Menjalani peran sebagai seorang ibu memang ada banyak suka dukanya. Termasuk dalam urusan bisa membagi cinta dan kasih sayang secara adil. Seperti kisah yang ditulis sahabat Vemale ini untuk mengikuti Lomba Bangga Menjadi Ibu ini. Ibu berinisial F. B. ini menceritakan kisahnya yang dulu sempat ingin menggugurkan anak keduanya demi anak pertamanya.
***
Ini memang bukan pengalamanku yang pertama kali melahirkan, melainkan yang kedua. Namun di sinilah perjuanganku menjadi seorang ibu diuji. Saat aku hamil anak kedua, sang kakak sudah berusia enam tahun saat itu. Sudah sejak lama anakku selalu berpesan ia tidak menginginkan seorang adik. Apapun jenis kelaminnya. Namun aku telah membuatnya kecewa. Anak laki-laki pertamaku tak lagi sama seperti dulu.
Saat itu tepatnya di bulan Oktober, aku mengandung anak keduaku. Bahagia rasa hati ini mengetahui hal tersebut. Namun tidak demikian dengan anak pertamaku. Sebut saja ia Jason. Sejak mengetahui aku mengandung lagi, sikap dan perilakunya mulai berubah. Ia yang saat duduk di bangku Taman Kanak-Kanak selalu menjadi juara kelas, namun setelah masuk Sekolah Dasar menjadi yang terbelakang. Tidak ada lagi peringkat lima besar, bahkan tiga besar. Apalagi juara kelas.
Aku tahu sejak awal ini memang salahku, namun nasi telah menjadi bubur. Aku tidak mungkin menggugurkan kandunganku hanya demi anakku yang lain. Aku pernah berpikir untuk melakukannya namun segera kutepis bayangan gila itu. Tak adil bagi bayi ini untuk menerima keputusan sesaatku. Aku yakin ia pun ingin merasakan indahnya dunia saat lahir nanti.
Kembali ke perilaku sang kakak. Walaupun aku dibantu Ibu dan Ayahku untuk mencoba mengembalikan perilaku awal dan keceriaannya yang dulu, namun itu tak cukup. Suamiku pun tak bisa banyak membantu karena kami berdua memang tengah disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Tapi kami selalu menyempatkan waktu untuk sekadar menanyakan kegiatan sehari-harinya.
Hingga akhirnya sembilan bulan telah berlalu, tiba waktuku untuk melahirkan bayi keduaku. Semua persalinan berjalan dengan lancar. Bayi keduaku pun berjenis kelamin lelaki. Rasa bahagia meliputi seluruh hatiku, namun tak bisa ditutupi ada rasa sedih dan bersalah yang menelusup juga. Hari pertama di rumah sakit aku diliputi gundah gulana. Banyak pikiran yang berkecamuk di kepalaku. Bagaimana reaksi anak pertamaku melihat kehadiran adik barunya? Apakah ia juga akan sebahagia diriku? Apakah ia akan menanyakan apa jenis kelamin adiknya? Semua itu memenuhi isi kepalaku.
Sesampaiku di rumah, Jason sedang sekolah. Kata Ibuku, tak lama lagi ia akan pulang. Dan benar saja, tiga puluh menit kemudian ia tiba di rumah. Ia lalu masuk ke kamarku dan melihat adiknya yang sedang tertidur pulas. Dalam hati aku harap-harap cemas, kira-kira apa yang ada dalam pikirannya saat ini? Ia hanya berkata pelan, “Gendut banget. Mukanya mirip Mami. Untung aku mirip Papi." Puji Tuhan tak ada rasa sedih atau kecewa dari nada bicara atau ekspresi wajahnya. Aku senang bukan main saat itu. Ingin rasanya memeluk Jason namun ia langsung melesat keluar rumah untuk bermain dengan teman-temannya.
Kukira itu awal kebahagiaanku. Namun itu semua sirna seketika. Karena ternyata Jason memang tak menyukai adiknya. Hingga kini masing-masing dari mereka berusia lima belas tahun dan sembilan tahun, mereka tak pernah akur. Hanya sesekali terlihat rukun, namun selang beberapa menit kemudian adiknya pasti akan dibuat nangis dengan penyebab yang beraneka ragam. Kurasa aku akan butuh tenaga ekstra untuk membuat kedamaian di antara mereka berdua.
Walau begitu aku tetap sayang kedua anakku tanpa perbedaan. Sekuat tenaga aku dan suamiku akan membahagiakan keduanya. Aku tahu peranku sebagai seorang Ibu tidak akan berjalan mulus, namun aku berusaha menikmati segala kesukaran yang aku hadapi. Aku teringat dengan perjuangan Ibuku saat muda dulu. Jika aku saja yang hanya memiliki dua orang anak harus menyerah di tengah jalan, lalu bagaimana dengan Ibuku yang memiliki lima orang anak?
Beginilah perjuangan seorang Ibu yang takkan ada satu orang anak pun yang tahu penderitaan dan kebahagiaan yang dihadapi. Namun aku bersyukur aku pernah merasakannya.
Terima kasih Ibu, kini aku mengerti bagaimana perasaanmu kala dulu mengurusi kami anak-anakmu. Kami senantiasa akan mengingat dan membalas kasih sayangmu walau kutahu itu takkan terganti. Dan untuk ibu-ibu lain diluar sana, Selamat Hari Ibu. Kecup sayang untuk kalian semua.
- Meski Sibuk Bekerja dan Dicibir Orang, Kuasuh Putriku Penuh Cinta
- Kutinggalkan Karier demi Menjaga Kehamilanku dan Kusyukuri Semua
- Jadi Ibu Memang Tak Mudah Tapi Pengalamannya Luar Biasa Indah
- Saat Kuhampir Kehilangan Bayiku, Tuhan Memberiku Kesempatan Kedua
- Dulu Rajin ke Salon, Setelah Jadi Ibu Aku Lebih Suka Tampil Alami