Sebuah kisah nyata yang ditulis oleh seorang wanita yang begitu sayang dan akan selalu rindu pada sang bapak setiap hari. Sampai kapanpun, wanita ini akan menyayangi bapaknya. Karena wanita ini kini sedang menempuh study di luar kota, ia hanya bertemu dengan bapak beberapa minggu atau bulan sekali saat libur.
Walau jarak anak dan bapak ini cukup jauh, mereka tak pernah lupa komunikasi setiap hari. Ya, walau hanya sekedar bertanya kabar dan bertanya sudah makan apa belum. Sang bapak adalah seorang yang tegas, keras dan tak banyak bicara. Inilah yang membuat wanita ini begitu rindu dengan sang bapak.
***
Aku, mahasiswa tingkat akhir yang sedang menempuh pendidikan di rantau. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Setiap hari aku menelpon mama, tapi ini tidak menjamin aku dapat berbicara dengannya. Aku punya seorang adik laki-laki, ia juga sedang kuliah, tetapi berada di kota yang berbeda denganku. Kami sama-sama merantau, tetapi mama mewajibkanku menelpon setiap hari.
Entah sudah berapa banyak biaya pulsa yang keluar untuk jadwal teleponku setiap hari. Jika aku tidak menelpon satu malam saja, maka keesokan paginya mama akan meneleponku dan menanyakan kabarku. Dan asal kalian tahu, ini tidak berlaku bagi adikku. Kadang aku merasa risih, tapi aku yakin, apa yang dilakukan mama ini demi kebaikanku. Meski mama sangat baik dan perhatian padaku, aku justru lebih sering merindukan Bapak ketimbang mama.
Di tanah rantau ini, aku lebih sering merindukannya ketimbang mama. Ya, ia yang tak lain adalah bapak. Aku memang lebih menyayangi mama, tetapi aku lebih banyak menyimpan rinduku untuk bapak. Setiap jadwalku menelpon, hal pertama yang akan menjadi kalimat pembukaku adalah, “Ma. bapak mana?” dan beliau pun menjawab, “ada, jaga warung di depan”. Setelah aku menanyakan di mana bapakku pada mama, baru akan aku akan mulai menanyakan kabar mama, dan hal-hal lainnya. Banyak temanku yang heran dengan rutinitasku yang satu ini, tapi inilah keluargaku. Ada banyak cerita menarik antara aku, mama, bapak maupun adik.
Bercerita tentang bapak, bapak adalah orang yang keras dan tegas. Ia juga adalah seorang sahabat yang paling baik ketika diajak bertukar pikiran. Sering kali aku berdebat dengannya, apalagi ketika mauku dan maunya tak bertemu. Tapi kini, semakin aku beranjak dewasa, aku melihatnya semakin mengalah padaku.
Banyak sekali hal yang coba ia kalahkan demi memenangkanku. Bapak juga adalah seorang yang pandai melucu, banyak hal yang dapat menjadi bahan leluconnya, dan itu selalu berhasil membuat seisi rumah tertawa terbahak-bahak. Ia pun paling tahu cara menghentikanku menangis. Setiap kali aku menangis, bukan kata-kata manis yang akan keluar demi menghentikan air mataku. Kalimat yang selalu ia keluarkan adalah, “Rat, rat, kamu sudah jelek, menangis lagi, ya ampun….tambah jelek tahu! Coba lihat cermin sana.” Dan itu akan spontan membuat tanganku mengusap air mataku.
Rasa rinduku pada bapak sering membuatku protes pada mama. Sambil menangis aku bertanya di telpon, “ma, kenapa sih bapak tidak mau ngobrol sama rat di telpon. Kalau telpon, pas-pasan bapak yang angkat selalu saja bapak bilang "ini mama rat, kamu bicara sama mamamu saja ya, bapak ada orang makan di warung." "Mmmm, masa iya setiap kali rat telpon warung ramai terus?” dan mama mencoba menenangkanku dengan mengatakan bahwa memang sedang ramai di warung.
Pernah ketika pulang liburan, aku menanyakan hal ini pada bapak, “pak, kenapa setiap kali rat telpon bapak ngomongnya lagi sibuk. Atau, kalaupun warung sedang libur paling ngobrol sama rat cuma tanya "kamu lagi apa? Sudah makan?" setelah rat jawab pasti teleponnya selalu dialihkan sama mama?” Lalu dengan bingungnya ia menjawab, “terus mau ngomong apa lagi?"
Dari sana aku tahu, bahwa bapakku tidak bisa berbicara di telpon. Ia akan merasa kebingungan dengan topik pembicaraan apa yang bisa ia jadikan bahan obrolan kami. Akhirnya aku paham tentang kondisi bapakku ini. Ketika aku sangat merindukan suaranya aku akan meminta mama memberikan telpon pada bapak. Lalu aku yang akan lebih banyak mengajaknya berbicara dan bertanya padanya, agar ia tidak perlu kebingungan dengan bahan obrolan kami di telpon.
Satu hal lagi yang masih selalu ku ingat darinya. Dulu, ketika aku masih duduk di Taman Kanak-Kanak, ia yang akan selalu menjemputku pulang. Kami pulang dengan menumpang angkutan umum yang biasa di sebut “bemo” di daerahku. Ketika pulang aku selalu membawa makanan ringan di tanganku untuk jadi camilanku di sepanjang perjalanan pulang. Dalam bemo itu, terkadang ada anak kecil yang seumuran denganku, entah itu usianya lebih muda atau lebik tua dariku yang bersama ibu atau saudaranya.
Bapakku, tanpa meminta pendapatku atau izin dariku, ia akan langsung mengambil jajanku tadi dan membaginya dengan anak tersebut. Aku dulu ingin protes, tapi, aku tidak berani karena bapakku adalah orang yang keras. Jadi aku lebih memilih diam. Setelah dewasa baru aku pahami, di sanalah ia mengajariku tantang berbagi. Mengajarkan berbagi lewat contoh memberi tanpa kompromi ataupun mengatakan pada siapa - siapa jika kita memang ingin berbagi.
Dialah bapakku. Aku sangat menyayanginya, dengan semua karakternya. Selamat hari ayah, bapak. Percayalah, selain ada mama yang sangat aku sayangi, ada engkau yang akan selalu aku rindukan setiap hari dan aku sayangi sama seperti aku menyayangi mama. Bapak, semoga Tuhan selalu melindungimu dengan cinta-Nya. Rat sayang sama bapak. Rat sayang sama mama, adik dan semua keluarga kita.
***
Kisah nyata ini dikirim oleh Rambu Ratih untuk mengikuti Lomba Menulis Vemale.com Kisahku dan Ayah. Kamu juga bisa mengirimkan kisah tentang ayah dan berkesempatan memenangkan hadiah spesial dari kami berupa batik Negarawan lho Ladies. Tunggu apa lagi, segera kirim tulisanmu sebelum terlambat ya. ^___^
- Bapak, Sosok Pejuang Keluarga yang Tak Banyak Bicara
- Bapak, Egkaulah Malaikat Hidupku dan Engkaulah Segalanya Bagiku
- Bapak, Bersabarlah Sampai Aku Menghadiahimu Cucu
- Bapak dan Pesannya 'Andalkanlah Tuhan dalam Hidupmu'
- Curhatan dari Rantau, 'Ayahku Pria yang Terhebat'
(vem/mim)