Smile Like Monalisa: Cerita Di Balik Legenda Senyuman Monalisa

Fimela diperbarui 03 Jan 2017, 09:18 WIB

‌Di masa sekarang ini, senyum bisa dinikmati setiap saat sepanjang hari. Bukan di kehidupan nyata, tapi di alam maya. Setidaknya senyum bisa dilihat, dari bermacam - macam pose selfie, wefie atau senyum para model hasil karya fotografer dengan kualitas dan kreativitas tinggi.

Senyum menjadi tak mahal lagi. Melalui layar LCD dan LED dalam berbagai ukuran inci. Dari senyum anak - anak yang sedang girang bermain tali, atau senyum 'mengundang' para gadis berbikini seksi, atau malah senyum polos nenek - nenek yang sudah tak bergigi lagi. Senyum sudah menjadi bagian penting di dunia maya terutama saat mereka mengabadikan diri dalam satu momen dalam foto-foto atau video untuk dikenang di masa-masa nanti.

"Senyum adalah make up terbaik bagi wajah."


Dengan senyum, lengkap lah rasanya dandanan dan penampilan yang sudah sedemikian rupa. Maka tak heran jika senyum dikatakan menjadi 'nilai tambah' wajah siapapun, apalagi jika dilakukan dengan tulus dari dalam hati.

Di jaman dahulu kala, jauh sebelum 'selfie' ada untuk menangkap senyum-senyum terbaik manusia, ada sebuah cerita yang beredar.
----------
"Senyumlah dengan tulus Mona,aku tak bisa melukismu dengan senyuman palsu semacam itu ..." kata Leo.
"Bagaimana mungkin aku bisa tersenyum saat pantatku pegal dan pinggangku mau patah berjam-jam duduk tegak untukmu! Dasar pelukis bodoh!" tukas Mona lebih galak dari biasanya. "Bikin aku tersenyum, jika kau mau senyumku!"
"Aku pelukis, aku seniman, bukan pelawak," tangkis Leo. Kalimat ini membuat Mona meradang, bangkit berdiri sambil melanjutkan sumpah-serapah dan caci maki. Leo tak mau kalah dan membalas setiap caci maki dengan cercaan yang lebih menyakitkan hati. Keduanya lalu bertengkar hebat sekali.

Lalu datanglah laki - laki tua, seorang tukang kebun nDalem Davincen yang menengahi. "Sudahlah, Tuan Leonardo da Vinci, ndoro Monalisa, mari-mari berdamailah. Biar saya bantu nDoro Monalisa menemukan senyum tulusnya lagi. Sini nDoro Mona, saya akan bisikkan sesuatu kepada Anda ... "

Si tukang kebun lalu membisikkan sesuatu kepada Monalisa. Tak lama kemudian, mengembang lah senyuman Monalisa yang beberapa saat lalu hilang dari wajahnya. Senyum itulah yang terlukis oleh Leonardo Da Vinci dalam karya legendarisnya hingga kini. Monalisa, mungkin saja begitu awal penciptaanya.

Pengen tahu apa yg dibisikkan si Tukang Kebun Tua ke telinga Sang Monalisa? Tak ada yang tahu hingga sekarang, tetapi berkatnya lah muncul senyuman khas Monalisa yang penuh misteri itu. Senyum tulus, senyum palsu, senyum terpaksa, yang pasti semua senyum punya alasan dan rahasianya sendiri-sendiri. Mungkin saja si Tukang Kebun membisikkan sebuah cerita lucu atau komedi, atau justru membocorkan rahasia cinta terpendam tuannya, si pelukis, Leonardo da Vinci kepada Monalisa.

Apapun itu senyum Monalisa, toh akhirnya tertangkap dalam sebuah lukisan yang abadi hingga kini. Demikian juga senyum-senyum di dunia maya. Biarlah tetap misteri. Jangan ditafsirkan, jangan dibawa 'baper', jangan dibumbui dengan persepsi. Biarkan senyum-senyum itu tetap dengan alasannya sendiri-sendiri. Kita tinggal menikmatinya.

Tersenyumlah karena senyum bisa menjadi pemberian sederhana penuh cinta kepada siapapun yang mendapatkannya. Semoga tulisan ini pun bisa menghadirkan senyuman bagi siapa pun yang membacanya. Cukup rasanya bagi saya, jika senyum bisa mengembang karena membaca tulisan ini. Namun akan lebih lengkap jika senyuman yang diberikan dikombinasikan dengan mengacungkan satu jari. Ya, cukup satu jari saja, yakni ibu jari.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di



(vem/wnd)