Bapak, Bersabarlah Sampai Aku Menghadiahimu Cucu

Fimela diperbarui 24 Nov 2015, 14:10 WIB

Kisah Indy tentang sosok ayah yang sangat disayanginya.

***

Ini cerita dari seorang gadis yang dulunya tidak diharapkan oleh bapaknya. Namun, setelah lahir justru sangat dekat dengan bapaknya. Gadis itu adalah saya. Saya adalah seorang pekerja biasa, berumur 27 tahun dan belum menikah.

Nama saya Cyndi atau Indy begitu keluarga saya memanggil saya.

Selamat Hari Ayah untuk semua ayah di seluruh dunia.

Sudah lebih dari 27 tahun, engkau memberikan segala keringatmu untuk seorang gadis yang bengal. Dulu, gadis ini memang tidak sengaja kau inginkan. Kau sudah merasa cukup, karena sudah memiliki dua anak lelaki yang lucu-lucu. Tapi, setelah beberapa tahun setelah anak keduamu lahir, istrimu mengalami tanda-tanda kehamilan lagi. Kalau orang jawa bilang “kebobolan”, karena tidak sengaja hamil atau memang sudah tidak ingin hamil lagi sebenarnya.

Karena dua kakaknya lelaki, kau pikir yang ketiga ini pun akan terlahir lelaki. Bahkan, kau tidak mempersiapkan apapun untuk kelahiran anak ketiga ini. Kau pikir, si adek terakhir ini akan memakai pakaian atau peralatan bekas kakaknya. Waktu itu belum secanggih sekarang. Sudah ada USG, namun harganya mahal, dan kau pun hanya menerka-nerka saja, tak mengetahui pasti jenis kelamin si bungsu ini.

Kau mempersiapkan si gadis ini seperti seorang lelaki. Kau mendidiknya dengan cara mirip seperti kau mendidik kedua anak lelakimu, mungkin lebih sedikit lembut tapi hanya sedikit. Kau bercerita, sewaktu istrimu hamil si gadis ini, kau tak mau memotong rambutmu sampai si gadis lahir. Entah itu keinginan atau sebuah nazar kau sendiri tak tahu, tapi yang jelas kau menjadi pria pemalas ketika istrimu hamil, “Mungkin bawaan bayi," begitu katamu.



Kau tak pernah menyisir rambutmu setelah mandi, pakaianmu berantakan setiap akan pergi ke kantor. Kau tak pernah merawat badanmu. Itu berlangsung sampai si gadis ini lahir. Kata istrinya, ketika si gadis ini lahir kau menangis penuh haru, di antara yang lain kau yang paling tersedu. Kata istrimu, kau kaget dan takjub karena anakmu perempuan, tidak seperti yang kau bayangkan.

Ucapmu ketika itu, “Gadis ini akan menjadi pembawa damai di keluargaku." Kau memperlakukan si gadis ini sama, seperti anak-anakmu yang lainnya. Dia tumbuh seperti lelaki. Tapi, untung saja istrimu adalah seorang perempuan yang lembut. Meskipun, gadismu ini keras, galak, suka berkelahi, tapi dia punya sisi sensitif. Dia suka berdandan dan merawat dirinya.


Ada rasa egois dalam dirimu. Untuk pendidikan, percintaan, dan tingkah laku, terkadang kau memaksanya sesuai keinginanmu, tanpa menanyakan apa maunya gadis itu. Kau memberinya kebebasan hanya dalam hal berkawan, walaupun kau selalu mengintainya dengan jarak.

Dulu, gadismu ini sangat takut padamu. Baginya, kau seorang yang tegas namun lebih condong ke galak. Itu ketika gadismu ini belum bisa meraih hatimu. Seiring berjalannya waktu, gadismu tumbuh dewasa. Dia menjadi tempat di mana kau ingin bercerita. Seolah kalian adalah partner. Apapun yang kau kerjakan selalu kau ceritakan kepada gadismu. Bahkan, tidak dengan kedua anak lelakimu kau seterbuka itu. Sehari tak mendengar kabarnya, kau selalu kalang kabut, mencari keberadaanmu.

Sekarang, dia tak lagi menjadi gadis yang bisa kau atur semaumu. Dia telah pandai berdebat. Gadismu sudah bisa menggantikan tugas seorang istri. Dia memang sudah layak menjadi seorang istri. Namun, apa daya waktu indah itu belum datang. Kau harus sedikit atau mungkin lebih banyak sabar menunggu waktu itu.

Kini, gadismu telah berusia 27 tahun. Kau sedang memimpikan pernikahan untuknya. Meski, gadismu ini belum becus mewujudkan mimpimu itu. 27 tahun berlalu begitu cepat, rambutmu kini memutih tanpa sela, kulitmu keriput tanpa jeda, gigimu satu per satu menghilang tanpa rasa, tubuhmu tak lagi sekokoh baja, tapi cinta kepada keluargamu semakin besar setiap harinya.
 
Selamat Hari Ayah, Bapak. Terima kasih selalu menjadi bapak terhebat untuk gadis kecilmu ini. Terima kasih tak pernah lelah menjadi sahabat dan orang tua yang selalu setia mendengarkan keluh kesahku. Terima kasih selalu memberikan dadamu yang lapang saat badan dan jiwaku terasa berat. Terima kasih atas dukungan terbesar dalam setiap perjalanan hidupku. Terima kasih atas kesabaran seluas samudera yang tak pernah berujung.

Bapak, semoga bapak selalu mau sabar menunggu, sampai aku menghadiahimu cucu, yang merupakan mimpi terbesarmu.

Semoga aku selalu bisa memberikan senyum untukmu. Sehat terus ya, Pak.

Indy sayang bapak.
Gadismu...

***

Kisah nyata ini dikirim oleh Indy untuk mengikuti Lomba Menulis Vemale.com Kisahku dan Ayah. Kamu juga bisa mengirimkan kisah tentang ayah dan berkesempatan memenangkan hadiah dari Negarawan.



(vem/nda)