Yang Datang Dan Pergi, Membuat Ramadan Punya Kisah Tersendiri

Fimela diperbarui 09 Jun 2016, 15:13 WIB

Hari pertama puasa selalu dinanti - nantikan oleh setiap keluarga.  Kesibukan saat sahur, dari awal saling membangunkan di antara anggota keluarga, dalam kantuk mengelilingi meja makan dengan sajian yang sudah tersedia, acapkali memunculkan kenangan yang tak terlupakan sepanjang masa. Kebahagiaan saat berbuka, berebutan lauk atau sayur favorit hasil masakan Mama, membuat rindu akan masa lalu. Rindu yang muncul dan menguat di bulan Ramadan, untuk mengulang kembali saat - saat berkumpul dengan seluruh keluarga, yang sudah lama tak dirasakannya.

Namun waktu yang terus berjalan, hidup yang terus berubah dari hari ke hari, menghadirkan hal - hal baru kepada setiap manusia. Dan seperti sudah dijanjikan oleh waktu yang terus berputar, akan selalu ada hal - hal baru, namun juga ada beberapa yang hilang, atau pergi. Anak - anak yang harus berpisah dari ayah ibu dan saudaranya, pergi jauh dari rumahnya untuk menuntut ilmu. Yang lebih dewasa, lalu menikah dan memiliki keluarga sendiri. Ayah atau ibu yang harus merantau bekerja jauh di luar negeri. Atau seorang anggota keluarga yang harus pergi mendahului untuk selamanya. Perubahan - perubahan itu pasti akan terjadi di sekitar meja makan di saat sahur dan buka puasa di bulan Ramadan. Sedih, haru, karena kehilangan salah satu anggota keluarga, bercampur lega dan bahagia masih diberi kesempatan bertemu bulan kebersamaan yang sungguh mulia, mengaduk - aduk perasaan di dalam hati.

Sebuah keluarga kecil akan menemukan satu tempat di ujung meja makan akan kosong sepanjang bulan Ramadhan ini. Tempat di mana, Sang Ayah, biasa duduk menyaksikan keempat anak kecilnya makan sahur dan berbuka puasa sambil tersenyum bangga dan bahagia. Sang Ayah yang beberapa minggu lalu pergi selama - lamanya, mendadak, tak berwasiat dan tanpa tanda - tanda firasat sebelumnya. Yang semua orang tak menyangka, dia akan secepat itu pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Tak juga, anak - anaknya, yang hingga kinipun masih bertanya dalam sedih dan gundah gulana,"Kenapa harus pergi, Papa?". Istri yang mencintainya, yang tak pernah bermimpi akan secepat ini menjadi seorang janda, sekaligus menjadi orang tua tunggal bagi empat anak - anak kecilnya. Yang hingga kini di hatinya masih berkecamuk tanya dalam pilu dan nestapanya,"Bagaimana hidup kami setelah ini?"

Datang dan pergi, pergi untuk kembali atau tidak sama sekali, di bulan Ramadan memang menjadi lebih terasa sekali. Karena Ramadan telah memberikan berjuta kenangan akan sebuah kenyamanan dalam keluarga, cinta dan kasih sayang antar sesama anggotanya, semangat berbagi dan kebersamaan yang tak didapati di bulan - bulan yang lainnya. Bukan hanya melulu tentang janji pahala yang berlipat ganda dalam setiap ibadah yang dilakukan. Bukan hanya tentang janji tempat di surga yang dipastikan olehNya bagi yang berpuasa. Namun tentang bagaimana sebuah keluarga menikmati lapar, haus, susah, senang, dan berjuang bersama - sama. Dan saat satu porsi atau satu tempat di meja makan hilang tak berpenghuni lagi, bulan Ramadan akan menghadirkan warna yang jauh berbeda namun pasti dan tak terhindari. Menegaskan satu pernyataan dengan kuat, bahwa hidup manusia akan selalu berubah dari hari ke hari hingga semua harus sadar bahwa apapun dan berapapun yang dimiliki hari ini, suatu saat akan hilang atau pergi.

Mari nikmati porsi dan posisi kita di meja makan di bulan Ramadan tahun ini. Kita tak akan tahu apakah di tahun depan masih akan tinggal, berkumpul dengan orang - orang yang kita kasihi atau justru harus pergi, atau malah harus ditinggalkan oleh yang lainnya, hingga kita harus menikmati porsi dan posisi kita sendiri, tak berteman di bulan Ramadhan, bulan kebersamaan.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/

(vem/wnd)