"Saya suka hujan, bagaiman dia melembutkan setiap ujung, sudut dan tepian benda dan dunia seakan mengabur perlahan karenanya. Membuat saya ingin melarut bersamanya."
Seorang seniman dari Jepang menulis kutipan yang puitis tentang hujan. Hujan adalah karunia Tuhan yang dicurahkan dari angkasa untuk bumi beserta isinya. Fenomena alam ini penuh makna untuk dipahami dan dikagumi. Jika saja kita masih mau mengingat ajaran - ajaran dari alam tentang proses sebab dan akibat, seperti yang terjadi pada hujan. Menyelami makna hujan untuk dijadikan suatu pemahaman tentan Maha Besarnya Kuasa Tuhan,
Bicara soal hujan, kita bisa memetik makna tentang 'pulang'. Manusia sebagian besar darinya adalah air. Itu sudah dipahami melalui berbagai kajian keilmuan. Dengan air pulalah manusia bisa bertahan hidup dan menjalani kehidupan. Tanpanya manusia tak akan lama mampu bertahan dan segera akan menemui ajal kematian dalam kehausan. Bahkan sebuah data menyebutkan manusia hanya akan bertahan hidup 3 hari saja tanpa air sama sekali untuk diminumnya. Setelahnya manusia akan kehilangan nyawanya.
Hujan hadir untuk membasuh, membersihkan dan memutar ulang siklus air di bumi tempat manusia berpenghuni. Tanpa hujan? Sahara di mana - mana. Karena mata air kering, sungai hilang, tanah mengering kerontang dan gurun pasir muncul menggantikan hutan dan rerumputan. Hujan juga membawa serta kotoran dan noda - noda yang melayang - layang di udara untuk dibawanya turun ke bumi dan diresapkan ke dalam tanah. Hujan adalah pembersih, bagaikan pelembut, laksana pencair yang luar biasa manfaatnya bagi bumi seisinya. Setidaknya hujan mengajarkan makna tentang 'pulang'. Ya, pulang kembali ke asal penciptaan.
Sifat air selalu mengalir ke bawah, mengikuti gaya gravitasi bumi. Air adalah pemuja dan pengikut setia gravitasi bumi. Dari tempat yang tinggi pun, air akan mengalir ke tempat yang lebih rendah, lalu meresap ke dalam tanah. Air hanya akan naik ke angkasa, saat menguap dalam perubahan wujudnya menjadi gas karena panas. Itupun hanya sementara, karena air pun akan segera kembali ke bumi setelah singgah di awan yang menggantung di angkasa. Dalam bentuk curahan hujan yang selama ini kita abaikan makna dan manfaatnya serta menganggapnya hanya atraksi alam semata yang sudah selayaknya ada. Ya, air bersama hujanpun akhirnya kembali ke tanah yang ada di bumi. Seperti kita semua nanti.
Jadi kenapa harus mengutuk hujan, jika ritme suara gemericiknya bisa menjadi terapi yang menyenangkan. Kenapa harus menyalahkan hujan yang membuat pandangan menjadi kabur tak jelas saat berkendara, jika hujan justru sedang membersihkan. Jadi kenapa harus meng-kambing hitam-kan hujan saat terjadi banjir dan longsor di mana - mana, jika jalan air untuk kembali sengaja dihalangi dengan beton, aspal dan plastik berserakan di mana - mana. Dia hanya ingin kembali, kembali ke tanah dalam pelukan bumi. Seperti sebenarnya bisikan jiwa - jiwa kita sendiri saat ini, yang selalu mengingatkan bahwa suatu saat kita akan kembali.
Melamunlah. Saat hujan datang, cobalah diam dan rasakan, bahwa setiap atom - atom air yang ada di sebagian besar raga kita akan terasa damai. Melamunlah, diiringi kesadaran bahwa suatu saat seluruh atom- atom dalam raga ini juga akan kembali. Kembali ke tanah, kembali ke dalam pelukan bumi.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/