Kisah kiriman Lia Rizky Amalia ini benar-benar menguras air mata, tentang keikhlasan seorang anak memaafkan ayah yang dulu telah melukai hatinya.
***
Dua tahun lalu, saat aku berumur 18 tahun untuk pertama kali aku harus mengikhlaskan ayah pergi, bukan untuk menghadap Tuhan tapi pergi bersama wanita lain. Wanita yang tak lain adalah karyawan di sebuah kafe milik keluarga kami. Berat, terpukul, merasa di khianati, terlebih ayah mati-matian membela wanita itu di hadapan aku dan ibu. Ia juga menamparku--anak sulung yang menjadi kebanggaannya--lalu memilih memeluk wanita itu tepat di depan mataku dan ibu.
Aku menangis sejadinya, berharap semua ini hanyalah mimpi yang sesegera mungkin bisa berakhir, tapi itu semua nyata bahkan bekas tamparan di pipiku masih terasa. Sejak saat itu aku memilih untuk melupakan ayahku, memilih memulai hidup baru bersama ibu dan adik-adikku. Tak hanya luka yang ayah tinggalkan tetapi hutang yang menumpuk yang akhirnya ibu lah yang mengambil peran untuk melunasinya, sedangkan ayah pergi bersama wanita itu ke luar daerah.
Kehidupan kami berangsur membaik. Ibu sudah mulai bisa bangkit dari segala keterpurukan ini, mungkin sudah mengikhlaskan laki-laki yang sudah menemani hidupnya selama belasan tahun itu pergi bersama wanita lain. Aku selalu terlihat ceria di hadapan ibu, padahal setiap malam aku menghabiskan waktu untuk menangis memandangi potret indah kita dulu. Senyum bangga seorang ayah kepada anaknya, dan senyum bahagia seorang anak yang sangat mencintai ayahnya.
Ada banyak hal kenapa aku memilih lebih dekat dengan ayah dulu. Ayah itu yang paling pengertian dalam segala hal. Dia tak pernah melarangku berpacaran seperti ibu yang selalu menatap tajam laki-laki yang datang ke rumah. Ayah itu seperti mesin ATM tanpa kode yang selalu mengiyakan apa yang aku minta tanpa bertanya untuk apa. Ayah adalah satu-satunya orang yang selera humornya selevel denganku, apalagi giliran ibu marah-marah nggak jelas. Ayah, partner selfie dan selalu tampil stylish biar nggak malu-maluin anaknya. Tapi itu semua tinggal kenangan.
Setahun, dua tahun kemudian, aku berusaha mengikhlaskan semua. Berusaha tegar dengan tatapan-tatapan iba setiap orang yang bertemu. Tepat awal tahun 2015 aku mengambil keputusan paling besar di hidupku, perubahan yang membuat ibu bahkan tak percaya.
Aku hijrah, meninggalkan semua kebiasaan lama yang suka berfoya-foya dan mulai menjalani hidup yang religius, keputusan ini bukan tanpa alasan. Satu malam aku tiba-tiba mulai kepikiran ayah, aku menangis dan meminta kepada Tuhan menghilangkan perasaan rindu yang menyesakkan ini. Saat melihat HP aku menemukan postingan di Facebook yang salah satunya berisi tentang menutup aurat yang akan membawa ayah kita menuju surga. Tanpa pikir panjang keesokan paginya aku memulai rutinitasku dengan hijab yang menutupi kepalaku.
Bulan Agustus 2015 aku mendengar bahwa ayah dan wanita itu ternyata sudah kembali, bahkan yang lebih memprihatinkan ayahku hidup jauh dari kata cukup. Mereka telah memiliki seorang anak. September 2015 aku akhirnya bertemu ayah, wajahnya kusut dengan uban yang memenuhi kepala, mata sayu, badan kurus kerempeng jauh dari kata mewah.
Hatiku terenyuh, mendapati tubuh yang dulu dengan kokohnya menggendongku kini kurus tak berdaya. Air mataku mengalir, masih ada rasa sakit dari pengkhianatan di masa lalu, tapi aku akhirnya memilih untuk memaafkan.
Oktober 2015 kemarin adalah ulang tahunnya, aku dan adikku memberikan surprise dan membawakan kue, dia kaget tak percaya, ada air mata yang berusaha dia tahan di sudut matanya. Aku memeluknya memberikan selamat, entah bagaimana rasanya ayah tetaplah ayahku yang dulu.
Kami memilih untuk menjalani hidup seperti ini, karena tak ada mantan ayah di dunia ini. Dengan segala kerendahan diri dan segala kebanggaan mengucapkan terima kasih kepada ayah karena telah mencintaiku selama belasan tahun dan tak hentinya berada di sisiku.
Semua orang punya kekhilafan yang akan dia sesali, dan ayah telah menyesali semua itu. Meskipun keluargaku tak bisa kembali seperti dulu, setidaknya aku bahagia mendapati ayah masih ada di sini terlebih sekarang keluarga ketambahan personil baru, anak ayah dari wanita itu, dia adikku juga.
***
Kisah nyata ini dikirim oleh Lia Rizky Amalia untuk mengikuti Lomba Menulis Vemale.com Kisahku dan Ayah. Kamu juga bisa mengirimkan kisah tentang ayah dan berkesempatan memenangkan hadiah dari Negarawan.
- Sebelum Wafat, Bapak Memeluk Bajuku dengan Meneteskan Air Mata
- Seuntai Doa Untukmu Papa, Aku Sangat Sayang Padamu
- Papa, Aku Tidak Bisa Membayangkan Kelak Akan Menjadi Apa Tanpamu
- Daddy, Missing You is The Heartache That Never Goes Away
- [Lomba Hari Ayah] Sehelai Kemeja Batik Untuk Ayah Yang Paling Aku Sayangi