bunda, atau seenggaknya bilang maaf kalau aku sudah teriak-teriak, marah-marah nggak jelas ke kalian. Walau sadar salah, tetap gengsi nomor satu, ha.. ha.. ha..
Satu yang harus bunda tahu, aku ingin melakukan yang terbaik yang aku bisa. Dari SD aku berusaha untuk tetap masuk di 10 besar. Kali ini bukan buat gengsiku, tapi senyuman bangga bunda yang ku kejar. Aku nggak mau bunda direndahkan orang lain. Bunda ingat kan, semenjak bapak meninggal, semua jadi beda. Keluarga yang kita pikir bakal jadi bala dukungan, malah nyerang balik kita. Dunia kita sudah berubah bun, aku cuman mau bunda dan adik bisa bahagia, berani menatap orang-orang sekitar tanpa harus diam dan menundukkan kepala ketika mereka tertawa mengeluarkan kata-kata yang mengiris hati kita.
Kata sayang nggak akan bisa menggambarkan apa yang aku rasakan ke bunda, terlepas dari semua prasangka yang aku rasakan, aku benar-benar nggak mau kehilangan bunda. Bunda mungkin punya dua orang anak. Tapi aku, cuma satu bunda yang aku punya, bunda seluruh duniaku. Aku janji, aku akan melakukan apa pun. Aku akan berjuang untuk tetap mempertahankan senyum di ujung mata senja bunda. Kita pantas bahagia, bun. Nggak ada orang luar yang boleh menorehkan luka lagi di hati bunda.
Maaf selama ini aku terlalu egois, menuntut bunda untuk memberikan seluruh kasih sayang bunda kepadaku tanpa mau melihat ke dalam diriku sendiri mengenai apa yang sepatutnya aku berikan sebagai anak. Maaf di usiaku yang sekarang aku masih sering marah-marah, nggak menuruti apa yang bunda mau, sok pintar dengan pengetahuan minim yang aku punya.
Terimakasih untuk setiap pelukan yang bunda beri ketika aku berada di titik terendah dalam hidupku. Terimakasih untuk sapuan tanganmu ketika menghapus air mataku disaat kita sama-sama rapuh kehilangan sosok itu. Janjiku pada bapak di surga, aku akan meneruskan tugas bapak menjaga kalian. Apa pun yang pernah terjadi di antara kita, satu yang aku yakini bun, Tuhan tidak pernah salah ketika mengirimkan aku untuk menjadi bagian darah dagingmu. Aku sayang bunda selalu.
Dari:
Anakmu si kaku
(vem/yel)