[Vemale's Review]: ''Landline'' Karya Rainbow Rowell

Fimela diperbarui 30 Sep 2016, 14:00 WIB

Judul: Landline
Penulis: Rainbow Rowell
Penerjemah: Airien Kusumawardhani
Penyunting: M. R. Prajna Pramudita
Proofreader: Titish A. K.
Desain Cover: Chyntia Yanetha
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Spring
Cetakan pertama, April 2016

JIKA KAU PUNYA KESEMPATAN KEDUA UNTUK CINTA,
APA KAU AKAN MENGAMBIL KEPUTUSAN YANG SAMA?

Sebagai mesin waktu, sebuah telepon ajaib tidak terlalu berguna. Penulis acara TV Georgie McCool tidak bisa benar-benar mengunjungi masa lalu satu-satunya yang bisa ia lakukan hanya meneleponnya, dan berharap masa lalunya menjawab. Dan berharap pria itu menjawab.

Karena begitu Georgie sadar ia memiliki telepon ajaib yang bisa menghubungi masa lalu, ia hanya ingin memulihkan hubungannya dengan sang suami, Neal.

Mungkin Georgie bisa memperbaiki berbagai hal di masa lalu mereka yang sepertinya sudah tidak bisa diperbaiki di masa sekarang. Mungkin telepon konyol ini memberi Georgie kesempatan untuk mengulang semua dari awal lagi....

Apa Georgie ingin mengulang semua dari awal?

Cerita soal kembali ke masa lalu, mesin waktu, dan hasrat untuk bisa memutar waktu kembali ke belakang selalu menarik. Tampaknya manusia di hati kecilnya menyimpan keinginan untuk diberi kesempatan setidaknya satu kali lagi untuk kembali ke masa lalu. Berusaha memperbaiki sesuatu agar bisa mengubah masa depan. Saat membaca sinopsis Landline ini pun saya langsung tertarik. Wah, ada telepon yang bisa menghubungkan kita ke masa lalu? Pastinya ada persoalan penting yang ingin sekali diperbaiki oleh tokohnya, itu hal pertama yang muncul di pikiran saya.

Georgie McCool, hidupnya bisa dibilang nyaris sempurna. Setelah menikah dengan Neal, ia dikaruniai dua anak perempuan yang lucu, Allice dan Noomi. Ambisinya untuk membuat acara TV sendiri dengan Seth, sahabat sekaligus rekan kerjanya sejak bergabung di majalah The Spoon, juga mulai menemukan titik terang. Maher Jafari menunjukkan ketertarikannya untuk memakai acara komedi yang ditulis oleh Georgie dan Seth. Tapi di sini, Goergie mengalami dilema.

Tadinya, Georgie, Neal, dan dua anak perempuannya akan menghabiskan libur Natal di Omaha. Tapi di saat bersamaan, Georgie diburu tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaannya yang pastinya akan menyita waktunya. Georgie kemudian lebih memilih untuk membatalkan rencananya ikut Neal ke Omaha. Neal merasa sangat kecewa dengan keputusan Georgie itu tapi ia tetap membawa kedua putrinya ke Omaha.

Georgie yang seharusnya bisa memfokuskan semua energi dan waktunya untuk menyelesaikan pekerjaan malah tak tenang. Ia terus kepikiran Neal. Terlebih Neal menunjukkan sikap dinginnya saat pamitan untuk berangkat ke Omaha. Komunikasi via telepon pun terus menimbulkan salah paham. Perbedaan waktu juga jadi kendalanya. Sampai kemudian, dengan menggunakan telepon rumah kuno berwarna kuning di rumah Ibunya, Georgie bisa terhubung dengan Neal tapi ada yang aneh. Yang mengangkat telepon itu bukanlah Neal yang dikenalnya sebagai suaminya sekarang, tapi sosok "pria yang lain".

Dilanda kebingungan dan merasa dirinya tak waras, hari-hari Georgie jadi makin memburuk. Ia tak bisa lagi fokus dengan pekerjaannya. Seth juga ikut kelabakan karena Georgie yang sering mangkir dari tugas pekerjaannya. Sampai ia akhirnya menyimpulkan kalau telepon kuno berwarna kuning itu semacam mesin waktu yang bisa menghubungkannya ke masa lalu. Bahkan, dengan telepon itu, ia masih bisa mendengar suara Ayah Neal yang sebenarnya sudah meninggal.

