Ibu Buruh Cuci Kuliahkan Anak Sampai S3 di Jepang

Fimela diperbarui 11 Sep 2015, 11:10 WIB

Ladies, setujukah Anda kalau perjuangan seorang ibu itu selalu luar biasa? Setiap ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya. Tak heran jika ibu rela banting tulang dan bekerja siang malam demi bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk anak-anaknya.

Yuniati (49), seorang buruh cuci warga Ketandan Kulon, Imogiri, Bantul ini merupakan potret seorang ibu hebat yang berjuang demi kesuksesan anak-anaknya. Dilansir dari merdeka.com, ibu dua anak ini bekerja keras jadi buruh cuci hingga melakukan pekerjaan serabutan demi memberi pendidikan terbaik untuk buah hatinya.

Anak pertamanya, Satya Chandra Wibawa Sakti (29) kini kuliah S3 di Universitas Hokaido, Jepang. Sakti merupakan salah satu mahasiswa penerima beasiswa Dikti untuk kuliah di jurusan Kimia di Universitas Hokaido, Jepang tahun 2012. "Saya itu mau ngapain saja saya kerjakan, yang penting anak saya bisa sekolah tinggi, hidup tidak seperti saya," katanya baru-baru ini.

"Baru selesai ujian S3, tapi kemarin sudah telepon, izin mau lanjut pendidikan satu tahun di Jerman untuk gelar Doktor. Saya cuma bisa mendoakan," ungkap Yuniati menjelaskan perihal anak pertamanya yang berencana untuk lanjut meraih gelar Doktor. Sebelumnya Sakti kuliah S1 di jurusan Kimia UNY tahun 2004, lalu melanjutkan S2 di jurusan Kimia UGM pada tahun 2008.

Sementara anak keduanya, Oktaviana Ratna Cahyani (27) kini menjadi perawat di Rumah Sakit Harjo Lukito setelah lulus dari Akademi Perawat Bethesda.

"Biayanya itu ya pakai hutang juga, tapi anak saya enggak perlu tahu. Biar mereka enggak minder di pergaulan. Alhamdulillah anak saya dua-duanya itu enggak macam-macam, enggak malu punya ibu buruh cuci," ungkapnya.

Sejak kedua anaknya  masih kecil, Yuniati sudah mengatur waktu belajar. "Pulang sekolah tidur siang, sore boleh main, malam belajar. Harus belajar, kalau nggak mengerjakan PR, belajar untuk pelajaran besok," katanya pada merdeka.com, Kamis (10/9).

Untuk memudahkan belajar, dia meminta anaknya melingkari bagian pelajaran yang tidak dipahami. Setelah itu anak-anaknya disuruh untuk menanyakan pada guru mereka masing-masing. "Kalau saya kan juga belum tentu bisa. Jadi saya suruh dilingkari, terus menanyakan pada gurunya," ujarnya.

Saat anak pertamanya masuk S1, dia pun pontang-panting mencari hutang. Beruntung setengah biaya masuk kuliah dibantu pemerintah kabupaten Bantul. Begitu masuk semester kedua, dia tidak khawatir karena anaknya mendapatkan beasiswa. "Untungnya dapat beasiswa sampai lulus. Jadi saya cuma kasih uang jajan, biar cuma Rp 5.000 sehari," tambahnya.

Penghasilannya jadi buruh cuci yang hanya Rp 10.000 sekali cuci, sebenarnya kurang jika harus untuk biaya kuliah. Namun dia memilih uang tersebut digunakan untuk pendidikan kedua anaknya. "Saya yang penting ada uang buat beli beras. Lauknya ambil daun pepaya buat dimasak. Kalau sudah beli beras, sisa uangnya buat ditabung bayar utang," tambahnya.

Sampai saat ini, Yuniati pun mengaku masih memiliki banyak hutang. Namun itu tidak dijadikannya beban. Baginya yang terpenting anak-anak punya masa depan yang cerah. "Kalau dipikir saya malah stres. Jadi saya jalani saja. Anak perempuan saya sudah kerja, menikah. Sakti sudah selesai ujian S3, dan tahun ini sudah balik ke Indonesia," terangnya. Kita doakan semoga kedua buah hati Yuniati bisa jadi pribadi yang membanggakan keluarga, ya Ladies.

“But there's a story behind everything. How a picture got on a wall. How a scar got on your face. Sometimes the stories are simple, and sometimes they are hard and heartbreaking. But behind all your stories is always your mother's story, because hers is where yours begin.”

― Mitch Albom, For One More Day

Perjuangan dan doa seorang ibu untuk anak-anaknya adalah mutiara kehidupan. Semoga kita semua bisa berusaha sebaik mungkin berbakti dan membahagiakan ibu kita di dunia ini.

(vem/nda)