Bersabarlah, Belum Tentu yang Mengejekmu Itu Lebih Baik Darimu

Fimela diperbarui 12 Okt 2016, 14:20 WIB

Setiap orang pasti punya kekurangan dan kelebihan. Hanya saja tak semua orang bisa respek satu sama lain. Ada yang malah suka mengejek kekurangan orang lain. Dan pastinya yang diejek bisa merasakan sakit hati yang tak terkira, seperti kisah yang dialami salah satu sahabat Vemale ini untuk Lomba Menulis #MyBodyMyPride.

***

Kisah ini bermula ketika saya duduk di kelas 1 SMP. Sebenarnya saat masih SD, tidak ada yang mengatakan hal aneh-aneh tentang fisik saya. Memang dari kecil yaitu dari mulai sebelum TK saya punya kebiasaan minum susu menggunakan dot (botol susu) dan kebiasaan itu berakhir hingga saya masih duduk di kelas 2 SD. Mungkin hal itu mempengaruhi struktur gigi saya sehingga membuat gigi saya kelihatan agak maju (tonggos). Di saat SD tidak ada teman yang mem-bully saya, namun saat SMP semua cerita ini dimulai.

Saya sekolah SMP di salah satu pesantren yang terkenal di Padang Panjang, Sumatera Barat. Yang namanya pesantren tentu jauh dari orang tua. Diajari untuk mandiri dan di sana juga pengetahuan akan ilmu agama saya bertambah. Di pesantren itu saya bertemu dengan berbagai teman yang berasal dari berbagai daerah. Jadi pesantren itu memang semacam pesantren modern atau yang biasa disebut boarding school. Sehingga cewek dan cowok berada dalam satu lingkungan pesantren, untuk kelas 1 SMP-3 SMP kelas cewek dan cowok dipisah sedangkan untuk SMA sudah digabung antara cewek dan cowok. Sebutan untuk cewek dan cowok ini dikenal dengan sebutan santri untuk laki-laki dan santriat untuk perempuan.

Selama di SMP inilah saya menerima yang namanya bullying terkait gigi saya yang tonggos tersebut. Dan yang rasanya lebih menyakitkan, hal itu dilakukan oleh santri yang latar belakangnya saya tidak mengenal mereka. Namun mereka berani mengatai saya dengan sebutan tonggos. Bukan melalui kata-kata namun terkadang mereka meneriaki saya. Misalnya di saat saya sedang main basket atau berolahraga atau terkadang di saat saya sedang berjalan. Hal itu membuat saya malu dan juga sedih.

Bukan karena apa-apa, saat itu saya hanyalah perempuan yang jauh dari orang tua, di mana saya tidak mempunyai tempat mengadu terkait hal apa yang saya rasakan. Karena waktu itu orang tua juga bekerja di tempat terpencil di sebuah perusahaan sawit yang tidak memiliki sinyal telepon sehingga untuk komunikasi dengan orang tua sangat sulit dan jarang. Untuk menghubungi orang tua, saya kesusahan tapi  orang tua bisa menghubungi saya melalui telepon asrama yang mana kita harus menunggu untuk mendapatkan telepon dari orang luar. Itu pun tidak boleh lama-lama dalam berbicara karena banyak juga teman-teman yang mengantri untuk mendapatkan telepon dari orang tua.

Saya bingung saya salah apa dengan mereka? Kenal saja tidak namun mereka berani menyakiti hati saya dengan kata-kata yang menurut saya menyakitkan hati. Terkadang yang lebih parahnya mereka mengirimi saya surat kaleng yang berisikan gambar cewek berjilbab dengan gigi yang keluar dan mereka menuliskan itu adalah saya. Dan mengatai saya dengan kata-kata yang sangat menyakitkan.

