Kusadari Bahwa Menjadi Ibu Itu Berat Tapi Aku Bangga dan Bahagia

Fimela Editor diperbarui 31 Agu 2024, 09:50 WIB

Kita baru menyadari betapa beratnya peran seorang ibu saat akhirnya kita sendiri yang menjalani dan melakoninya. Seperti kisah yang ditulis sahabat Vemale ini untuk mengikuti Lomba Bangga Menjadi Ibu. Ia menceritakan pengalamannya menjadi ibu untuk pertama kalinya. Ada banyak tantangan dan ujiannya tapi ia justru bangga dan bahagia.

***

Ibu. Satu kata yang mungkin hanya berarti orang yang melahirkanmu dan membesarkanmu. Tak pernah aku tahu seperti apa beban atau kebahagiaan yang dirasakan oleh seorang ibu. Yang aku tahu dia selalu tersenyum saat aku bahagia dan menangis saat aku bersedih.

Kini, kata "ibu" sudah melekat padaku. Ya, aku adalah ibu dari seorang putri yang cantik yang bulan Januari tahun depan genap berusia 5 tahun. Putriku bernama Degiva Afdal Pramesti. Seorang anak yang enerjik dengan tingkah dan cara bicara yang spontan.

Dulu saat mengandungnya, aku merasa takjub melihat perubahan pada bentuk perutku yang semakin membesar. Apalagi saat aku dan suami mengajaknya mengobrol atau mendengarkan musik, terlihat jelas ada telapak tangan di kulit perutku. Atau saat aku sedang merajuk pada suamiku tampak bentuk punggung yang meringkuk di perutku, seakan-akan dia pun ikut merajuk seperti aku. Lucu, semakin tak tertahankan menantikan kehadirannya.

Saat melahirkan pun tiba, rasa sakit yang tak tertahankan di perut amat menyiksaku. Keringat dingin bercucuran di kening dan seluruh tubuhku. Pukul 17.30 aku sampai di rumah bersalin, karena ini kehamilan pertamaku dan saat pertama melahirkan bagiku mengakibatkan tekanan darahku menjadi tinggi. Dan bidan mengatakan bahwa aku harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar untuk melakukan caesar.

Mendengar perkataan bidan, aku langsung bertambah stres. Suami terus memberikan dorongan semangat padaku dan menyakinkan aku bahwa aku pasti melahirkan dengan normal. Pukul 18.15, bidan masuk ke ruanganku dan mengecekku. Ternyata aku sudah siap untuk melakukan persalinan. Dengan dibantu bidan dan dua suster, aku melahirkan. Dimulai dengan teriakanku yang pertama, suamiku berkata mulai terlihat rambut. Teriakanku yang kedua sudah terlihat sedikit kepala bayi dan teriakanku yang ketiga, keluarlah seluruh tubuh bayiku. Disertai dengan tangisan keras bayi dan hilangnya rasa sakit dan nyeri yang kurasakan sebelumnya.

Ucapan syukur terdengar dari mulutku, suami, serta bidan dan suster yang membantu persalinanku. Bidan itu berkata, “Selamat ya Ayah, Bunda. Bayinya perempuan.” Perasaan bahagia, terharu, lega sekaligus syukur bercampur dalam hatiku.

Apalagi setelah suster membaringkan bayi mungil itu di dekapanku. Aku merasakan nikmat dan bangga menjadi seorang ibu. Aku merasakan bagaimana sakitnya saat akan melahirkan dan mengerti beratnya pengorbanan yang harus seorang ibu jalani saat akan melahirkan. Putriku sehat tanpa kurang suatu apa pun, wajahnya sangat mirip dengan suamiku. Dan suara tangisnya terdengar sangat kencang.

Seiring bertambahnya usia putriku, banyak sekali perkembangannya yang kulihat. Dari dia mulai memperhatikan saat aku dan suami berbicara dan bernyanyi serta berinteraksi dengannya secara langsung. Saat dia tiba-tiba bisa tengkurap, aku sangat bangga bisa menyaksikannya secara langsung. Namun jujur, hanya satu setengah tahun aku mengurus secara langsung putriku.

Dikarenakan tuntutan kebutuhan ekonomi, aku harus membantu suamiku bekerja. Beruntungnya ada ibuku yang membantu mengurusnya. Banyak sekali tantangan yang aku hadapi dalam menjadi ibu. Di saat itu aku baru mengerti beban lelah yang dirasakan oleh seorang ibu, lelah karena bekerja yang kurasakan sirna setelah melihat senyum dan tawa putriku yang selalu menyambutku saat pulang bekerja.

Saat malam aku pun tak bisa langsung beristirahat karena putri ku masih membutuhkan ASI dariku. Belum lagi omongan dari tetangga yang mencibir karena putriku tidak suka dengan susu kaleng. Dan mereka mengatakan kalau putriku pasti akan sakit-sakitan karena tidak suka dengan susu kaleng. Tapi aku bersyukur karena putriku tumbuh dengan sehat dan jarang sakit. Apalagi putriku tipe anak yang enerjik dan periang walau terkadang moody.

Pernah sekali waktu putriku sakit atau saat ia terjatuh kaki serta tangannya mengeluarkan darah, suara tangisannya begitu kencang, rasa sedih dan sakit terasa amat menusuk dalam hatiku. Kalau bisa aku memohon aku ingin bertukar tempat dengannya, biar aku yang merasakan segala sakit yang dirasakan olehnya.

Rasa ingin tahu dan penasarannya semakin hari semakin bertambah. Kosakatanya dalam berbicara sudah banyak sekali. Di sini peranku sebagai ibu kembali diuji, mengajari, dan menasihatinya untuk tidak berbicara kasar. Mungkin bagi beberapa orang mengajari dan menasihati anak kecil itu mudah, tapi tidak bagiku. Karena aku tahu anak kecil itu merupakan penyaring yang cepat, ditambah lagi putriku adalah anak yang cepat mengerti apa pun dalam sekali lihat atau dengar dan sifat moody-nya itu loh. Kesabaranku harus ekstra dalam menghadapinya agar dia mengerti.

Satu kata yang menggambarkan perasaanku setelah menjadi Ibu adalah bangga. Yup, aku bangga menjadi ibu.

Karena aku bukan hanya melahirkan seorang putri yang cantik, namun aku juga membesarkannya, mengajarinya banyak hal, mengenalkannya dengan hal-hal yang baru, memarahinya karena nakal, tertawa saat bersama dengannya dan menangis bila putriku terluka. Aku sangat menyayanginya.

(vem/nda)

What's On Fimela