Dari Anak Hasil Perselingkuhan Suami, Aku Belajar Kedamaian Hati

Fimela diperbarui 06 Feb 2017, 10:05 WIB

Sebut saja namanya Cinta. Beberapa tahun silam dipersunting seorang aktor serba bisa yang sedang berada puncak kariernya. Walau usia keduanya berbeda 10 tahun dan Cinta baru saja lepas SMA, namun karena hati telah berbunga asmara, maka mereka pun kemudian memutuskan menikah di usia  Cinta yang masih muda.

Di usia yang sedang mekar–mekarnya, madu kasih dan manisnya kehidupan rumah tangga segera mengisi hari – hari sepasang suami-istri ini. Keduanya nampak serasi walau bentang jarak umur keduanya cukup jauh. Mereka berdua berusaha untuk saling mengimbangi dan saling mengisi. Hingga akhirnya buah cinta mereka berdua terwujudkan dalam kelahiran seorang bayi perempuan yang membuat kehidupan rumah tangganya semakin berwarna.

Menjadi ibu di usianya yang relatif muda dan bersuamikan seorang publik figur yang selalu menjadi sorotan media, bukanlah hal yang mudah bagi seorang Cinta. Walau dia sendiripun juga seorang pekerja seni dan lakon di berbagai sinetron serta film, namun menjadi seorang ibu, telah mengubah ritme kesehariannya. Cinta berusaha menjadi ibu yang baik, istri yang sempurna di mata suami, sekaligus tetap menjalankan tugas keartisannya.  Tiga hal yang harus dijalani Cinta sehari–hari semenjak kelahiran bayi perempuan buah cinta dengan suaminya.

Upaya manusia takkan pernah bisa mengalahkan ketetapan takdir Sang Illahi. Demikian juga dengan semua yang telah diupayakan oleh Cinta dalam semua ikhtiarnya sebagai perempuan, istri dan ibu dalam keseharian yang dijalaninya. Titik balik takdir dan perubahan skenario hidup itu dialaminya saat mengetahui perselingkuhan sang suami dengan seorang perempuan lawan main suaminya dalam sebuah acara drama komedi populer di layar kaca.

Perselingkuhan itu menjadi awal kehancuran rumah tangga Cinta yang sudah dijalani bertahun-tahun bersama sang suami. Mereka berdua pun akhirnya berpisah karena kehadiran orang ketiga yang merebut utuh hati suami Cinta. Dalam luka hati, kecewa, kekalutan dan kegundahan, Cinta pun menjalani hari-harinya dengan anak perempuannya yang kala itu masih balita. Cinta tetap berusaha bersabar dan tabah menghadapi musibah ini dan menganggapnya sebagai jalan terbaik yang dipilihkan Tuhan untuknya.

'Tafakur', demikian Cinta menyebut upaya ‘perdamaian’ antara dirinya dengan hatinya yang luka. Mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, menjadi langkah yang dipilih di antara banyak cara lainnya. Cinta pun kini telah mendapatkan kedamaian yang sebenar-benarnya karena ia terbukti dengan rela, ikhlas dan mampu mengasuh anak mantan suaminya yang dititipkan kepadanya sementara waktu untuk diasuh olehnya. Anak yang terlahir dari mantan suaminya dengan perempuan yang telah ‘merebut’ cinta dari dirinya.

Bisakah orang lain melakukan 'tugas' seperti ini, jika berada pada posisi yang persis sama dengan seorang Cinta? Tentu saja dengan sebuah syarat dan ketentuan jika semua orang yang mengalami perceraian mencapai sebuah tahapan yang disebut penerimaan mutlak. Dimulai dengan kemarahan, setiap orang pasti akan murka saat mengetahui dirinya dikhianati oleh orang yang selama ini dicintainya. Kemudian seseorang akan menyangkal musibah yang dialaminya, menganggapnya kejadian yang biasa-biasa saja. Jika kondisi ini berlanjut maka frustasi berkepanjangan akan dialaminya. Tanpa pertolongan orang lain, dan yang lebih penting lagi adalah upaya untuk menolong diri sendiri, maka keterpurukan ini akan berlangsung selamanya atau setidaknya akan menghantui hidupnya di masa depan.

Apa yang dialami oleh Cinta sehingga mampu dengan ikhlas mengasuh anak mantan suami yang telah mengkhianatinya adalah jalan panjang yang susah payah telah dilaluinya. Ia bergerak menyeret diri dalam upaya penyelamatan dari kubangan nestapa menuju cahaya. Dengan segenap daya dan upaya, Cinta berhasil meraihnya. Pelajaran hidup soal kedamaian dalam penerimaan total akan takdir yang dianugerahkan padanya oleh-Nya telah ia rasakan.

Saat manusia bisa berdamai dengan ‘lawan terberat’ dan menerima seluruhnya, maka semua akan dianggap sebagai sesuatu yang ‘mencerahkan’ hidupnya dan asalnya dari Tuhan.

"Peace comes from the acceptance of the part of you that can never be at peace."

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di

(vem/wnd)