Sering kali, tatkala saya menghadapi momen besar dalam hidup, ibu saya bertanya “Gamal nanti ujian jam berapa? Gamal nanti presentasi jam berapa? Waktu kau ujian, Mami di atas sajadah.” Ya, ibu saya memang luar biasa. Ketika ibu saya memutuskan untuk mulai belajar ilmu tafsir di usia 46 tahun, saya bertanya untuk apa, beliau menjawab, “Karena Mami ingin menyelamatkan anak-anak dari api neraka dan ingin mengerti arti bacaan shalat.”
Kawan, ibu kita mengandung selama 9 bulan dalam keadaan lemah yang semakin bertambah-tambah, lalu membesarkan kita hingga bisa berdiri tegak. Sudahlah kawan, pengorbanan dan kenikmatan yang diberikan orang tua kita terlalu banyak dan manis, namun rasa syukur dan bakti kita kepada keduanya terlampau sedikit.
Hari ini sungguh telah kusadari mengapa Allah Subhanahu Wata’ala tak meletakkan surga itu di kaki para ahli ibadah, Allah Subhanahu Wata’ala juga tak meletakkan surga di kaki para penghafal Qur’an, Allah juga tak meletakkan surga di kaki para Ulama besar, tetapi Allah Subhanahu Wata’ala lebih memilih meletakkannya di bawah telapak kaki ibu-ibu kita. Namun jangan lupakan membahagiakan ayah, karena walaupun surga di bawah telapak kaki ibu, ayah adalah jalan menujunya.
Ingatlah dua pesan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Pertama, “Merugilah seseorang yang hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta, namun ia tidak masuk surga." Kedua, "Orangtua adalah pintu surga yang paling tengah, apabila kau mau maka sia-siakanlah pintu tersebut atau peliharalah." Ibnu Abbas juga pernah berpesan, “Tiada cara paling efektif untuk mendekat kepada Allah Subhanahu Wata'ala selain berbakti pada kedua orang tua”.
Ingatlah, satu di antara tiga amal yang paling Allah Subhanahu Wata’ala cintai adalah anak yang berbakti pada orang tua, dan satu di antara dua azab yang Allah Subhanahu Wata’ala percepat di dunia selain pemimpin yang dzolim adalah anak yang durhaka pada orang tua. Maka, terimalah dengan ikhlas, cara kita memperlakukan kedua orang tua kita adalah pemberitahuan kepada Allah bagaimana Allah memperlakukan kita. Oleh karena itu, boleh jadi keberhasilan kita bukan karena ketangguhan kita, tapi karena doa kedua orang tua kita.
Begitu besarnya peran seorang ibu, hingga salah satu guru saya pernah berpesan, “Selagi ada ibu, kita tidak perlu istikharah.” Hingga saya kerap berpesan pada adik-adik saya, tidak mendoakan kedua orang tua setelah shalat adalah salah satu bentuk kedurhakaan.
I have something to live for, someone I musn’t disappoint. Saya punya tujuan hidup, seseorang yang tidak boleh saya kecewakan. Tidakkah engkau tergoda untuk menghangatkan hari-hari orang tuamu? Sudahkah engkau menghiasi hari-hari tua mereka dengan baktimu? Kawan, akan ada hari di mana kita menyesal, karena belum membahagiakan hari tuanya.
Mendoakanmu adalah caraku memelukmu dari jauh, karenanya tak mendoakanmu adalah kedurhakaan bagiku.
*Artikel ini ditulis oleh dr. Gamal Albinsaid, CEO Indonesia Medika & Motivator Internasional.
#GamalBerbagi #MudaMendunia
- Saat Itu Jilbabku Terbakar, Tapi Kutahu Ini Cara Allah Menegurku
- Wanita Baik Hanya untuk Lelaki Baik, Begitupun Sebaliknya
- Dibutakan Cinta dan Menikah Tanpa Restu, Hidupku Berakhir Luka
- Sungguh Tak Kuduga Begini Rasanya Kematian Seakan Mau Menjemputku
- Lomba Kisah Ramadan 2016 Vemale.com: Ceritamu Adalah Inspirasi