Tolong, Jangan Menilaiku Hanya dari Kecantikan Wajah dan Tubuhku

Fimela diperbarui 08 Sep 2015, 12:00 WIB

Ladies, kita semua terlahir dengan kelebihan dan keistimewaan masing-masing. Termasuk dalam hal kecantikan wajah dan tubuh. Setiap wanita terlahir dengan keindahannya masing-masing.

“Sometimes people are beautiful.
Not in looks.
Not in what they say.
Just in what they are.”
― Markus Zusak

Terlahir sebagai seorang wanita cantik, Felicia Czochanski (20 tahun) malah merasa kurang nyaman. Dilansir dari dailymail.co.uk, mahasiswi Fordham University ini menulis sebuah esai mengenai bagaimana perasaannya yang selalu dinilai hanya dari kecantikan wajah dan tubuhnya. Menjadi seorang wanita cantik, baginya, justru terasa menyulitkan. Orang-orang sering melihatnya dari apa yang terlihat dari luar bukan pada kecerdasan dan prestasi yang ia miliki. Bahkan ia sempat sengaja tampil "jelek" agar orang-orang tak terus memuji kecantikannya. Seperti apa isi esai lengkapnya? Yuk, kita simak selengkapnya di sini.

(vem/nda)
2 dari 4 halaman

Orang-Orang Sering Menggodaku

Foto: copyright dailymail.co.uk

"Aku adalah seorang gadis feminin. Tinggiku 167 cm, mata bulat, ukuran bra 34DD, dan betis kencang. Kamu akan sering melihatku mengenakan sepatu hak tinggi dengan dress atau rok. Kamu juga mungkin akan melihatku melotot pada para penumpang subway menyebalkan dan orang-orang hidung belang di jalanan yang senang memanggilku "babe" atau yang lebih iseng, "Akan kulakukan semua untukmu, sayangku," kapan pun setiap harinya. Rasanya aku ingin menyemburkan hot espresso dari mulutku dan memasang wajah paling galak sampai aku sampai ke tempat tujuanku.

Ada yang perlu kita luruskan di sini. Aku tak pernah menganggap "pesonaku" bisa jadi magnet yang menarik perhatian para pria sampai-sampai mereka bersuit-suit, menggoda, atau menyuruh teman-teman mereka untuk berbalik dan melihatku. Aku hanyalah gadis muda yang berusaha untuk mencapai tempat tujuanku. Aku bukannya mau sombong dengan orang-orang yang mengomentari penampilanku. Yang sebenarnya adalah aku muak dengan sikap orang-orang yang menganggap perilaku tersebut sebagai sesuatu yang wajar.

Bayangkan bagaimana rasanya semua orang melihatmu dan semua mata memandangmu padahal saat itu kamu hanya ingin pergi ke suatu tempat. Hal seperti itu tak membuatku merasa cantik atau seksi. Malah itu rasanya seperti ada yang salah pada diriku. Perasaan diawasi ini sama sekali tak pernah hilang. Aku mendadak bertanya-tanya apakah rokku terlalu rendah atau kemejaku terlalu rendah sampai-sampai aku ragu apakah aku salah kostum untuk terlihat profesional di pagi hari.

Aku bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan sepatuku, atau aku lupa memakai sesuatu di bajuku, atau ada hal lain yang salah sampai orang-orang menatapku seperti itu. Tapi sepertinya ini karena hanya aku "cantik" dan terkadang rasanya semua orang melihatku hanya sebatas itu.

3 dari 4 halaman

Menjadi Cantik Itu Tak Mudah

Foto: copyright dailymail.co.uk

Dianggap sebagai orang "cantik" itu tak mudah. Label itu jadi cara orang untuk mengenalku. Orang malah lupa atau sengaja mengabaikan prestasi-prestasiku. Mereka mengabaikan kenyataan bahwa aku seorang atlet, orang yang cerdas, dan juga orang yang cukup ambisius. Orang-orang sebatas melihatku dari penampilan fisikku dan tak repot-repot mengenaliku lebih dalam, mereka sudah cukup puas mengenalku dengan melihat fisikku.

Saat remaja, aku frustasi. Saat itu aku berusaha untuk mencari jati diriku yang sebenarnya, sementara orang lain dengan mudahnya menilaiku dari penampilan luarku. Aku melalui berbagai fase berbeda ketika aku mencari cara untuk memperlihatkan aspek-aspek lain tentang diriku. Aku pernah hanya pakai jersey olahraga dan kaos oblong, kemudian berusaha memamerkan prestasi-prestasiku saat mengobrol agar orang bisa mengenalku tak sebatas pada wajahku saja, tapi kalau gagal, aku hanya akan berusaha untuk membaur.

4 dari 4 halaman

Tolong, Jangan Menilaiku dari Penampilan Luar Saja

Foto: copyright dailymail.co.uk

Ada masa titik balik saat aku berusaha mencari jati diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup. Aku pernah membuat diriku terlihat jelek, baik kepribadian maupun penampilan selama bertahun-tahun, mencoba berusaha agar orang-orang tak menilaiku dari penampilan luarku saja. Sampai kemudian aku merantau dan pindah ke New York City dan menyadari betapa luar biasanya bisa jadi diri sendiri di tempat yang penuh keanekaragaman dan aku tak pernah melihat ke masa laluku.

Ya, aku memang masih digoda setiap hari. Kalau bukan dengan kata-kata jorok, ada yang dengan tatapan, siulan, dan orang yang menyentuh temannya untuk bilang  "hei lihat gadis cantik itu". Aku tak mau repot-repot lagi mengurusinya. Saat aku makin tumbuh dewasa, hal-hal menyebalkan ini kualami juga dari profesor menyebalkan, bos, dan rekan kerja. Tapi sekali lagi, aku tak mau buang-buang waktu, dan aku mengabaikannya.

Kini aku menyadari bahwa aku punya kuasa untuk mengatasi situasiku. Dengan mengabaikan perilaku menyebalkan tersebut, aku juga membuat mereka kapok dan tidak melakukannya pada orang lain. Saat aku tak merespon, orang-orang asing dan para penggoda bisa berhenti dengan sendirinya.

Sikapku juga menunjukkan bahwa aku juga berhak dihargai, baik penampilan fisikku maupun kecerdasan otakku, karena disadari atau tidak, ada yang lebih dari diriku dibanding sekadar penampilan luarku."

[pos_1]