Untuk Dianggap Cantik, Nenek Ini Dulunya Harus Menjalani Tradisi yang Menyakitkan

Fimela diperbarui 10 Sep 2015, 12:40 WIB

Di masyarakat, ada banyak tradisi dan budaya tertentu yang berkaitan dengan kecantikan wanita. Seorang wanita baru dikatakan cantik jika mengikuti tradisi tertentu. Atau bisa jadi seorang wanita baru diakui statusnya setelah menyelesaikan ritual khusus.

Wang Huiyuan, nenek berusia 84 tahun ini mengungkapkan pengalamannya dulu harus mengikuti tradisi pembebatan kaki sebagai bagian untuk menjadi wanita cantik. Dilansir dari dailymail.co.uk, nenek yang kini tinggal di daerah pedesaan Tonghai, Yunnan, Cina ini harus menjalani "perawatan kecantikan" yang menyakitkan. Saat usianya baru enam tahun, dibantu oleh ibunya, kedua kakinya dibebat kencang sekali.



"Sekitar enam atau tujuh tahun, kaki saya mulai dibebat dengan bantuan ibu. Setiap kali dibebat, saya berteriak kencang, 'Jangan dibebat lagi, jangan lagi!'," kata Wang. Tradisi kuno ini dijalankan pada abad ke-13 dan sudah dilarang sejak tahun 1902.

"Saat itu baru dianggap modis kalau kaki dibebat. Semua orang melakukannya. Kalau tidak, kita akan ditertawai, 'lihat kakinya yang besar dan pipih'. Saya pernah ditertawai, jadi saya membebat kaki saya," terang Wang pada Dr Amanda Foreman dalam acara dokumenter The Ascent of Woman.

Proses pembebatan kaki yang dialami Wang sangat menyakitkan. Setelah dibebat, malam harinya Wang kecil akan berteriak minta dilonggarkan. "Kaki saya dibebat selama beberapa saat dan dilonggarkan sedikit. Jadi kaki saya tak terlalu kecil," ujar Wang.

Sementara itu Dr Foreman menjelaskan kalau proses pembebatan itu terasa menyiksa. "Mulai dari usia sekitar lima tahun, ibu mereka akan menekuk tulang kaki anak perempuan mereka sampai hampir separuh. Mereka akan menekan jari-jari kaki dengan keras terlipat ke bawah dan membuntalnya dengan bebatan yang akan makin kencang selama beberapa tahun," kata Dr Foreman. Wanita sejarawan tersebut juga memaparkan kalau praktik tersebut merupakan norma budaya selama berabad-abad sebagai standar kecantikan yang mengagungkan kesucian dan juga keterbatasan gerak.

Tradisi pembebatan kaki itu menjadi salah satu ciri identitas orang Tiongkok saat itu bahkan sebagai syarat wanita baru diperbolehkan menikah. Zaman dahulu, ada keyakinan bahwa kaki kecil bisa membuat wanita terlihat lebih atraktif.



Kaki yang dibebat saat itu menjadi simbol status bagi mereka yang kaya dan modis. Sampai akhirnya demi bisa terlihat memiliki status sosial yang tinggi, orang-orang miskin pun melakukan praktik tersebut.

Wang yang menikah ketika usianya baru 14 tahun mengatakan kalau ia akan tetap membebat kakinya, meski dulu prosesnya menyakitkan. Bahkan ketika ada orang dari pemerintah yang mencoba untuk melepas bebatan di kaki Wang, ia malah bersembunyi.

Dr Foreman mengunjungi sebuah museum di Shanghai dan seorang ahli menjelaskan kalau anak-anak gadis zaman dulu tak mau dibebat kakinya, maka sang ibu akan memukul pantat anaknya dengan sebilah tongkat kayu. "Dalam tradisi Cina kuno, saat kaki anak-anak perempuan dibebat, ujung kuas pena untuk menulis dimasukkan di dalam kain bebat. Artinya kaki mereka harus terlihat seperti ujung kuas pena yang runcing dan kecil," papar sang ahli.



Sepatu khusus dulu dibuat untuk membungkus kaki-kaki kecil para perempuan Cina zaman dulu. Sepatu tersebut disebut sepatu teratai yang biasanya dibordir sendiri oleh wanita yang memakainya. "Sepatu tersebut adalah simbol status ekonomi yang membungkus seorang wanita. Tapi sepatu itu juga menjadi saksi biksu tentang kenyataan pahit akan kecantikan dan fashion, di satu sisi wanita dijadikan alat pembebasan tapi di sisi lain wanita jadi instrumen penindasan pria," ungkap Dr Foreman.

Ladies, bagaimana menurut Anda tradisi kecantikan seperti ini? Kalau zaman sekarang tradisi ini masih dilakukan, apakah Anda berani untuk mencoba?

(vem/nda)