Sebuah kisah nyata dan doa untuk papa oleh seorang putri yang begitu sayang pada sang papa.
***
Awalnya aku lebih menyayangi mama dan tidak pernah mempedulikan papa. Papa yang terlihat cuek membuat aku merasa malas untuk berbicara padanya. Apapun yang terjadi, masalah apapun dalam keluarga, masalah yang dialami antara papa dan mama, aku selalu membela mama. Ya, walaupun pertengkaran papa dan mama tak jarang diakibatkan olehku. Aku selalu tetap membela mama karena aku paling tidak suka melihat seorang ibu menangis.
Pernah suatu ketika, papa dan mama bertengkar karena masalah ekonomi. Pada saat itu aku sedang tidak berada di rumah karena sedang bermain bersama teman-teman sekolahku. Ketika pulang ke rumah, suasana rumah mendadak dingin tanpa ada rasa hangat lagi yang menyelimuti.
Aku terdiam, tatapan kosong menghampiri setiap anggota keluarga. Namun aku hanya diam. Apalah yang bisa diperbuat oleh anak berusia 14 tahun pada saat itu. Ketika malam datang menghampiri, tiba-tiba mama masuk ke kamarku dan menceritakan semua kejadian yang baru saja terjadi. Sungguh, saat itu juga, hati ini tersentak hebat mendengar jeritan hati mama yang disertai tangis. Aku tak tahan melihat mama begitu.
Keesokan harinya, aku hendak membeli sesuatu dan meminta uang kepada mama. Lalu mama langsung berkata “mama gak punya uang, minta sana sama papamu.” Aku pun pergi untuk memintanya, lalu papa pun berkata, “papa juga tidak punya uang.” Sahabat Vemale.com tahulah kalau pada masa itu (remaja) emosi kita lagi berada pada puncaknya. Tidak memikirkan mana yang betul dan mana yang salah, tidak mendengarkan kedua belah pihak dan tidak bisa memikirkan untuk mengambil keputusan yang terbaik. Pada saat itu, aku sedang mengalami masa pertumbuhan dengan hebatnya, baik pertumbuhan fisik maupun psikis.
Karena hal demikian, aku pun mengatakan hal yang tidak pantas dan sangat kusesali sampai saat sekarang ini. ”Papa bisanya duduk-duduk aja, cari kerja kek.” Kataku dengan suara lantang. Papa yang melihatku begitu langsung tertunduk diam dan berlinanglah air matanya.
Aku sangat mencintaimu. Aku sangat menyayangimu. Meski aku tak pernah mengatakannya langsung padamu puteriku. -Ayah-
Saat itu, aku tidak memperdulikannya dan langsung pergi. Dan sayangnya, pada saat itu aku berpikir bahwa aku pantas melakukannya. Karena papa selalu terlihat cuek dan tidak peduli. Sekarang, di usiaku yang ke 20 di saat aku menuliskan cerita ini, aku sadar bahwa betapa salahnya aku. Aku betul-betul menyesal. Sekarang aku sadar betapa berharganya papa, betapa pedulinya beliau kepadaku.
Kepedulian papa terlihat jelas ketika bulan Juni tahun lalu, ketika aku terpuruk karena hatiku disakiti oleh seorang lelaki. Tubuh ini lunglai dan tak berdaya. Di saat baru pertama kali aku diizinkan untuk menjalin hubungan dengan seorang lawan jenis, hatiku langsung merasakan sakit yang sangat hebat. Air mataku selalu berurai menghiasi pipi ini. Aku selalu mengurung diri di kamar.
Saat aku duduk di kursi dan menceritakan perasaanku pada ibu, aku malah diomeli habis-habisan, namun papa datang dan langsung memelukku dengan erat dan berkata” semuanya akan baik-baik saja nak, papa akan selalu ada untukmu. Jangan nangis lagi." Begitulah kata papa sambil menghapus tangis di wajahku.
Kasih sayang ayah sebenarnya sama dengan kasih sayang ibu. Kasih sayangnya begitu tulus dan tanpa pamrih sedikit pun.
Malam-malam yang kulalui pun aku habiskan dengan merenung. Betapa salahnya aku, betapa bodohnya aku selalu menyalahkan papa. Di saat aku menuliskan cerita ini pun aku sedang menitikkan air mata, teringat semua kesalahan yang kulakukan terhadap papa. Ini semua cerita nyataku. Kini papa sedang mengalami masalah dengan jantungnya. Ketika aku tanya, dia menjawab ia tidak apa-apa, ini hanya sakit sedikit. Aku tahu papa sedang lemah. Tapi, dia tetap berusaha tegar di hadapan anaknya. Sungguh aku merindukannya. Menempuh pendidikan yang jauh dari orang tua membuatku selalu merindukan papa. Ingin aku selalu berada di sampingnya, menemani hari-harinya, menggantikan semua doa yang diberikannya walaupun aku tak bisa membalasnya seperti apa yang telah ia berikan padaku.
Dan untuk saat ini, hanya untaian doa yang dapat kuberikan untuk papa. Aku sayang papa...
Pa, papa bagaikan cahaya rembulan bagikuDi saat kelam membunuhku
Papa datang membawakan segumpal cahaya untuk menerangiku
Pa, jangan tinggalkan aku di saat aku belum sukses
Aku ingin melihat senyummu di saat aku wisuda nanti
Tetaplah bertahan pa, setidaknya sampai satu tahun lagi ketika aku selesai menempuh pendidikan sarjanaku
Ketika aku jatuh, papa yang pertama hadir merangkul tubuh kecil ini dan berkata semua akan baik-baik saja
Itu membuatku tenang pa
Dan kini, ketika papa mulai merasa kelelahan, maka tangan kecil ini akan siap dan setia menggenggam erat tanganmu papa
Begitulah seuntai doa yang aku ucapkan kepada papa di saat telpon terakhirku minggu lalu. Semoga papa akan selalu baik-baik saja. Aku sungguh sayang papa.
***
Kisah nyata ini dikirim oleh Yuliasari untuk mengikuti Lomba Menulis Vemale.com Kisahku dan Ayah. Kamu juga bisa mengirimkan kisah tentang ayah dan berkesempatan memenangkan hadiah dari Negarawan.