Bapak, Sosok Pejuang Keluarga yang Tak Banyak Bicara

Fimela diperbarui 25 Nov 2015, 14:10 WIB

Ayu Utami, sahabat Vemale yang satu ini berbagi kisah inspirasinya tentang sosok ayah yang sangat dicintainya.

***

Sejujurnya aku bingung mau menceritakan apa tentang seorang Bapak. Bukan karena tak memiliki cerita, justru terlalu banyak cerita yang aku pendam tentang seorang Bapak.

Nama beliau adalah Sukimin, kini usianya 54 tahun. Beliau adalah sosok yang sangat keras, tegas, dan tidak banyak bicara. Selain itu beliau sangatlah pekerja keras. Saat aku masih kecil, beliau mendidik aku dengan cara yang tegas dan keras.

Beliau sangatlah tidak suka jika anaknya tidak bisa melakukan apa-apa. Contohnya, sejak duduk di Sekolah Dasar, aku diajarkan caranya memasak (memasak menu yang simple). Kemudian aku diajarkan cara mencuci baju, menyetrika, dan yang terpenting adalah belajar berhitung. Sejak SD aku tidak pernah menyukai pelajaran berhitung. Saat aku mendapat nilai di bawah 5, Bapak selalu memarahi aku dan menyuruhku belajar sampai aku bisa baru aku boleh tidur. Sangat keras dan tegas bukan? Ya begitulah Bapak.

Bahkan dari aku lahir hingga aku kelas 6 SD, Bapak selalu membawaku ke tempat kerjanya. Saat itu beliau bekerja sebagai Pramuwisma di rumah salah satu keluarga Cendana. Setiap hari aku diajak ke tempat kerjanya. Dari pagi hingga petang. Ibuku juga bekerja di sana. Jadi selama bertahun-tahun aku melihat bagaimana Bapak dan Ibu bekerja keras hanya demi keluarga kami. Aku sangat bangga.

Setelah Bapak tidak bekerja di rumah keluarga Cendana (waktu itu aku masih SMP), Bapak menganggur. Hanya Ibu yang bekerja. Tapi Bapak tidak diam begitu saja. Di rumah pun semua hal Bapak kerjakan. Mulai dari memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, membetulkan genteng bocor, membuat pisau, membuat meja, dan semua hal yang mampu dia kerjakan. Saat itu aku melihat bahwa Bapak itu sempurna. Semua hal beliau bisa lakukan dan aku belajar akan hal itu.


Kini ketika aku beranjak dewasa dan sudah menikah, aku sangatlah menyadari semua yang diajarkan dan diperintahkan Bapak waktu aku kecil dulu sangatlah bermanfaat untuk kehidupanku. Dua tahun lalu Bapak sempat kena serangan jantung dan dua kali masuk rumah sakit. Bapak sudah mulai lemah dan sakit-sakitan. Tapi Bapak tetap bekerja. Kini sebagai kuli bangunan. Aku sudah bilang agar beliau berhenti bekerja dan biar aku yang bekerja. Tapi beliau bilang tidak enak kalau hanya di rumah. Entah mungkin sifatnya itu yang juga menular kepadaku. Ya, sifat keras kepala.



Bapak selalu memperlihatkan bahwa beliau masih kuat. Bahkan sebagai kuli bangunan yang lokasi kerjanya berpindah-pindah, beliau tidak mau menyusahkan keluarganya. Sering juga Bapak bekerja dengan lokasi yang menurut saya jauh (sekitar 10 KM). Tapi untuk menuju tempat itu beliau lebih memilih untuk berjalan kaki. Pulang pergi (total 20 KM yang harus dia lalui setiap hari).

Aku sempat kesal karena Bapak tidak mau naik angkutan umum. Aku sempat bertanya, “Kenapa sih Bapak tidak naik angkutan saja? Kan hanya Rp 10,000 PP Pak.” Tapi beliau menjawab, “Tidak mau. Lebih baik uangnya ditabung. Sebulan bisa Rp 300,000. Sayang kan cuma untuk ongkos saja.”

Selain masalah ongkos, aku sempat kesal juga karena Bapak tidak pernah mau makan atau bawa bekal makanan dari rumah. Yang beliau bawa ke tempat kerjanya hanya air putih. Saat aku tanya “Pak kalau gak bawa makanan, Bapak jajan dong di sana?” Bapak hanya menjawab “Ya enggak lah. Mending uangnya ditabung daripada buat jajan.”

Aku tuh nggak mengerti jalan pikiran Bapak. Beliau selalu mementingkan tabungan keluarga tanpa memikirkan dirinya. Di situ kadang aku merasa malu. Bapak juga sering membawa nasi bungkus saat pulang kerja. Beliau bilang nasi bungkus itu diberikan oleh mandornya saat jam makan siang. Tapi beliau lebih memilih membawanya pulang untuk diberikan kepada Ibu atau kepadaku. Ya Allah, Pak! Kenapa sih sedikit pun tidak pernah memikirkan dirimu sendiri?

Aku tidak tau sampai kapan aku hidup di dunia ini, atau sampai kapan Allah akan menjemput Bapak. Yang aku tahu hanyalah aku menyayangi Bapak. Sangat menyayanginya. Meskipun aku tidak pernah sama sekali mengungkapkannya secara langsung, tapi di lubuk hatiku, aku sangatlah menyayanginya.

Semua yang beliau ajarkan, tanamkan, dan berikan kepada keluargaku sangatlah berarti dan bermanfaat untuk kami. Aku hanya mampu membahagiakan semampuku. Aku hanya mampu mendoakan segala yang terbaik untuk Bapak.

Ya Allah, sehatkan Bapak. Bahagiakan bapak dunia akhirat. Serta lindungilah bapak kapan pun dan di mana pun berada. Aamiin. We Love You, Bapak!

***

Kisah nyata ini dikirim oleh Ayu Utami untuk mengikuti Lomba Menulis Vemale.com Kisahku dan Ayah. Kamu juga bisa mengirimkan kisah tentang ayah dan berkesempatan memenangkan hadiah dari Negarawan.

(vem/nda)
What's On Fimela