Tiga tahun lalu, Indonesia masih menjadi negara keenam pengakses pornografi terbanyak di dunia. Setahun berikutnya, menjadi peringkat ke 3 dan tahun lalu menjadi runner up di bawah Amerika Serikat. Setidaknya data dari sebuah komunitas sarjana IT di Jakarta ini menjadi sebuah bukti nyata sebuah ironi 'maling lebih pintar daripada satpam'.
Yang lebih miris lagi, dari survei yang dilakukan, 80 persen dari pengakses pornografi adalah remaja dan pemuda di Indonesia. Mereka memiliki dan menyimpan materi pornografi di dalam HP atau gadgetnya. Bukankah semakin nyata bahwa program cekal pornografi yang dilakukan oleh pemerintah selama ini bak satpam yang kebingungan melihat lingkungannya, tapi tetap saja kemalingan walau gardu dan pagar sudah didirikan?
Materi bernuansa pornografi mulai merambah ke jejaring sosial melalui berbagai aplikasi. Terutama aplikasi berbagi video yang dimanfaatkan sedemikian rupa untuk memikat para remaja dan pemuda. Targetnya adalah menjadikan mereka sebagai pengguna sekaligus penggemar materi-materi pornografi. Bahkan cara berbaginya pun konon bisa real time, seolah menyaksikan siaran langsung sebuah program berisi aktivitas para pemerannya. Akhirnya justru hal ini menjadi contoh para remaja dan pemuda kita untuk bagaimana tampil di media yang sama. Mengundang syahwat bukannya simpati, mengundang nafsu bukannya apresiasi.
Setelah menjadi negara dengan jumlah 'pencuit' terbanyak di setiap harinya, beberapa tahun yang lalu, apakah di tahun ini atau di tahun depan kita menjadi negara terwahid berpenggemar pornografi via internet di dunia? Tentu bukanlah suatu prestasi yang layak dibanggakan.
Semalam saya coba 'iseng - iseng' bertanya kepada seorang web content manager berkaitan dengan pernyataannya sebulan yang lalu tentang materi yang terbanyak di akses di internet. Hal ini berkaitan dengan fenomena yang terjadi di akhir - akhir ini, menyangkut hingar-bingar kasus yang bernuansa SARA, yang menggelora hingga seluruh penjuru Indonesia, sehingga setiap orang merasa perlu angkat bicara. Jawabnya, "Ah, itu hanya sementara, Pak. Lumayan untuk 'bumbu' penyedap dan pengangkat jumlah pengunjung web, tapi nanti juga kembali lagi. Sudah menjadi watak dasar kita menyuka yang porno-porno ..."
Ealah ... sudah watak? Ingin rasanya saya menyanggahnya. Mau protes tapi untuk apa? Toh data dan fakta serta kenyataannya, kita memang seperti itu. Sedang perang kata dan hujat menghujat tentang salah dan benar, masih berlangsung dengan seru di luar sana. Apakah ini salah satu pertanda kita sedang mengalami darurat moralitas?
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di
(vem/wnd)