Mengapa Ada Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan?

Fimela diperbarui 30 Nov 2016, 11:20 WIB

Ladies, suatu hal yang hakiki, tidak bisa diubah maupun dipilih adalah kita mau lahir di keluarga seperti apa dan lahir dengan jenis kelamin apa. Sejak terbentuk dalam kandungan, kita telah 'dipilihkan' oleh Tuhan terlahir menjadi perempuan atau laki-laki. Meski pada perjalanannya, banyak kisah menceritakan seseorang yang berubah atau mengubah jenis kelaminnya karena satu dan lain hal, namun pada dasarnya secara biologis manusia dibedakan berdasarkan 2 jenis kelamin.

Ketika bicara jenis kelamin, kita tidak bisa lepas dari yang namanya gender. Jika jenis kelamin mengacu pada istilah biologis, gender lebih membahas dan melihat peranan laki-laki dan perempuan dari sisi sosialnya. Sikap, perasaan dan perilaku yang diasosiasian dengan jenis kelamin sosial. Laki-laki itu kuat, tidak menangis dan tegar; sedangkan perempuan itu lemah-lembut.

Sayangnya, pandangan masyarakat terhadap asosiasi sikap, perilaku dan perasaan ini, tanpa disadari menempatkan perempuan pada posisi yang lebih minor ketimbang laki-laki.  Sehingga banyak yang menganggap, perempuan gak bisa melawan, perempuan gak punya power untuk membela dirinya sendiri, perempuan gak punya kesempatan speak-up. Parahnya, ada banyak orang yang menakar moralitas seorang perempuan dari apa yang dikenakannya, dari pola pikirnya, pilihan profesinya bahkan ... dari jenis musik kesukaannya.

Sounds weird, huh? Tapi ini benar-benar terjadi. Baru saja sebuah kejadian yang terekam kamera dan cukup viral, menunjukkan seorang vokalis band, perempuan, yang melakukan stage diving dengan melemparkan tubuhnya ke kerumunan. Kerumunan 'bersukacita' menikmati musik yang dimainkan sembari mengangkat tubuh sang vokalis bergantian. Tiba-tiba seorang pria yang ikut mengangkat tubuh sang vokalis, menyentuh area pribadi sang vokalis. Sontak, sang vokalis kaget, terjatuh dan marah kepada pelaku aksi grepe-grepe yang memanfaatkan kesempatan itu. Dalam video nampak, mereka yang terlibat di acara tersebut, rata-rata menganggap hal itu biasa. Bahkan, dalam video terlihat orang-orang, yang semuanya pria, bertepuk tangan seolah tidak terjadi apa-apa.

Meluncurlah saya ke kolom di bawahnya, melihat komentar-komentar yang dilontarkan netizen. Jika kejadian raba-meraba itu tadi buruk, ternyata tanggapan dan pandangan netizen tak kalah 'ngeri'. Ada yang beranggapan, perempuan tak selayaknya menjadi bagian dari musik-musik keras (yang selanjutnya dianggap sebagai musiknya cowok dan "dunia kelam". Secara personal, menurut saya tidak masuk akal. Sejak kapan musik bahkan punya "jenis kelamin", ini musik laki-laki, ini musik perempuan). Sampai komentar menyoal pakaian dan sikap para perempuan secara general yang dianggap semakin meliar saat ini.

"Jangan salahin cowoknya dong, pakaian ceweknya aja yang mengundang birahi, dandanannya provokatif."

Lalu, apakah gadis-gadis kecil nan lugu yang diperkosa, bahkan dibunuh sampai mati, mengenakan baju-baju terbuka? Apakah gadis-gadis kecil yang bahkan belum bisa menyisir rambutnya sendiri itu,  memancing birahi? Alangkah menyedihkannya jika komentar-komentar seperti ini justru dilontarkan oleh para perempuan sendiri. Mereka menjadi korban, dihancurkan harga dirinya, malah dipersalahkan. Saya rasa, hati nurani kita yang bisa menjawab mana yang benar dan mana yang salah.