Georgie kemudian merasa kalau ia bakal bisa memperbaiki hidupnya juga pernikahannya lewat komunikasi dengan telepon kuno itu. Ada kesempatan untuk mengubah masa lalu untuk memperbaiki masa kini juga masa depannya.

Punya anak bak memutar tornado di dalam pernikahanmu, membuatmu bahagia karena rasa putus asa. Sekalipun kau bisa membangun kembali semuanya agar seperti semula lagi, kau tidak pernah ingin melakukannya.

(halaman 271)

Meski tahu ada kesempatan untuk memperbaiki (bahkan mengubah) masa lalu, Georgie tetap dilanda dilema. Ia bingung memperbaikinya dengan bagaimana. Haruskah tetap mencintai Neal, memutus hubungan, atau justru mencintainya lebih dalam? Kehidupan pernikahan yang dijalani Georgie memang cukup berat untuknya tapi di situ ia juga menemukan kebahagiaannya. Di tengah kekalutan itu, apalagi ketika Seth mendadak menyatakan perasaannya pada Georgie, Georgie akhirnya mengambil sebuah keputusan besar.

Novel ini juga membuka pandangan soal kehidupan rumah tangga. Akan pentingnya komunikasi untuk menjaga keharmonisan rumah tangga tetap terjaga. Semua prasangka, rasa cemburu, dan perasaan bersalah pada akhirnya akan jadi racun jika tak pernah dibicarakan baik-baik dan terbuka satu sama lain. Apalagi saat sudah punya anak dan banyak prioritas yang kemudian berubah.

Georgie sibuk dengan karier yang sudah dibangunnya sejak di bangku kuliah sebagai penulis cerita komedi untuk televisi. Sementara Neal Grafton, seorang sarjana oseanografi yang kemudian memfokuskan dirinya sebagai seorang bapak rumah tangga. Kehidupan pernikahan mereka memang tak sempurna. Dan saya sendiri cukup salut dengan keputusan Neal yang memilih untuk jadi bapak rumah tangga dan membiarkan istrinya mencapai mimpi-mimpinya. Kehidupan pernikahan mereka tak ubahnya potret kehidupan pernikahan di zaman modern, di mana peran suami istri bisa bertukar sesuai dengan prioritas dan keputusan masing-masing.

Yang menarik lagi dari novel ini adalah soal takdir. Rasanya kita semua selalu bertanya-tanya berbagai hal yang berkaitan dengan takdir. Seberapa besar peran kita dalam jalannya takdir, benarkah kita tak bisa melawan takdir, apakah kita punya hak untuk mengubah garis waktu dan nasib yang sudah ditakdirkan?

Tidak ada tanggung jawab di dalam takdir. Maksudku, kalau semuanya sudah tertulis tanpa bisa diubah, untuk apa kita harus berusaha? Aku lebih memilih untuk berpikir bahwa kitalah yang memilih setiap momen yang akan terjadi berikutnya. Bahwa kita memilih jalan hidup kita sendiri, Georgie, kenapa ini penting? (halaman 296)

Dari kisah Georgie dan Neal, kita akan belajar soal pentingnya komunikasi dan keterbukaan dalam pernikahan. Betapa merananya jika kita hidup bersama orang yang kita cintai tapi tak bisa bebas menyatakan perasaan masing-masing. Sedih pastinya jika orang yang paling kita sayangi justru bersikap dingin dan tak peduli. Apalagi jika perasaan cinta yang dulu begitu menggebu perlahan pudar karena satu dan lain hal.

Sebagian besar narasi di novel ini sangat panjang, khususnya dalam percakapan Georgie dengan sosok dari masa lalunya tersebut di telepon. Alurnya maju dengan diselingi beberapa kepingan cerita masa lalu Georgie: persahabatannya dengan Seth juga perkenalannya dengan Neal. Akhir ceritanya tak mengecewakan, setidaknya Georgie bisa menemukan lagi kebahagiaannya.

(vem/nda)