Bermain Peran dan Berlomba Kesan di Dunia Maya, Demi Apa?

Fimela diperbarui 07 Des 2016, 10:36 WIB

"Mungkin kamu tak pernah melihat bahwa sebenarnya orang - orang suka melihatmu apa adanya. Hanya karena kamu tak pernah menyadarinya saja.  Mungkin kamu tak mendengar, bahwa orang - orang membicarakan hal baik tentangmu, hanya karena kamu terlalu kuatir pada hal - hal buruk yang terlanjur ada pada dirimu. Mungkin kamu sebenarnya lebih menawan, menarik dan spesial sebagai dirimu sendiri, ketimbang dari apa atau siapa yang selama ini kamu yakini lebih baik dari dirimu sendiri."

Di dunia maya, mematut diri, menarik perhatian orang lain adalah kegiatan manusia yang semakin mengutama saja. Terutama pada generasi muda yang masih memandang penting dan menempatkan di tempat yang lebih tinggi: aspek ragawi, nilai - nilai fisik, dan perangkat kebendaan dibandingkan lainnya.

Bicara different point of interest, bicara different point of view kepada mereka rasanya memang belum pada waktunya. Lumrah saja jika menyangkut masalah usia, umur mereka adalah masa pencarian jati diri yang sedang hot-hotnya. Sebagian besar memilih melabuhkan selera, memilih rasa dan menjatuhkan pilihan pada sosok - sosok idola mereka sendiri untuk dicontohnya. Tak heran jika para muda ini selalu berusaha tahu, mengikuti dan meniru bagaimana gaya bahkan juga dalam prinsip serta cara para pesohor para pesohor di layar kaca memandang hidupnya. Hal ini sangat bisa dijadikan panutan melalui gambaran di media sosial. Karena para idola ini pun juga membutuhkan pengakuan atas eksistensinya sendiri melalui akun - akun media sosialnya.  

"Itu foto dan video siapa? Kok lebih banyak foto orang itu ketimbang foto kamu sendiri?" Pertanyaan itu muncul saat melihat seorang remaja putri yang tergila-gila terhadap seorang artis pria di layar kaca. Ia diam tak berkata-kata. Memang, haknya untuk memasang foto atau video siapapun di akun sosial medianya. Namun 'apa kata dunia' jika dia malah terobsesi menjadi orang lain yang kenal pun tidak. Apalagi menyadari foto dan videonya dipakai dan diakui sebagai diri seorang remaja putri yang sedang tergila-gila dengannya.

"Tak lelahkah hatimu berusaha menjadi orang lain atau setidaknya membayangkan dirimu sebagai orang lain?"

Tetap tak ada jawaban lagi dari gadis itu. Namun sekilas tampak kilat - kilat di mata yang menunjukkan penyangkalan atas tuduhan di atas. Mungkin dia sudah sedemikian rupa mengidolakan Sang Bintang, sehingga sosok idola itu menjadi pemuas kebutuhan jiwanya. Menjadi penenentram gundah gulana batin yang kecewa atas fakta - fakta dalam perjalanan hidupnya sendiri. Barangkali ada suatu hal  yang ia tak puas dalam hidupnya?

"You may not be PERFECT, but at least you are not FAKE."


Tahulah gadis dalam cerita di atas tentang arti kalimat ini, Namun tetap saja dia diam seribu bahasa, malah semakin tak nyaman oleh pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan walau bertujuan mendudukkan persoalan sesuai tempatnya. Tempatnya menurut pandangan penanya tentunya. Dan mungkin karena kekesalannya, dia lalu bangkit berdiri dan dengan ketus, berkata, "Fake people talk about other people being fake!" Ia lalu bergegas pergi.

Si Penanya melongo mendengar jawaban yang terduga itu. Namun justru ia disadarkan bahwa acapkali seseorang tidak bisa 'mengukur baju di badan sendiri' atau lebih tepatnya intropeksi diri. Mungkin saja selama ini Si Penanya juga melakukan kepalsuan-kepalsuan dalam bentuk dan ragam yang lain dalam hidupnya. Mungkin saja selama ini dia pun tak puas dengan kenyataan dalam hidupnya dan mungkin saja justru dia bertanya untuk mencari jawab atas berbagai pertanyaan yang sama dalam dirinya. Karena jawaban Si Remaja Putri tersebut bisa dilanjutkan dengan, "Real people never worry about their business and nobody else's!"

Maya dan tak nyata bahkan tak sejujurnya, itulah kenyataan yang memang harus siap untuk dihadapi dalam pergaulan di dunia maya. Lihatlah banyak akun di media sosial yang mengaku dirinya wanita. Menggunakan nama wanita, memasang foto wanita dan menyatakan diri sedang membutuhkan teman karena kesepian, sedang status dalam identitas pribadi sebenarnya adalah laki - laki. Ini banyak sekali terjadi.

Media sosial telah berhasil membangun keinginan kuat hingga perasaan iri pada diri orang-orang akan berbagai ilusi. Ironisnya, sebagian besar yang diinginkan dan menjadikan mereka iri, seperti gaya hidup, pergaulan serta kemewahan dan lain - lainnya, adalah hal - hal yang tak sepenuhnya benar - benar terjadi atau seperti yang dibayangkan oleh mereka terjadi.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/

(vem/wnd)