[Vemale's Review]: ''My Wedding Dress'' Karya Dy Lunaly

Fimela diperbarui 08 Sep 2016, 10:20 WIB

Judul : My Wedding Dress
Penulis : Dy Lunaly
Penyunting : Starin Sani
Perancang sampul : Titin Apri Liastuti
Ilustrasi isi : Dy Lunaly
Pemeriksa aksara : Fitriana STP & Septi Ws
Penata aksara : refresh.atelier
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun terbit : Oktober 2015 (cetakan pertama)
ISBN : 978 – 602 – 291 – 106 – 7
Tebal : x + 270 hlm

Apa yang lebih mengerikan selain ditinggalkan calon suamimu tepat ketika sudah akan naik altar? Abby pernah merasakannya. Dia paham betul sakitnya.

Abby memutuskan untuk berputar haluan hidup setelah itu. Berhenti bekerja, menutup diri, mengabaikan dunia yang seolah menertawakannya. Ia berusaha menyembuhkan luka. Namun, setahun yang terasa berabad-abad ternyata belum cukup untuk mengobatinya. Sakit itu masih ada, bahkan menguat lebih memilukan.

Lalu, Abby sampai pada keputusan gila. Travelling mengenakan gaun pengantin! Meski tanpa mempelai pria, ia berusaha menikmati tiap detik perjalanannya. Berharap gaun putih itu bisa menyerap semua kesedihannya yang belum tuntas. Mengembalikan hatinya, agar siap untuk menerima cinta yang baru.

Abigail ‘Abby’ Kenan Larasati, hancur hatinya ketika sang kekasih, Andre Danadyaksa meninggalkannya menjelang pernikahan. Tak terbayangkan betapa remuk perasaannya ketika kebahagiaan yang di depan mata itu lenyap karena seorang pria yang tadinya begitu ia cinta dan percaya. Kejadian itu membuat hidup Abby terpuruk. Ia meninggalkan kariernya di samping juga harus kelimpungan membatalkan semua hal yang sudah dipersiapkan untuk pernikahannya.

Setahun berlalu, sebuah keputusan impulsif pun diambil. Atas desakan adik perempuannya, Gigi dan setelah membaca buku berjudul Stranger's Stories yang ditulis oleh seseorang yang menyebut dirinya Quirky Traveler, Abby memutuskan untuk travelling seorang diri ke Penang. Nekatnya lagi, ia travelling dengan mengenakan gaun pengantin yang tadinya sudah mau ia buang.

Travelling ngajarin kamu untuk mensyukuri hal-hal kecil dan ngajarin kamu melihat kebahagiaan dari sudut pandang yang berbeda.” (My Wedding Dress, halaman 26)

Travelling sendirian ke Penang mempertemukan Abby dengan Wirasana Pieter Smit, seorang pria bermata biru gelap dan berambut pirang sewarna madu. Awalnya Abby mengira Wira adalah orang asing tapi ternyata fasih berbahasa Indonesia. Wira menjadikan hobi travelling-nya sebagai profesi dan sudah punya banyak pengalaman menjelejah berbagai tempat. Bersama Wira, Abby diajak berkeliling ke berbagai sudut seru di Penang dan menikmati ragam kuliner lezat.

Dari perjalanan yang dilakukan bersama tersebut, sedikit demi sedikit rahasia hati Abby dan Wira terkuak. Soal kesedihan yang ingin dilupakan. Tentang perjuangan untuk bisa move on. Hingga akhirnya menemukan harapan baru.

“Hidup ini rangkaian kejadian yang terjadi karena pilihan yang pernah dan akan kita buat. Dan, itu yang membentuk kita yang sekarang. Jadi, kalau kamu tanya apa ada yang aku sesali, ada. Tapi, apa aku ingin memperbaikinya? Nggak. Aku nggak pengin memperbaiki apa pun dalam hidupku.” (My Wedding Dress, halaman 119)

Diceritakan dengan sudut pandang orang pertama, kita diajak untuk menyelami perasaan Abby lebih dalam. Mulai dari rasa sakit hati dan pribadinya yang tadinya rapuh lalu berjuang sedikit demi sedikit untuk bisa benar-benar move on. Sangat terasa betapa tak mudahnya Abby untuk benar-benar melupakan Andre, sisipan kenangan masih terus muncul berlompatan di ingatannya. Sebagai pembaca, kita ikut dibuat terlarut dengan perasaan terdalam Abby. Apalagi setelah mengetahui alasan tak bertanggung jawab Andre yang meninggalkannya saat pernikahan sudah di depan mata, duh rasanya pengen mencakar-cakar si Andre itu saja.

Karakter Wira juga sangat menarik. Si jago gombal ini sering sukses membuat Abby tertawa. Sifatnya yang iseng pun bikin kita ikutan gregetan sambil senyum-senyum sendiri. Hanya saja ternyata ia juga punya sisi misterius. Sebenarnya memang agak bahaya juga jika seorang wanta didekati pria yang masih asing, tapi kalau pria-nya seperti Wira yang ganteng dan kocak, hm... rasanya wanita akan mudah luluh di dekatnya, ya.

“Bahagia itu bukan tentang apa yang kamu punya, apa yang kamu lakuin, buatku bahagia itu tentang mensyukuri hidup dan menikmatinya sebaik mungkin.” (My Wedding Dress, halaman 131)

Novel ini nggak melulu membahas soal cinta-cintaan, tapi seni travelling itu sendiri. Berlatar Penang dan Singapura, kita diajak menjelajah berbagai sudut menariknya, mengetahui cerita di setiap tempat, hingga mencicipi aneka kuliner lezatnya. Oh ya, yang bikin betah baca novel ini juga karena ada ilustrasi-ilustrasi cantik di setiap awal bab yang dibuat sendiri oleh Dy. Jadi, bisa makin kebayang runutan ceritanya dari satu bab ke bab berikutnya.

My Wedding Dress tak sebatas fokus pada perjuangan Abby untuk move on. Lebih dari itu, ada berbagai makna kehidupan yang bisa dipetik dari perjalanannya bersama Wira. Di setiap obrolan mereka, ada hal-hal menarik yang dibahas dan bisa bikin kita sebagai pembaca ikut senyum-senyum sendiri. Kalau kamu saat ini sedang berjuang untuk move on, mengikuti kisah perjalanan Abby ini bisa membuatmu tak merasa sendiri dan kembali berani untuk melangkah lagi.

 

(vem/nda)
What's On Fimela