Diterlantarkan Orang Tua Karena Kelainan Kulit, Aku Adopsi Balita Malang Itu

Fimela diperbarui 19 Agu 2015, 15:30 WIB

Ladies, mungkin selama ini Anda dan saya percaya bahwa tidak ada yang bisa membatasi kasih seorang ibu dari anaknya. Ternyata hal itu tidak sepenuhnya benar. Hal ini terbukti dari apa yang dialami oleh Anton Delgado. Karena penyakit kulit langka, orang tua kandungnya memutuskan untuk meninggalkan ia di rumah sakit. Tapi Tuhan mengirimkan sebuah keluarga baru untuk Anton, keluarga Vanessa dan Jason Delgado. Melalui today.com, Vanessa membagikan kisah sedih yang dialami Anton dan bagaimana keluarganya memutuskan untuk mengadopsi Anton.

Saat itu tahun 2011, saat membaca kisah Anton di Facebook, saya tahu Anton akan menjadi anak saya. Berita itu muncul di halaman depan akun saya, dan saya menangis membacanya, membayangkan bagaimana nasib anak ini tanpa ibunya. Putra saya yang bernama Judah memiliki usia dan tanggal lahir yang sama dengan Anton. 

Kami selalu ingin mengadopsi anak. Pada tahun 2008, saat putri kami yang bernama Kenya berusia 2 tahun, kami dikaruniai bayi kembar siam, yang hanya bertahan hidup beberapa jam. Kami tahu bahwa mereka tidak akan bertahan lama, karena bagian dada dan perutnya saling menempel, serta mereka berdua hanya memiliki satu jantung dan satu hati. Mengetahui almarhum anak kami berjuang keras untuk bertahan hidup, pikiran kami menjadi lebih terbuka, dan kami berniat untuk mengadopsi anak berkebutuhan khusus. Maka dari itu, kami membuat suatu blog yang didukung oleh sekelompok orang tua yang juga kehilangan bayinya pada tahun itu. Salah satu ibu memiliki anak yang menderita epidermolysis bullosa (EB), dan ini pertama kalinya saya tahu tentang penyakit itu.

Anton menderita EB, yaitu kondisi di mana tubuhnya tidak memproduksi kolagen 7 dalam jumlah yang cukup. Kolagen 7 berfungsi untuk mengikat kulit. Lapisan paling atas dari kulit Anton seperti mengambang, dan tidak menyatu dengan tubuh. Jika saya menyentuhnya terlalu keras, atau jika ia menggosok hidungnya, gesekan akan membuat kulitnya terkelupas. Dengan tipe penyakit EB ini, Anton diprediksi akan bertahan hidup sampai usia 20 hingga 30 tahun. Kanker kulit dan infeksi seringkali menjadi penyebab kematian.

Anton dilahirkan sebagai anak kembar. Orang tuanya tetap merawat saudara kembarnya, namun menelantarkan Anton. Saya tidak bisa membayangkan jika Judah yang terbaring di rumah sakit tanpa seorang ibu. Saya tahu Anton membutuhkan keluarga, dan tidak ada yang lebih saya inginkan selain menjadi orang tua Anton. Awalnya saya kira suami saya tidak akan setuju untuk melakukan adopsi dari Rusia yang membutuhkan biaya sekitar $40.000 atau Rp 554.900.000. Namun ternyata ia setuju. Kami membayar sebesar $2.000 atau sekitar Rp 27.680.000 dengan uang kami sendiri, dan sisanya kami mendapat bantuan dari program amal Reece's Rainbow.

Proses adopsi memakan waktu 13 bulan. Saya, suami dan anak-anak harus menjalani serangkaian tes kesehatan. Kami juga pergi ke Rusia untuk memperjuangkan Anton. Proses adopsi ini terjadi 9 bulan sebelum Rusia melarang adopsi untuk Amerika Serikat.

Anton berusia 2 tahun saat kami membawanya pulang, jadi dia belum kental dengan bahasa Rusia. Kami menggunakan isyarat untuk kata "tolong" dan "lebih", agar ia punya dasar untuk berkomunikasi. Dia sangat pintar. Dalam waktu 2 bulan ia sudah bisa berhitung dalam bahasa Inggris, dan ia juga bisa mengatakan "I love you".

Kami juga berupaya melakukan yang terbaik untuk menolong Anton..

(vem/reg)
2 dari 2 halaman

Kami Mencoba Membuat Anton Sembuh..

Pada tanggal 26 Maret, Anton menjalani transplantasi sumsum tulang belakang yang dilakukan oleh Dr. Jakub Tolar di University of Minnesota Medical School. Kami mengetahui tentang hal ini saat Dr. Jakub menjadi pembicara dalam suatu konferensi untuk EB Juli 2014 lalu. Beliau menceritakan tentang penelitian terakhirnya, dan kini kami tahu bahwa metode yang sekarang dilakukan jauh lebih aman daripada yang dulu.

Tujuan dari transplantasi ini adalah untuk memusnahkan sistem kekebalan tubuhnya, lalu memberikan donor sel. Diharapkan sel donor pada sistem kekebalan tubuhnya dapat membentuk kolagen yang ia butuhkan. Bagi kami, risiko dari tidak melakukan transplantasi jauh lebih besar ketimbang risiko dari melakukan transplantasi. Kami berusaha melakukan sesuatu untuk menolongnya.

Kulit pada bagian punggung dan bahu Anton seringkali terkelupas, karena kaos yang ia kenakan menempel pada kulitnya saat tidur. Saya harus melepaskan kulit yang menempel itu dengan minyak kelapa. Dan sekarang, untuk pertama kalinya, Anton tidak bangun tidur dengan sprei ternoda darah.

Transplantasi ini sangat mengubah hidupnya. Anton mengalami kemajuan pesat dalam waktu 7 hari setelah transplantasi. Tubuhnya kini hanya mengembangkan sel donor. Meskipun ini bukan perawatan, namun metode ini dapat menambah kualitas hidup Anton. Beberapa minggu yang lalu Anton harus dirawat di rumah sakit karena demam tinggi. Namun selebihnya, ia adalah anak yang bahagia. Semua orang menyukainya karena kepribadiannya yang menyenangkan serta sikapnya yang manis.

Anton menjalani homeschooling bersama anak-anak saya yang lain, karena transplantasi itu membuat ia tidak boleh berada di tempat ramai. Matematika dan menulis adalah pelajaran kesukaannya. Sementara itu, saya tetap berusaha untuk berpikiran positif. Saya percaya bahwa Tuhan akan menjadikan semuanya baik-baik saja, dan saya percaya Anton mampu melalui semua ini. Saya bisa saja duduk diam dan khawatir, tapi sejauh ini Anton baik-baik saja karena Tuhan menjaganya.

Kisah ini membuka mata pembaca dan saya, bahwa mungkin di luar sana banyak sekali anak-anak seperti Anton. Keterbatasan yang membuat mereka sangat membutuhkan peran orang tua, justru tidak terpenuhi. Lekas sembuh Anton, semoga apa yang dilakukan Vanessa dan Jason menginspirasi Anda dan saya.