Saya sangat sedih, dan saat membaca surat itu saya tidak sendiri saya bersama sama dengan bebrapa teman sekamar. Jadi, mereka ikut membaca apa yang dituliskan oleh santri-santri tersebut. Teman-teman saya berusaha menghibur saya, walaupun sebenarnya hati saya sangat sedih tapi hiburan dari teman-teman bisa sedikit menghibur saya.

Hari terus berlanjut, saya tetap berusaha menjalani hari-hari saya seperti biasa. Namun, ejekan-ejekan tetap terus saya terima, dan sebelumnya maaf karena biasanya bahasa orang Minang terkadang sedikit kasar, dan saya mengerti akan bahasa itu membuat saya semakin terpukul. Puncaknya adalah di saat saya pulang dari sekolah, santri-santri tersebut kembali mengejek saya dengan sebutan Boneng yang dalam bahasa Minang berarti tonggos. Dan mereka meneriaki saya dengan menyebut nama saya disertai kata-kata itu, dan bukan hanya satu orang tapi mereka ramai-ramai. Di sana saya sangat-sangat malu kemudian saya lari dan menangis ke kamar.

Di kamar ada Umi wali asrama yang menjaga kami. Beliau tahu akan hal itu dan beliau langsung memanggil anak-anak tersebut dengan saksi teman teman saya yang pulang dengan saya dari sekolah. Akhirnya beberapa dari mereka dipanggil dan disuruh meminta maaf kepada saya. Banyak hal yang ingin saya sampaikan pada mereka saat itu namun dikarenakan masih menangis tidak bisa terucapkan hal itu.

Yang ingin saya sampaikan adalah pertama, saya salah apa? Sampai mereka tega mengatai saya seperti itu? Dan satu hal lagi, setiap manusia hakikatnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekurangan saya saat itu adalah gigi saya, lalu kenapa? Apa gigi saya mengganggu mereka? Toh, mereka juga tidak memberi saya makan tetapi kenapa berani mengejek saya, apa mereka sempurna? Tentu tidak.

Dan kebetulan di pesantren saya menemukan sepenggal ayat yaitu di Q.S. Al-Hujurat ayat 11, di mana sepenggal ayatnya berbunyi, "Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diperolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok." Kebetulan hal tersebut saya sering sampaikan di depan teman-teman. Karena saya lumayan sering ditunjuk untuk memberi kultum atau ceramah di depan mereka. Karena itu adalah salah satu program di pesantren untuk melatih berbicara di depan umum dan cara berdakwah. Namun, mungkin hal itu tidak didengar.

Hingga saya keluar dari pesantren hal itu baru berakhir. Di saat saya SMA di luar pesantren saya tidak menemukan teman-teman yang seperti itu. Mungkin karena sudah beranjak dewasa. Namun, satu hal yang saya bisa ambil pelajaran adalah saya saat itu jauh dari orang tua. Dan sesekali di saat saya bercerita tentang hal ini yang bisa orang tua saya lakukan adalah menyuruh saya bersabar karena Allah selalu bersama saya dan doa mereka selalu menyertai saya. Teman-teman perempuan saya yang sekamar dengan saya pun hanya bisa menyuruh saya bersabar.

Saya tahu hanya itu yang mereka bisa lakukan namun mereka semua tidak mengerti seperti apa luka di hati saya yang hanya anak kecil baru beranjak menuju dewasa, jauh dari orang tua di mana menyelesaikan masalah sendiri, menghadapi masalah sendiri, menghibur diri sendiri, dan menangis sendiri, itulah saya.

Namun, pada intinya percayalah setiap kita memiliki kekurangan dan kelebihan. Jika ingin melakukan sesuatu kepada orang lain tempatkan kita menjadi orang tersebut dan rasakan serta bayangkan apakah kita bisa jika berada di posisi dia. Please, stop bullying! Ketahuilah mem-bully itu mempengaruhi pribadi dan kelangsungan hidup seseorang

Sekian dari saya, semoga bisa menjadi pengalaman dan pelajaran. Mohon maaf jika ada salah kata dan penulisan

With Love,

-Zy-

(vem/nda)