[Vemale's Review]: ''Sehidup Sesurga'' Karya Fahd Pahdepie

Fimela diperbarui 10 Sep 2016, 10:30 WIB

Judul: Sehidup Sesurga

Penulis: Fahd Pahdepie

Penyunting: Gita Romadhona

Penyelaras aksara: eNHa

Penata letak: Wahyu Suwarni

Desainer Cover: Jeffri Fernando

Ilustrator isi: Teguh Pandirian

Cetakan: pertama, Juni 2016

Jumlah halaman: 210

Penerbit: PandaMedia

Menikahimu sekali saja, mencintaimu selama-lamanya.

Mereka bilang, pernikahan kita tidak akan baik-baik saja. Bahwa kau tak akan bisa selalu membuatku bahagia dan aku akan membuat masalah-masalah dalam hidupmu jadi lebih rumit.

Namun, kita tahu lebih baik.

Kita tahu sebesar apa kita saling mencintai. Kitalah yang menjalani, menjadi tuan bagi hidup kita sendiri. Kita akan tumbuh menjadi sepasang manusia yang menumpas semua kesulitan bersama-sama. Kita tahu kalau kita berbeda, itulah sebabnya kita bertekad untuk saling melengkapi satu sama lain.

Di atas semua keraguan orang lain, kita akan saling menumbuhkan keyakinan. Di sana, kita bangun sebuah rumah dengan tangan dan jerih payah sendiri. Kita pasang pintu dan jendela. Kita isi dengan sofa, tempat tidur, karpet, mesin jahit, atau apa saja yang kita kumpulkan satu per satu dengan cinta.

Kemudian, kita akan tertawa, menceritakan semua ‘kata orang’ sambil bercanda, memaklumi semua keraguan mereka yang tak beralasan, sambil mensyukuri dan merayakan pernikahan kita yang memang tak punya alasan apa pun;

Kecuali karena kita saling mencintai, sehidup sesurga.

Baru melihat sampulnya saja langsung disambut kalimat, "Menikahimu sekali saja, mencintaimu selama-lamanya." Rasanya hati langsung meleleh ketika membacanya. Siapa sih yang tak mau dicintai selama-lamanya dalam sebuah pernikahan yang sempurna? Tapi bisakah kita mendapatkan pernikahan yang sempurna? Mampukah bahagia selamanya dalam sebuah rumah tangga? Bagaimana kalau ternyata pernikahan tidak berjalan sesuai harapan?

Buat kita yang akan menikah atau baru melangkah ke gerbang pelaminan, pasti ada perasaan tak menentu yang kita rasa. Antara bahagia tapi juga cemas. Menyimpan penuh harapan tapi juga takut terlalu menuntut kesempurnaan. Membuka sebuah lembaran baru yang masih kosong lalu kita takut sendiri untuk mengisi lembaran-lembarannya.

Sehidup Sesurga, buku kumpulan cerita karya Fahd Pahdepie ini ibarat sebuah jendela yang mengizinkan kita melongok soal kehidupan berumah tangga. Rumah tangga yang sederhana yang dibangun dengan cinta mengharap ridlo-Nya.

Ada delapan bagian di buku ini, antara lain:

  1. Apakah Engkau Sudah Siap Menikah?
  2. Mengatur Langkah Setelah Menikah
  3. Membangun Rumah, Menyusun Tangga
  4. Musuh Dalam Satu Selimut
  5. Mencicil Surga Dalam Bait-Bait Doa
  6. Sebab Tidak Ada Pernikahan Yang Sempurna
  7. Belajar Dewasa Dengan Menjadi Orang Tua
  8. Menjaga Harta Yang Paling Berharga

Tulisan-tulisan Fahd ini lebih dari sekadar curahan hati. Tapi juga ada refleksi, hikmah, dan proses pembelajaran di dalamnya. Soal membangun cinta, menjaga cinta, serta menjalani peran sebagai orang tua. Hal-hal kecil dan sederhana ternyata punya makna yang begitu dalam sebuah pernikahan.

Salah satu bagian yang paling berkesan menurut saya (dan yang mungkin sering digalaukan para jomblo) adalah tentang kesiapan menikah. Fahd membahas soal persiapan diri untuk menikah dan anjuran Rasulullah untuk berpuasa. Bagaimana dalam praktik puasa dari sahur hingga berbuka itu mengandung pelajaran tentang mempersiapkan diri untuk menikah. Ternyata ada pelajaran yang begitu berharga dari puasa, tak hanya sekadar menahan lapar dan haus.

Selain menceritakan kehidupan pernikahannya dengan istri tercintanya, Rizqa, Fahd juga menyelipkan cerita tentang pengalaman rumah tangga sahabatnya. Seperti dalam tulisan Mencicil Surga Dalam Bait-Bait Doa, Fahd menceritakan sahabatnya yang makin rajin shalat setelah menikah. Dari pengalaman sahabatnya tersebut, Fahd mengambil sebuah hikmah berharga.

Mungkin dulu saat menegurmu, aku gagal menunjukkan bahwa aku mengajakmu shalat karena mencintaimu. Tapi, istrimu berhasil melakukannya! Istrimu mengajakmu karena ia begitu menghargai, menghormati sekaligus menyayangimu. Sementara, barangkali, dulu aku mengajakmu hanya ingin mengejar pahala atau sekedar jengah karena melihatmu tak sejalan dengan pengertianku tentang iman dan kebaikan.

Lalu di tulisan Ke Manakah Kita Berhijrah, di paragraf pembuka, Fahd menulis, "Bagi saya, pernikahan adalah sebuah 'hijrah'. Setelah menikah, saya dan Rizqa memutuskan pergi dan berpisah dari kehidupan kami yang lama. Kami memulai hidup baru, menandainya dengan pergi dari rumah orang tua, ke mana saja asal tidak tinggal bersama mereka--yang tidak membebani dan merepotkan mereka. Kami ingin hidup mandiri, maka kami mengontrak sebuah rumah." Dari situ kita kemudian akan memahami bahwa hijrah itu juga tak mudah. Butuh perjuangan dan banyak yang harus dihadapi.

Selain membahas soal cinta dan kehidupan pernikahan, Fahd juga menceritakan pengalaman serta kesehariannya menjadi orang tua. Betapa setelah menjadi orang tua, ada banyak proses pembelajaran yang diikuti. Rasanya tak pernah bisa kita berhenti belajar saat sudah membangun keluarga.

Secara keseluruhan, buku ini sangat mudah dinikmati. Tak terlalu menggurui dan bisa membuka sudut pandang baru soal membangun rumah tangga. Hanya saja saya menemukan tulisan yang persis sama di halaman 133-134 dengan halaman 205-206, yaitu tentang nasihat seorang suami kepada istrinya. Hm, kurang tahu pasti kenapa, entah salah cetak atau memang sengaja dimuat dua kali.

Menurut saya, Sehidup Sesurga ini bisa dibaca melompat-lompat, dalam arti tak harus berurutan dari tulisan pertama hingga terakhir. Karena setiap cerita memiliki mutiara makna sendiri. Kalau selama ini kita sering disilaukan dengan kisah-kisah romantis ala negeri dongeng yang rasanya cuma khayalan dan nggak akan pernah kejadian di dunia nyata, membaca Sehidup Sesurga menyadarkan kita bahwa dengan kisah yang sederhana kita tetap bisa bahagia membangun pernikahan yang indah.

(vem/nda)