Rasa sedih kehilangan memang meninggalkan rasa trauma tersendiri. Namun, dari situlah ada pelajaran dan makna yang bisa diambil. Seperti kisah yang ditulis sahabat Vemale ini untuk mengikuti Lomba Bangga Menjadi Ibu ini. Di kehamilan keduanya, ia memutuskan untuk berhenti bekerja. Dan keputusan itu sama sekali tak disesalinya.
***
Bahagia itu...
Bahagia itu sehat.
Bahagia itu senyum.
Bahagia itu sayang.
Karena aku mengartikan bahagia itu adalah kamu, anakku.
Perjalanan wanita memang tidak lengkap rasanya tanpa menjadi seorang "ibu". Sebuah kata yang menakutkan bagiku karena seolah mengharuskanku untuk menikah, hamil, dan melahirkan. Tiga hal yang belum masuk dalam kamus hidupku waktu itu. Dulu aku hanya berpikir bahwa aku harus lulus kuliah, berkarier, dan sukses. Itulah tiga hal yang menurutku akan membuatku "bahagia". Bahkan sahabat - sahabatku menempatkanku pada posisi terakhir dalam "daftar yang akan menikah duluan".
Manusia boleh berencana, namun Yang Maha Kuasa lah penulis skenario terbaik hidupnya. Maunya menikah kapan-kapan, tapi karena suatu kejadian mengharuskanku menikah secepatnya. Intinya karena keinginan ibu tercinta. Sempat waktu itu "kesal" kepada ibu kenapa tidak mendoakanku untuk melanjutkan pendidikan atau mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi? Kenapa ibu mendoakanku agar segera mendapat jodoh di usiaku yang baru 25 tahun? Sungguh bertentangan dengan rencanaku. Tapi mau tidak mau aku memenuhi keinginan beliau.
Aku bersyukur mendapat sosok suami yang sholeh dan insyaAllah mampu membimbingku ke arah yang jauh lebih baik. Sekali lagi karena keinginan ibu, aku tidak boleh menunda kehamilan. Akhirnya aku merasakan sosok yang sangat dekat dan tumbuh bergerak-gerak dalam rahimku. Itulah pertama kalinya aku tahu apa yang disebut dengan "tangis bahagia". Namun sayang, karena kesibukanku bekerja aku harus kehilangan dia di usia kehamilan bulan kedua.Saat itu dokter berkata, "Anda tahu janin Anda itu seperti terombang ambing dan berusaha sekuat tenaga menggantung di rahim Anda ketika diajak bekerja keras, janin itu adalah jiwa yang berharga yang sangat tergantung pada sosok ibunya, tolong jaga dengan baik untuk kehamilan selanjutnya."
Aku menangis sejadi-jadinya mendengar nasihat dokter. Itu adalah kalimat yang tak bisa kulupakan dalam hidupku. Antara karier dan hamil itu bukanlah suatu pilihan karena aku sadar menjaga jiwa berharga dalam rahimku adalah urutan nomor satu. Maafkan ibu wahai anak pertamaku, semoga kita akan bertemu di surga-Nya kelak, aamiin.
Alhamdulillah, Allah memberikan kesempatan lagi. Beberapa bulan berikutnya aku hamil lagi dan aku bertekad untuk berhenti bekerja pada waktu itu juga. Suatu keputusan yang tidak akan dibuat oleh diriku yang dulu. Aku jaga dengan sepenuh hati dia. Kusiapkan segala keperluannya dengan sebaik-baiknya.
Dan hari paling bahagia itu pun tiba. Dengan tangis, harap, doa, dan usaha terbaik yang kubisa dia hadir ke dunia. Sakitnya kontraksi berhari-hari, perih luka dan lelahnya diri semua benar- benar seolah tak terasa ketika mendengar tangisan pertamanya. Aku tidak pernah bangga pada diriku sendiri sebelumnya. Tapi aku benar-benar tak bisa menahan rasa itu, haru dan bahagia juga bersatu padu, sekali lagi aku merasakan tangis bahagia itu.
Putri kecilku, anakku, buah hatiku, terima kasih sudah berjuang dengan baik di rahim ibu. Terima kasih sudah membuat ibu bahagia. Sehatmu membuat ibu bahagia, senyummu membuat ibu bahagia, dan bahagia tak terhingga ibu bisa belajar makna sayang dari hadirmu.
Terakhir untuk ibu, maaf jika aku pernah kesal padamu karena ketidaktahuanku dan terima kasih telah mendoakanku menjadi sosok ibu, yang bukan hanya berarti memiliki anak namun juga mampu mengubah cara pandang dalam hidupku.
Kini tak ada lagi takut ketika mendengar kata hamil dan melahirkan. Karena semua itu adalah anugerah yang paling membahagiakan. Aku bangga sudah memilih jadi ibu. Sebuah jabatan termulia dan salah satu kunci bahagia menjadi wanita.
Salam dari salah satu pasangan ibu dan anak bahagia di Indonesia,
Siti Aisyiah (27 th) dan Saudah Ameera (7 bulan)
- Kuberanikan Diri Mengatasi Takutku karena Kini Aku Seorang Ibu
- Dulu, Sempat Kuberniat Menggugurkan Kandungan demi Putra Sulungku
- Meski Sibuk Bekerja dan Dicibir Orang, Kuasuh Putriku Penuh Cinta
- Jadi Ibu Memang Tak Mudah Tapi Pengalamannya Luar Biasa Indah
- Kutinggalkan Karier demi Menjaga Kehamilanku dan Kusyukuri Semua