[Vemale’s Review] Novel ''Senandika Prisma'' Karya Aditia Yudis

Fimela diperbarui 03 Jan 2017, 09:40 WIB

Judul: Senandika Prisma
Penulis: Aditia Yudis
Penyunting: Jia Effendi
Cetakan pertama, Desember 2016
Penerbit: Falcon Publishing


Sinopsis:

Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.

Rumah nomor 6 kedatangan penghuni baru. Cokelat dan berbulu. Hadiah untuk seorang anak laki-laki yang riang dan lucu. Bibir mungilnya selalu mengulas senyum yang dapat menghapus kesedihan dan menularkan keceriaan.

Namun, kehidupan selalu punya kejutan. Rumah nomor 6 menyimpan kutukan. Gadis manis yang tinggal di sana perlahan kehilangan harapan. Pernikahan yang sudah direncanakan lambat laun berubah menjadi angan belaka. Prisma bertahan di ambang kehancuran. Dia menanggung semua luka untuk menemukan kembali yang telah hilang.

Pernikahan sudah di depan mata. Prisma seharusnya menyambutnya dengan hati yang bahagia. Sebentar lagi ia akan menjadi istri Ian dan menjadi ibu dari seorang anak laki-laki menggemaskan bernama Rory. Namun, bencana datang. Rory diculik.

Saat sedang pergi ke sebuah butik, Prisma sempat teralihkan perhatiannya akan sebuah kado kejutan. Tak lama berselang, Rory menghilang. Ian yang mengetahui kabar itu langsung panik. Lebih-lebih Prisma, karena Rory hilang saat bersamanya. Perasaan bersalah membuat Prisma ikut tertekan.

Dalam usaha pencarian, Ian mengarahkan kecurigaannya pada kakaknya sendiri, Niko. Masih ada dendam di hati Ian, terlebih karena ia menganggap Niko sebagai penyebab utama ayahnya meninggal dunia. Selain mencari ke berbagai tempat, ibu Prisma juga mengusahakan pencarian lewat bantuan paranormal Ronggo Angsono. Ronggo Angsono merasa kalau rumah no. 6 yang kini dihuni Prisma, ibu, dan adiknya memiliki nuansa kelam. Apalagi sebelumnya ada seorang wanita yang meninggal di rumah itu.

Ian makin frustrasi saja saat usahanya mencari Rory tak kunjung menemukan titik terang. Belum lagi dengan teror bangkai kucing yang diterimanya. Hubungannya dengan Prisma juga makin mengambang. Prisma sendiri juga dilanda dilema yang luar biasa. Siapa yang sebenarnya menculik Rory? Apakah ada hubungannya dengan rencana pernikahan Ian dan Prisma? Bagaimana nasib Prisma pada akhirnya?

Novel ini sukses membuat saya penasaran. Penasaran soal siapa pelaku penculikan Rory juga nasib Prisma dan pernikahannya. Belum lagi dengan masalah keluarga yang dihadapi Ian juga Prisma.

Rosalin, istri Ian yang tak lain ibu kandung Rory meninggal tak lama setelah Rory lahir. Ian akhirnya yang mencurahkan semua waktunya untuk putra tercintanya. Tak mudah pastinya membesarkan seorang putra sendirian ditambah lagi sempat ada masalah dengan ibu mertuanya.

Saat sosok Prisma hadir, Rory seakan menemukan sosok Mama yang selama ini dirindukannya. Prisma juga sangat menyayangi Rory. Ia sampai menghadiahi Rory seekor kelinci menggemaskan yang diberi nama Junior. Namun, Prisma merasa hidupnya tak pernah sempurna. Apalagi hubungannya dengan adik perempuannya Medina yang tak bisa dibilang akur.


“Kamu tahu, Ian. Kehilangan akan selalu terjadi. Itu sesuatu yang natural. Sesuatu yang harus terjadi. Orang tua mati untuk memberi kesempatan mereka yang masih muda tumbuh dan mengisi ruang yang ditinggalkan.”
(Saddam, hlm. 180)

Menyoroti soal Prisma, ah sedih sekali mengikuti kisah dan memahami perasaannya. Perasaan bersalah terus menghantuinya. Tak mudah menghadapi kehilangan. Prisma mencoba tegar meski tak bisa dipungkiri bahwa dirinya sudah begitu rapuh.

Yang menarik dari novel ini adalah mengangkat isu terkait anak hilang. Tentang kasus Etan Patz yang begitu mendunia. Juga soal Ambiguous Lossyang merupakan salah satu bentuk kehilangan yang paling berat, umumnya juga dirasakan oleh keluarga atau orang tua yang dilanda cemas karena tak tahu nasib yang menimpa anak mereka yang diculik.

Soal cinta, keluarga, kehilangan, dan berdamai dengan perasaan bersalah, semua itu terangkum apik di novel Senandika Prisma. Dan cukup mengejutkan ketika mengetahui pelaku penculikan Rory yang sebenarnya.

(vem/nda)