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Menurut data catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2016, ada 6.500 kasus kekerasan seksual yang terjadi sepanjang tahun 2015. Kasus kekerasan seksual ini terjadi pada personal, rumah tangga bahkan komunitas. Beberapa waktu terakhir bahkan tercatat kasus-kasus kekerasan seksual yang disertai ancaman pembunuhan hingga yang menewaskan korban dengan pelaku lebih dari satu orang.

Menyoal kasus kekerasan, termasuk juga di dalamnya pelecehan seksual. Masih banyak orang yang menganggap kekerasan dan pelecehan seksual terbatas pada tindakan kekerasan dan pemaksaan fisik. Padahal, kekerasan seksual juga termasuk secara verbal yang bertujuan melecehkan harga diri, menurut U.S Equal Employment Opportunity Commision.

Selama 16 hari, dimulai sejak tanggal 25 November hingga 10 Desember merupakan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Dikutip dari komnasperempuan.go.id, ini merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

Mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa kampanye ini berlangsung cukup lama? Jika biasanya kampanye-kampanye serupa dilangsungkan 1 hari atau paling lama seminggu, kampane 16 HAKTP ini justru dilakukan lebih dari 2 minggu. Mengapa? Dalam rentang waktu 16 hari ini, para aktivis HAM perempuan memiliki serangkaian agenda untuk membangun strategi melawan dan memberikan pemahaman soal kekerasan berbasis gender, khususnya yang dialami perempuan.

Ada beberapa strategi yang akan diterapkan dalam rangka kampanye 16 HAKTP ini, misalnya meningkatkan pemahaman mengenai kekerasan berbasis gender sebagai isu HAM di tingkat lokal, nasional, regional hingga internasional, mengembangkan metode yang efektif untuk meningkatkan pemahaman publik untuk melawan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan sebagainya.

Tangal 25 November dipilih sebagai tanggal dimulainya 16 HAKTP. Tanggal ini dipilih sebagai penghormatan meninggalnya Mirabal bersaudara (Patria, Minerva dan Maria Teresa) di tahun 1960. Ketiga bersaudara ini dibunuh secara keju oleh kaki tangan penguasa diktator Republik Dominika saat itu, Rafael Trujilo. Ketiga bersaudara ini adalah aktivis politik yang vokal memperjuangan demokrasi dan keadilan. Pada tanggal 25 November pulalah diakui pertama kalinya Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 1981 dalam Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama.

Selama 16 hari, mulai tanggal 25 November hingga 10 Desember, setidaknya ada 7 momen kemanusiaan penting yang diperingati dunia, yaitu:

  • 25 November: Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
  • 1 Desember: Hari AIDS Sedunia
  • 2 Desember: Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan
  • 3 Desember: Hari Internasional bagi Penyandang Cacat
  • 5 Desember: Hari Internasional Bagi Sukarelawan
  • 6 Desember: Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan
  • 10 Desember: Hari HAM Internasional

Kampanye ini boleh hanya berlangsung 16 hari. Namun semoga kampanye ini bisa membangkitkan kesadaran dan pemahaman semua orang bahwa perempuan itu bukanlah obyek pemuas nafsu belaka dan dibunuh karakternya dengan anggapan timpang.

"Gender based violence anywhere is a threat to peace and security everywhere." - John F. Kerry


Saya, secara pribadi menganggap bahwa kesetaraan dan kampanye perlawanan terhadap kekerasan ini sebetulnya bukan hanya menyoal perempuan saja, tetapi juga pada laki-laki, pada semua orang, karena ini adalah isu sosial yang mempengaruhi kehidupan manusia dan menimbulkan teror dalam diam dan ketidakpedulian.

Tulisan ini merupakan opini pribadi Winda Carmelita. Kenalan lebih jauh dengan Winda Carmelita di www.windacarmelita.com

(vem/wnd)