Bagilah Waktumu Jadi 3: untuk Diri Sendiri, Allah, dan Umat

Fimela diperbarui 29 Jun 2016, 10:50 WIB

Bismillahirrahmanirrahim,

Ada sebuah pertanyaan besar masuk majalah Fortune tahun 1990, “Mengapa eksekutif kelas A, hanya bisa menjadi bapak kelas E?” Dia pebisnis berhasil, tapi tidak disukai anak-anaknya. Ingatlah, semua yang di sekitar kita punya hak. Ibu kita punya hak untuk kita dengarkan curhatannya, kendaraan kita punya hak untuk dicuci, anak kita punya hak untuk dididik, diperhatikan, dibelai, dan disayang.

Jika usaha gagal, kita bisa membuat usaha yang baru lagi, tapi tidak dengan mendidik anak, kita tidak bisa mengulangnya. Happiness is simple, go home and love your family. Bahagia itu mudah, pulang dan cintai keluargamu.

Tahun 2004 The Harvard Crimson, sebuah koran harian di Harvard menampilkan sebuah penelitian yang mengungkap 80 persen mahasiswa Harvard University mengalami gangguan mental bipolar disorder. Tentunya itu menjadi contoh tidak seimbangnya kehidupan pelajar di sana. Oleh karena itu, bangunlah harmoni dalam kehidupan kita dalam pengejaran mimpi kita. Berapa banyak di antara kita ketika muda mengorbankan kesehatan untuk uang, lalu ketika tua mengorbankan uang untuk kesehatan. Ya, itulah manusia, membingungkan.

Seperti pesan Imam Nawawi, bagilah waktumu menjadi 3, sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga untuk Allah, dan sepertiga untuk umat. Jangan sampai waktu untuk mengikat tali sepatu lebih lama dan banyak dibandingkan waktu untuk membaca dan menyerapi makna dalam Al Quran.


Bukankah Rasulullah memiliki waktu 24 jam? Bukankah Abu Jahal juga memiliki waktu 24 jam? Di antara mereka ada yang dalam waktu 24 jam menghasilkan surga dan kebahagiaan. Ada yang menghasilkan neraka, penderitaan, dan kesedihan. Sang penghafal Al Quran, Musa pun juga memiliki waktu 24 jam, namun di usia 7 tahun ia mampu menghafal Al Quran dan mengharumkan nama bangsa di kancah dunia. Lalu, bagaimana dengan 24 jam kita?



Ada 4 hal yang menjadikan saya begitu mengagumi sosok ayahanda B.J. Habibie, antara lain, kemampuan intelektualitasnya yang memiliki daya saing global, ketulusan cintanya yang begitu mendalam kepada Indonesia, spiritualitas yang menjadi dasar berpijak dan bergerak, dan kemampuannya membangun harmoni keluarga dan jiwa pengabdiannya.

If you want to be a great leader, start it from home. Jika kamu ingin menjadi pemimpin besar, itu dimulai dari rumah. Kawanku semua, ajaklah keluargamu untuk memeluk mimpimu, lalu menemanimu mengejarnya!

*Artikel ini ditulis oleh dr. Gamal Albinsaid, CEO Indonesia Medika & Motivator Internasional.

#GamalBerbagi #MudaMendunia



(vem/nda)